Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cerpen Horror - Beling | Saw-Truth

cerpen horror beling

Jono masih setia berbasah-basah di sungai kecil itu. Sambil sesekali mengaduh karena anak duri di pinggir kali yang menusuk lengannya. Kedua lengannya yang kekar berisi nampak bergerak-gerak dalam air. Membuat permukaan air sungai yang keruh itu bergerak bergelombang. Dengan sekali angkat, tangan-tangan Jono menaikkan satu cikrak penuh pasir kali. Tetes-tetes air sungai dari cikrak itu menimpa dan membasahi wajahnya yang hitam.

Dia menumpahkan isi cikrak itu bersama gundukan pasir lain yang dia perkirakan jika dijual pasti lebih dari dua ratus ribu. Telah terbayang dalam benaknya menghabiskan uang hasil mengeruk pasir kali itu dengan rutinitas yang sangat ia sukai. Minum-minum di warung Srini. Warung kecil di pinggir kampung itu bahkan tidak akan terlihat seperti warung jika malam harinya tidak disesaki pengunjung.

Bagai ngengat yang mengerubuti neon di malam hari, para pria -petani, buruh, atau pencari pasir seperti Jono- akan memenuhi tempat itu begitu senja tiba. Berawal dari ajakan tetangganya, Marno, Jono mulai sering ke warung Srini. Selain karena ketagihan pada wiski Jawa, Arak, darah mudanya selalu terpacu hingga ubun-ubun begitu melihat paras ayu Srini. Janda kembang itulah yang sebenarnya menariknya tiap malam ke warung itu bagai magnet menarik jarum.

Jono melepas nafas berat ke udara. Dia rebahkan tubuhnya ke gundukan pasir yang dari pagi ia kumpulkan. Di nyalakannya rokok kretek yang ia selipkan di bajunya sedari tadi. Di hisapnya dalam-dalam asap dari rokok sisa selamatan itu. Sedetik selanjutnya asap mengepul lepas membawa serta sebagian beban yang mengekang pikirannya.

Di rumahnya yang hanya sepetak, terbaring ibunya yang renta. Tubuh ibunya yang sejak tujuh tahun lalu digerogoti kanker paru-paru. Jono telah lama menyerah mencoba menyambung nafas sang Ibu. Kini hanya belas kasih tetangga yang membuat jantung ibunya masih mampu berdetak.

Lebih baik aku senang-senang, pikir Jono.

Dimatikannya kretek itu. Dia berdiri dan berjalan ke arah sungai, berniat meneruskan pekerjaannya. Baru satu langkah kakinya masuk ke dalam air, sesuatu yang tajam menusuk telapak kakinya.

“ah, dancuk!”, umpatnya kaget. Dia terhuyung jatuh ke pasir yang ia kumpulkan. Rasa perih dan nyeri mendadak menghujam kakinya. Sambil menahan rasa sakit, Jono memeriksa apa yang menusuk telapak kakinya. Sebuah beling yang panjangnya kira-kira seruas jari menancap di dalam daging. Sementara darah terus menetes, Jono tertatih menahan sakit pulang kerumahnya. Namun, baru sampai depan rumah Marno, Jono ambruk. Terlalu banyak yang mengalir dari tubuhnya. Istri Marno yang kaget melihat tetangganya terbaring di jalanan, segera memanggil suaminya. Berdua mereka papah tubuh Jono ke dalam rumah.

Mata Jono terasa berat. Pelan-pelan coba ia buka matanya. Semua masih terlihat samar-samar di mata Jono.

“saudara Jono? Anda sudah siuman?”, tanya sebuah suara yang asing di telinganya.

“ini dimana?”, Jono balik bertanya. Perlahan garis-garis yang membentuk siluet orang itu mulai jelas.

“di rumah sakit, anda istirahat saja dulu..”, kata dokter itu.

“ah, kok bisa?”, tanya Jono heran.

“tetangga anda yang membawa anda kesini.. Silahkan istirahat..”, dokter itu melangkah pergi.

Pikiran Jono menerawang. Administrasi rumah sakit pasti luar biasa mahal. Dan Marno tak akan mungkin membayar untuknya.

Jono menghela nafas.

Keesokan harinya, dokter menyampaikan berita buruk. Pecahan beling di kaki Jono tidak dapat di cabut sama sekali. Mereka telah mencoba segala cara, namun tak berhasil. Dokter merujuk ke rumah sakit besar di Ibukota. Tapi apa daya, uang yang sedianya untuk bersenang-senang kemarin saja telah habis.

Jono memutuskan pulang.

Kini dia hanya terbaring di dekat ibunya yang juga terkapar tak berdaya. Antara sadar dan tidak, pikiran Jono melayang. Ruhnya seperti terbang ke sebuah tempat. Tempat yang ia kenal. Samar-samar ia lihat dua orang yang sedang adu mulut di sungai biasa ia mengeruk pasir. Satu orang ia kenali sebagai suami Srini, dan satu lagi memegang botol Arak. Jono memicingkan mata. Marno?

Tangan Marno seakan terangkat. Botol kaca berisi bir tak ayal menghantam kepala suami Srini. Dia pun roboh seiring dengan menancapnya kepingan-kepingan beling di pelipisnya. Salah satu kepingan pun nyemplung ke aliran sungai. Marno gugup. Secepat kilat dia angkat kaki dari tempat itu.

Jono hanya mampu melihat. Bibirnya terkunci.

Ruh Jono kembali terangkat. Jiwanya yang seringan kapas seperti ditarik sebentuk benang yang mengarah ke raganya. Jono bangun dengan gelagapan. Pandangannya kabur. Pikirannya linglung. Namun mendadak pandangannya menjadi jelas. Suami Srini yang telah mati itu duduk didepannya. Sosok itu menyorongkan wajahnya yang pucat basah dengan pecahan botol masih menancap di kepala.

Jono berteriak sekencang-kencangnya. Tak dia pedulikan sakit di kakinya, dia terus lari menubruk pintu reyot rumahnya hingga lepas.

“Setaaan..! Setaaan..!”, racau Jono.

Sekejap warga kampung berkumpul. Marno ada diantaranya. Dia mendekati Jono.

“Ono opo, No?”, tanya Marno.

Jono menatap Marno.

“Jagal..!!!”, ucapnya tak jelas sambil menuding Marno.

“Srini..!!

Jagal! Srini..!”, warga menatap Jono heran. Marno nampak jengah dengan ucapan Jono. Dia pun lenyap tiba-tiba dari kerumunan. Warga pun akhirnya meringkus Jono yang mulai blingsatan. Mereka memasung Jono yang malang di dalam kandang kambing milik seorang warga. Tengah malam itu juga. Di tengah pasungan Jono hanya meringkuk sambil terus meracau.

Mendadak sosok suami Srini itu malah muncul lagi. Jono berteriak-teriak histeris hingga akhirnya pingsan.

Kokok ayam jantan yang pertama baru saja terdengar. Sosok hitam itu mengendap-endap ke kandang kambing milik seorang warga. Tangannya menggenggam sebuah botol kaca. Pintu kandang berderit dan membiarkan sosok hitam itu menghampiri Jono yang baru setengah sadar. Tangan sosok hitam itu nampak terangkat. Dia ayunkan botol kaca di tangannya ke kepala Jono kuat-kuat. Jono memekik.

“JAGAAALL…!!!!”

Cerpen yang berjudul "Beling" merupakan sebuah cerita pendek karangan dari seorang penulis dengan nama pena Saw-Truth. Kamu dapat mengikuti Facebook penulis di akun  Faiz Romdhoni.

Posting Komentar untuk "Cerpen Horror - Beling | Saw-Truth"