Cerpen Cinta - Leaving You | Rusyda Andini
Kamu tahu, ada hal yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya dan sekarang aku harus melakukannya. Ya. Leaving you, meninggalkanmu, melepasmu, atau entah menggunakan bahasa apa lagi yang pada intinya sama, tidak bersama denganmu, tidak mengingatmu lagi.
“Makasih ya mas udah dianterin sampai
kostan.” Ucap laras sambil tersenyum pada Bimo.
“Iya sama-sama lagian mas mau sekalian
ketemu sama salsa.” Jawab bimo sambil melepas helmnya.
Aku hanya bisa melihat mereka dari balik
jendela, meyakinkan hatiku kalau bimo dan laras sama sekali tidak ada hubungan
apa-apa. Ya bimo dan laras hanya sebatas senior dan junior di Eskul Basket.
Semoga, tak lebih.
“Sa..” panggil Ike dari arah belakang.
“Eh kamu ke, kenapa?” tanyaku sambil
menutup gorden dan berbalik ke arah ike.
“Are you ok..?” tanyanya khawatir seolah
melihat kecemasan di raut wajahku.
“Iya aku baik-baik aja kok.” Jawabku
lirih.
“Itu ada Bimo di depan, katanya mau
ketemu kamu.” Ucapnya masih dengan nada khawatir.
“Iya makasih ke,” timpalku dengan senyum
tipis berharap dapat menghapus kekhawatiran ike atas hubunganku dengan bimo
yang mulai rumit. Aku bergegas ke depan menemui bimo.
“Tuh mba salsanya udah dateng, aku ke
dalam dulu ya.” Pamit laras saat melihatku keluar, masih dengan senyum manjanya
ke arah bimo. Ku lihat bimo hanya tersenyum sambil mengangguk.
“Hai sa,” sapanya pendek, tanpa senyum.
Aku terdiam, berat rasanya untuk
mengeluarkan suara. Sambutan bimo akhir-akhir ini begitu dingin dan kaku. Beda
sekali saat dia bersama laras, tersenyum dan sesekali bercanda terlihat begitu
akrab.
“Kamu kenapa sih kok jadi aneh gini?
Kaku, dingin.” Bimo mengerutkan dahi.
Deg! aku merasa tersudut dengan
ucapannya itu. Kenapa dia malah menghakimiku? Seolah diamku ini tanpa alasan.
Kenapa dia sama sekali tak merasa bersalah atas kedekatannya dengan laras yang
kian hari kian menyakitkanku? Seolah itu hal wajar yang harus ku maklumi?
“Kalau ada masalah cerita dong jangan
malah diam gini, kamu kenapa?!” tanyanya dengan nada yang meninggi.
Aku semakin merasa tak nyaman. Rasanya percuma
kalau aku mengutarakan apa yang ku rasa pada bimo saat ini. Ia tak akan
mengerti, yang ada dia malah menyalahkanku dan menganggapku kekanak-kanakan.
Saat aku dan bimo terdiam dari arah
pintu tampak laras yang baru saja selesai mandi datang membawakan segelas air
minum.
“Permisi, maaf ganggu aku cuma mau
nganterin minum buat mas bimo. Pasti haus dari tadi belum minum.” Ucapnya riang
sembari memberikan gelas itu ke bimo, dan lagi bimo tersenyum ke arahnya.
Mungkin akan mudah menerima jika ini
kali pertamanya bimo mengantar laras kekostan dengan alasan ingin sekalian
bertemu denganku. Mungkin akan mudah menerima jika ini kali pertama bimo bolos
rapat OSIS dengan alasan ada latihan eskul basket. Tapi ini sudah kesekalian
kalinya. Dan sebanyak itu pula bimo selalu menyalahkanku karena sikap diamku
setiap kali bertemu dengannya.
“Salsa!” panggil ike lantang dari arah
pintu ruangan OSIS tempat kita berada saat itu.
“Kenapa ke?” tanyaku lirih dengan tangan
masih terus menegtik di atas keyboard komputer yang ada di pojok ruangan osis.
“Sini deh, liat!” pintanya memanggilku
lagi seraya menunjuk sesuatu ke arah luar ruangan.
Aku pun beranjak dari kursiku, berjalan
mendekati ike dan mengalihkan pandangan ke arah yang di tunjuknya.
“Si bimo gak rapat OSIS karena ada
latihan basket kan katanya? Tuh lapangan basket kosong, trus tuh anak latihan
di mana? 2 tahun aku sekolah di sini kayaknya lapangan basket cuma satu ini
deh” jelas ike panjang lebar.
Aku terdiam. Benar lapangan basket
kosong, itu artinya Bimo berbohong padaku, pada pengurus OSIS lainnya. Aku
menghela nafas panjang dan kembali duduk di kursiku tadi. Ike mengikuti
langkahku.
“Bimo pasti lagi bareng laras. Dasar
cowok!!!” umpat ike dengan nada sedikit tinggi membuat teman-teman lain yang
sedari tadi sibuk dengan urusannya menengok ke arah kita.
“Udah lah sa, cowok kaya gitu ngapain
dipertahankan sih?! Apa karena dia orang kaya yang bisa ngebeliin semua barang
yang kamu mau?! Yang selalu ngaterin kamu dengan motor bagusnya itu?! Ayolah
sa, masih banyak cowok lain yang ngantri mau jadi pacar kamu, yang bisa
ngertiin dan ngejaga perasaan kamu. Bukan kaya bimo, anak orang kaya yang
manja, yang cuma numpang tenar sama posisi kamu sekarang. Kalau dia bukan pacar
kamu mana ada sih orang yang kenal dia!!!” jelas ike panjang lebar
menyadarkanku.
Ya mungkin selama ini aku terlalu baik
sama bimo. Aku juga tak pernah bisa marah lama, apa lagi bersikap tegas dan
menunjukan sikap tidak suka atas sikapnya itu, karena setiap kali aku marah
bimo mendadak berubah menjadi baik dan perhatian. Dan itu meluluhkan ku.
Selalu. Tapi aku juga gak mau terus menerus merasakan rasa sakit ini. Rasa
sakit yang sama.
“Baiklah sepertinya aku harus mengakhiri
rasa sakitku ini.” Ucapku yakin. Kemudian berjalan meninggalkan ruangan OSIS.
“Sa! mau kemana? Kamu gak akan nekad
bunuh diri cuma gara-gara sakit hati kan?” sergah ike setengah berteriak
melihatku beranjak dari ruangan.
“Tenang, aku gak sebodoh itu kok,”
timpalku sambil tersenyum dan kembali berjalan menuju suatu tempat. Tempat di
mana bimo biasa berada kalau bolos rapat atau bolos saat jam pelajaran
berlangsung. Kedai Coffe. Letaknya tepat di sebrang sekolah ini.
“Salsa, kok kamu ada di sini? Bukannya
lagi rapat?” ucap bimo terkejut melihat kedatanganku.
“Ras, aku pinjam bimonya sebentar ya,”
izinku pada laras tanpa menjawab pertannyaan bimo.
“oh i.. i.. iya mbak, silahkan.”
Jawabnya sedikit gagap. Entah karena merasa bersalah atau segan, atau entahlah
aku sendiri tak tau.
Aku berjalan ke luar duduk di sebuah
kursi yang ada di sana, bimo mengikuti langkahku.
“Lama juga ya kita gak ke sini, padahal
waktu kelas satu dulu hampir setiap hari kita mampir ke sini tiap kali pulang
sekolah” kenangku dengan nada lirih.
“Sekarang kamunya sibuk.” Ucap bimo
halus sambil melihat ke arahku.
Ah, tatapan ini, jangan sampai
meluluhkan ku lagi. Ayo sa, kali ini kamu harus tegas.
“Benar katamu, sekarang aku sibuk. Sibuk
berorganisasi sampai tidak punya waktu untukmu. Kamu ke mana-mana jadi sendiri.
Dan aku gak mau itu. Aku gak mau menghalangi kamu untuk jalan dengan siapapun
saat aku gak bisa menemanimu. Aku maunya kamu bisa enjoy jalan dengan siapapun
tanpa harus merasa tidak enak karena aku pacarmu. Tanpa harus
bersembunyi-sembunyi seperti ini.” Ungkapaku panjang lebar dengan suara yang
sedikit tertahan, ku gigit bibir bawahku erat-erat, tangisku hampir pecah.
“Maksud kamu?” bimo terperangah
mendengar penjelasanku.
“Bimo, terima kasih sudah pernah ada.
Terima kasih sudah memberi banyak tawa. Terima kasih sudah menaruh puluhan giga
byte memori ke hard disk kepalaku. Aku tidak pernah harus berpura-pura menjadi
orang lain ketika bersamamu. Tapi hubungan kita harus sampai di sini. Maafin
aku bimo.” Pungkasku sambil berjalan meninggalkan bimo yang masih terpaku di
tempatnya, kali ini tangisku pecah. tapi aku lega. Lega karena telah berani
mengeluarkan semua uneg-uneg yang aku rasakan saat ini. Sekarang aku sadar,
ternyata bertahan denganmu tidak membuatku jauh lebih baik, karena itu aku
melepaskanmu.
Cerpen yang berjudul "Leaving You" ini merupakan sebuah karangan dari seorang penulis dengan nama pena Rusyda Andini. Kamu dapat mengikuti penulis melalui blog berikut: http: //thejombies.blogspot.com/
Posting Komentar untuk "Cerpen Cinta - Leaving You | Rusyda Andini"