Cerpen Sedih - Sahabat Tanpa Kata | Eka Suzie
Rambutnya yang hitam legam terurai hingga pundak serta berirama seiring gerak tubuhnya yang lincah, gadis kecil itu sedari tadi mondar mandir seperti setrikaan, semua sudut rumah sudah ia telusuri, tapi gadis kecil itu tidak menemukan apa yang ia cari. Ia lantas mengaruk kepalanya, wajahnya merengut tanda kebingungan dan menyerah.
“Bu, liat kardus mainan Rasya ga?” tanya
rasya sambil berjalan menuju dapur.
“Nggak tuh sayang, sudah Rasya cari
belum?” jawab ibu sambil terus memotong wortel menjadi bentuk dadu.
“Sudah buuu, tapi Rasya gak nemu terus,
aduh gimana donk bu?” rasya merengek.
“Aduh, ibu tanggung lagi masak nih, coba
tanya ayah saja ya” ibu melanjutkan memotong wortelnya.
Rasya cemberut tidak menjawab. Padahal
semalam sebelum mereka pindahan ke rumah baru ini, Rasya sudah memastikan bahwa
dia tidak lupa kalau kardus bekas tv 21 inch itu ayah simpan di bagasi mobil.
Rasya semakin gelisah seperti kehilangan
kardus yang berisi kiloan emas saja, mungkin bagi orang dewasa kardus mainan
itu tidak berharga sama sekali, tapi bagi Rasya yang baru berumur sembilan
tahun, kardus bekas tv 21 inch sudah dia anggap sebagai benda paling penting
selama hidupnya. Isi kardus itu adalah mainan-mainan yang ia koleksi dari mulai
boneka Barbie hadiah dari ayah karena dia dapat ranking pertama, Gamebot hadiah
ulang tahun dari ibu, monopoli, ular tangga, kartu bergambar dragon ball,
kuartet, puzzle, perlatan dokter-dokteran, mainan masak-masakan dan masih
banyak lagi.
Gadis mungil itu kembali mondar-mandir
seperti setrikaan mencari ayah ke seluruh sudut rumah, ke halaman depan dan
belakang, dan sama seperti kardus mainan nya dia tidak menemukan ayah.
hah.. Rasya membuang nafas kelelahan,
lalu menghenyakan tubuhnya ke sofa yang ada di teras rumah, memandang langit
biru cerah dihiasi awan Commulus yang seperti kapas lembut yang mengumpal.
Rasya sejenak melupakan kardusnya, kini
ia sedang melamunkan apa yang akan terjadi di sekolah barunya besok. Siapa yang
akan jadi teman barunya besok, apakah sekolah barunya akan menyenangkan, Rasya
sudah tak sabar menanti kedatangan esok hari.
Tiba-tiba terdengar bunyi-bunyi aneh
dari dalam garasi, Rasya yang sedang melamun tersontak kaget, bunyi-bunyi aneh
itu semakin terdengar jelas dan keras, Rasya lalu memanggil ibu.
“Ada apa lagi sayang?” tanya ibu
“Ayo bu sini… ada bunyi-bunyi aneh dari
garasi kita, coba deh ibu liat” Rasya menarik narik lengan ibunya dan
mengajaknya menuju pintu garasi
Ibu menghampiri dan membuka pintu
garasi, tiba-tiba ada suara seperti geraman yang aneh dari bawah mobil. Ibu dan
Rasya kaget oleh suara itu, Rasya dan ibu ikut ketakutan tapi membungkuk karena
penasaran lalu mengintip ke kolong mobil. Terlihat di sana ada mahluk berbulu
cokelat, mahluk berbulu yang cukup besar. Seekor anjing.
“Anjing siapa itu bu?” tanya ayah yang
baru saja datang dari warung.
“ibu juga gak tau, kok bisa ya masuk
garasi? Masuk lewat mana?”
Ayah dan ibu saling menatap, keheranan.
Rasya masih memeluk kaki ibu, dia ketakutan, katanya Anjing suka mengigit.
“Ayah harus tanya Pak RT dulu, siapa
tahu tetangga kita ada yang kehilangan peliharaannya” ayah bergegas menuju
rumah pak RT.
Tak lama kemudian, Pak RT dan ayah
sampai di rumah, Pak RT pun melihat anjing itu di kolong mobil. Lalu tersenyum,
dari ekspresi pak RT sepertinya dia mengenali anjing itu.
“Ooh, ini mah si Roky” kata Pak RT
sambil tertawa.
“Roky?” Kata ayah, ibu dan Rasya
berbarengan.
“Iya betul, begini pak Dodi, Roky ini
adalah anjingnya yang punya rumah ini dulu” Pak RT menjelaskan.
“Punyanya pak Bagus? begitu?” tanya
Ayah.
Pak RT mengangguk meng-iyakan “Silahkan
saja bapak telepon beliau” katanya lagi.
“Tapi pak, saya masih heran, setahu saya
rumah nya pak Bagus kan agak jauh dari sini, kok anjing nya bisa nyasar ke
sini?” tanya ayah keheranan.
“Roky, anjing hebat” pak RT menjelaskan.
Ayah dan Ibu hanya mengangguk, sambil
ber-ooh bersama. Pak RT pamitan pada tetangga barunya itu dan ayah ibu tak lupa
mengucapkan terima kasih.
Ibu bergegas ke dapur mengeluarkan ayam
gorengnya dan nasi ke atas piring plastik, lalu ibu keluar kembali menuju
garasi dan menyimpan piring tersebut di depan mobil. Anjing cokelat yang
beranama Roky itu pun hanya diam, tapi lama kelamaan dia mengedus sesuatu yang
menurutnya lezat, lalu dengan malu-malu anjing itu merangkak keluar kolong
mobil, dan dengan moncongnya menyantap lahap makan itu. Ibu dan ayah tersenyum
melihat tingkah anjing itu. Tapi Rasya tetap ketakutan, anjing itu cukup besar
dan bulunya lebat berwarna cokelat muda dan putih.
Sore itu, setelah setengah jam bertamu
dan mengbrol, Pak Bagus dan istrinya pamitan pulang dari rumah. Mereka telah
menyelesaikan masalah anjing itu. Lalu ibu menghampiri Rasya yang sedang asik
membaca majalah Bobo.
“Ibu, Anjing nya jadi di bawa pulang?”
Rasya bertanya penasaran.
Ibu hanya tersenyum, lalu mengelus
rambut hitam legam anak satu-satunya itu. “Tidak sayang, Roky akan tinggal di
sini sama kita” kata ibu.
Rasya sedikit kebingungan, melihat
ekspresi anaknya itu ibu pun menjelaskan. Ini bukan pertama kalinya anjing itu
kabur dari rumah dan datang ke rumah ini. Pak Bagus sudah menyerah, melihat
tingkah laku anjingnya yang sekarang suka kabur. Pak Bagus mengira, mungkin
saja Roky hanya ingin tinggal di rumah tempat dia di lahirkan dulu. Sehingga
Pak Bagus memberikan anjing kesayangan mereka pada keluarga Dodi untuk di urus
dan ayah dan ibu pun setuju.
“Jadi kamu sekarang punya peliharaan sayang”
ibu tersenyum lagi.
“Tapi aku takut bu, anjing kan suka
gigit” Rasya meriding ketakutan
Ibu hanya tertawa kecil melihat ekspresi
ketakutan putri semata wayangnya itu. “tenang sayang, Roky anjing jinak.”
Lalu ibu beranjak dari kursi meja makan,
dan menyiapkan makan malam untuk Roky di piring plastik. Ibu pun mengajak Rasya
untuk melihat Roky di garasi, terbaca dari wajah Rasya kalo dia tidak mau
melihat anjing itu, dia takut. Tapi ajakan ibu mana bisa Rasya tolak.
Roky sedang meringkuk di sudut garasi,
anjing itu sedang asik menjilat-jilat kakinya, telinga nya terkulai di atas
kepalanya itu. Ibu memanggil Roky dan menaruh piring di lantai. Anjing itu lalu
menghampiri. Rasya mundur satu langkah dan bersembunyi di balik kaki ibu. Rasya
masih takut.
“Nggak pa-pa kok, sayang” ibu merangkul
putri cantiknya itu.
“Takut bu, takut gigit hiiiiii” Rasya
gemeteran.
Roky terus melahap semua makanan yang
ada di piring plastik itu, tak peduli apa yang sedang di bicarakan dua manusia
di depannya itu.
“Jinak kok sayang, ayo coba pegang” ibu
menarik tangan kiri anaknya itu
Tangan Rasya gemetar, namun akhirnya
Rasya mengelus kepala anjing itu, dan anjing itu diam saja hanya berkonsentrasi
pada makanan yang hampir habis. Bulunya halus, lembut dan tebal, ibu bilang
Roky itu termasuk ras Golden Retriever, Rasya tidak mengerti apa itu ras atau
istilah Golden Retriever yang sulit pengucapanya itu, menurutnya anjing itu
sama saja, mahluk berbulu dan suka menggonggong.
“Tuh, ga pa-pa kan” ibu tersenyum, Rasya
mengangguk dan terus megelus bulu cokelat roky yang lembut dan lebat.
“Roky, mau kan jadi temen Rasya?” ibu
seolah bertanya pada Roky.
“Guk!” Roky menjawab. Rasya terkaget dan
memeluk ibunya. Ibu tertawa lagi melihat ekspresi ketakutan putrinya itu.
“Roky bilang dia mau jadi temen Raysa”
Rasya sedang memilah-milah isi mainan
yang terdapat di kardus tv 21 inch nya itu, dia sedang bosan dengan semua
mainannya karena tidak ada mainan baru. Raysa pun meninggalkan kardus
mainannya, lalu berjalan menuju teras rumah, dan melihat Roky sedang berjemur
di halaman, kupingnya tegak terpasang seperti antena, lidah nya menjulur.
Rasya menghampiri Roky dan
mengelus-elusnya, Roky paling senang kalau sudah di manja seperti ini, apalagi
di ajak bermain atau sekedar jalan-jalan sore. Rasya sudah terbiasa bermain
dengan Roky. Menurutnya, Roky adalah anjing yang cukup pintar dan setia. Setiap
Rasya mau berangkat sekolah, anjing itu selalu mengantarkan nya sampai ujung
jalan, bukan hanya itu, Roky itu anjing yang sangat ramah kepada musuh bebuyutannya,
Kucing. Setiap ada kucing lewat Roky tidak pernah mengejarnya dan
men-cuek-kannya, malah kucing tersebut yang sudah ketakutan jika melihat Roky
sampai bulu mereka berdiri seperti jarum.
Roky akan bersikap galak apabila ada
yang mengganggu tuannya, contohnya seperti melindungi Rasya dari anjing galak
milik tetangga yang berada di ujung jalan, semua anak-anak tetangga yang hendak
berangkat sekolah selalu di kejar oleh anjing galak itu, mereka menjulukinya
anjing Sapi, karena warna nya hitam putih seperti sapi. Tapi Rasya tak pernah
khawatir karena ada Roky yang akan siap bertarung dengan si anjing Sapi itu
bila mengganggunya.
Tiba –tiba Roky beranjak dari halaman
rumah dan berlari menuju pagar menghampiri seseorang, Roky mengonggong dan
meloncat-loncat kegirangan, ekor nya berkibas. Anak laki-laki itu lantas
mengelus Roky. Ia pun seperti bermanja-manja dengan anak laki-laki tak dikenal
itu, mereka tampak akrab. Roky lantas berlari girang menuju taman mengajak
bermain dan seolah berkata “Ayo ikuti aku bermain di taman”
Rasya merasa kesal, siapa anak laki-laki
yang berbadan jangkung dan kurus itu, bermain dengan anjingnya tanpa izin.
“Hey! Jangan Ambil Anjingku!” teriak
Rasya, suaranya galak dan cempreng.
Tetapi anak lelaki itu tak mempedulikan
teriakan Rasya, dia terus berlari mengejar Roky menuju taman, Rasya pun ikut
mengajar mereka.
Sesampainya di taman Rasya melihat Roky
berlari kegirangan mengelilingi taman, anak laki-laki itu melambaikan tangan
kepada Rasya, memberi perintah agar Rasya mendekatinya. Rasya sebenarnya enggan
tapi dia penasaran, lalu menghampiri anak itu.
Anak laki-laki itu memberi Rasya seekor
capung merah, lalu tersenyum manis, anak laki-laki itu berkulit putih dan
berbulu mata lentik. Rasya senang menerima capung pemberiannya itu dan rasa
kesalnya pun hilang.
“Makasih ya, eh nama kamu siapa? Kamu
kenal ama Roky ya?” tanya Rasya.
Anak laki-laki itu hanya tersenyum dan
mengangguk saja sambil bersiap menangkap capung-capung lain yang hinggap di
dedaunan taman itu.
“ihh kok gak di jawab sih, nama kamu
siapa?” tanya nya lagi, dengan suara lebih keras dan cempreng.
Anak itu hanya diam saja sambil
senyum-senyum, seperti tidak mengdengarkan pertanyaan Rasya.
“ihhk kok diem aja sih?” Rasya mulai
kesal.
Tentu saja, anak itu tidak akan
berbicara atau mengobrol karena dia bisu.
Akhirnya Rasya tahu nama anak laki-laki
itu, setelah ia menuliskan namanya di atas tanah. Nama anak itu Arbi. Akhirnya
mereka resmi berkenalan. Ibu bilang Arbi itu anaknya Pak RT yang tempo hari
datang ke rumahnya. Umur Arbi setahun lebih tua dari Rasya dan mereka berbeda
tempat sekolah. Kata ibu, Arbi sekolah di Sekolah luar biasa.
Raysa senang punya teman seperti Arbi.
Dia mengenalkan Rasya pada teman-teman yang lain yang ada di sekitar rumahnya.
Tidak hanya itu, Arbi mengajarkan banyak hal kepada Rasya, seperti bahasa
isyarat menggunakan tangan, belajar membentuk alpabhet dengan tangan untuk
memudahkan mereka berkomunikasi.
Rasya sebenarnya sempat bingung, dia
belum mengerti betul bahwa di dunia ini ada manusia yang tidak bisa berbicara.
Selama ini ia mengira semuanya norma–normal saja, semua orang hampir sama, bisa
berbicara, berjalan dan melihat. Tapi dia tak mau ambil pusing, bagaimanapun
kondisinya Arbi adalah teman yang menyenangkan dan mengasikan baginya.
Akhir-akhir ini Raysa sudah lupa dengan
kardus mainan nya, kini ia asik bermain bersama Arbi dan Roky di taman, mereka
senang berburu serangga, bermain lompat karet, berburu layangan, petak umpet
dan permainan lainnya, tak lupa Roky selalu mengikuti mereka bermain.
Sore itu, Raysa bermain petak umpet
dengan Arbi dan teman-teman tetangga yang lainnya. Bisa di bilang Rasya jagonya
dalam bermain petak umpet, karena badannya yang mungil sehingga dia bisa bersembunyi
di mana saja di tempat yang sempit sekalipun. Namun kali ini Rasya sering
ketahuan karena Roky selalu mengikutinya. ketika Rasya bersembunyi di balik
tong sampah yang cukup besar, dia tetap ketahuan karena ekor Roky terlihat
berkibas-kibas, otomatis teman-teman langsung tahu kalo Rasya bersembunyi di
balik tong sampah itu.
Tidak hanya itu Rasya mulai merasa
terganggu dengan Roky yang selalu mengikutinya bermain, teman-teman yang lain
kecuali Arbi akan protes jika Roky ikut bermain bersama mereka, dan melarang
Rasya dan Arbi bergabung, mereka tidak suka dibuntuti oleh anjing.
Keesokan harinya Rasya mengikat Roky
dengan tali tambang jemuran yang ada di garasi supaya anjing itu tak
mengganggunya bermain. Roky hanya terbaring di garasi dengan leher yang terikat
tali tambang jemuran, sepasang kaki melipat menjadi tumpuan dagu, matanya
terpejam, anjing itu terlihat sedih dan kesepian.
“Dimana Roky?” Ardi bertanya dengan
bahasa isyarat sambil menggerak-gerakan tangan nya.
“Aku ikat di garasi” jawab Rasya singkat
sambir memberi isyarat.
Arbi lalu menarik nafas panjang lalu
meletakan kedua tangan nya di pinggang sambil cemberut dan mengeleng-gelengkan
kepala, itu ekspresi protes terhadap perbuatan Rasya.
“Habis, dia ganggu kita terus sih” Rasya
protes, tidak terima di salahkan.
Arbi lalu mengacungkan jari manisnya
yang artinya itu “Jelek”, lalu ia pergi meninggalkan Rasya dan masuk ke garasi
rumah lalu melepaskan ikatan tali itu dan mengajak Roky bermain ke taman untuk
bermain layangan.
Sudah seminggu Roky tidak pulang ke
rumah, Arbi dan Rasya sudah mencarinya ke mana-mana. Ayah dan ibu pun sama
mencari dan menanyakan kepada Pak Bagus pemilik Roky sebelumnya tapi hasilnya
nihil, Roky belum saja di temukan. Di komplek perumahan itu memang sedang marak
pencurian anjing, satu persatu anjing tetangga banyak yang hilang, termasuk
anjing Sapi yang galak itu pun ikut menghilang. Sepulang sekolah Rasya selalu
menanti anjing itu pulang, ia merasa rindu dengan Roky sudah lama anjing itu
tak mengantarnya dan menjemput di ujung jalan saat pergi dan pulang sekolah.
Sore itu Rasya pergi ke taman tempat dia
biasanya bermain, Rasya diam-diam menangis sendirian, dia menangis karena sedih
setelah menonton Air Bud di tv yang membuatnya teringat Roky anjingnya yang
pintar itu. Sudah hampir sebulan Roky tidak di temukan, Rasya khwatir apakah
anjing itu baik-baik saja, Apakah sekarang dia punya majikan baru?. Penyesalan
membuncah di hati Rasya karena pernah memperlakukan Roky dengan tidak baik,
mungkin Roky membenci nya lalu kabur dan mencari majikan baru, mengingat itu
isak tangis Rasya semakin terdengar cukup keras.
Seseorang menghampirinya. Arbi
menemaninya menangis di taman. Arbi memberinya capung berwarna orange kali ini.
Sambil masih terisak, Rasya menerimanya. Arbi menggerakan kedua tangan nya dan
sedikit mengeluarkan suara seolah bertanya “Kenapa kamu mengangis?”
“Aku ingat Roky, Pasti Roky membenciku
lalu dia kabur” ucap Rasya sembari terisak.
“Jangan nangis lagi. Dia tidak
membencimu dia menyayangimu” Arbi memberi isyarat lagi.
“Bagaimana kamu tau?” Tanya Rasya sambil
menggerakan tangannya juga.
“Roky bilang begitu padaku” Arbi
tersenyum.
“Dia kan tak bisa bahasa manusia?” kata
Rasya keheranan
“Karena kami sama-sama tidak bisa
bicara, makanya aku mengerti” Arbi tersenyum lagi dan merangkul pundak Rasya
yang berbadan kecil itu. Arbi menepuk-nepuk dada nya seolah berkata “jangan
sedih, Ada aku di sini”
Raysa kini berhenti menangis dan merasa
lebih tenang. Rasya melihat Arbi adalah sahabat dengan beribu-ribu kelebihan,
dia akan selalu menjaga dan menyayangi sahabat yang selalu ada disampingnya
itu, Rasya berjanji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama dan akan selalu
berharap Roky kembali menemuinya dan mengajaknya berburu serangga di taman ini.
Di umur nya yang masih sangat muda, gadis kecil itu diajarkan untuk saling
menyayangi sesama mahluk Tuhan, saling menghargai dan menerima
ketidaksempurnaan.
“Ketika kehilangan disitulah kita baru
sadar kita sangat menyayanginya”
Cerpen yang berjudul "Sahabat Tanpa Kata" ini merupakan sebuah karangan dari seorang penulis dengan nama pena Eka Suzie. Kamu dapat mengikuti penulis melalui blog berikut: mricecreamblog.wordpress.com
Posting Komentar untuk "Cerpen Sedih - Sahabat Tanpa Kata | Eka Suzie"