Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cerpen Cinta - Samudera Di Tanah Batak | Dina Agustina

samudera di tanah batak

Seorang gadis berbadan tinggi sedikit berisi yang sedang berdiri di perempatan simpang, di depan universitas simalungun dengan seragam putih abu-abu nya dengan rambut di gerai. Sebut saja dia Adina adrian seorang siswi kelas 12 SMAN 4 Pematang siantar, sumatera utara. sebuah sekolah unggulan di P. siantar. Rumahnya cukup jauh dari sekolah, dia senang bepergian dengan angkutan umum, meskipun banyak yang tidak betah dengan angkutan umum karena asap rokok, dan lain sebagainya.

Dia juga baru 2 tahun setengah tinggal di Siantar, dari kecil dia tinggal di bengkulu karena kesibukan orang tuanya pindah tugas. ketika SMA dia memilih untuk melanjutkan sekolahnya di pematang siantar kampung halaman papa nya sendiri. Belum lama ini papa nya mendapat pindah tugas di pematang siantar sehingga mereka bisa berkumpul kembali.

“kau siswi SMAN 4?” tiba-tiba seseorang mengejutkannya.

“iya aku siswi SMAN 4, kenapa rupanya?” balas dina.

“aku Cuma nanya aja sih, soalnya terus ku lihat kau di sini”. kata perempuan itu dengan logat bataknya.

sepertinya si penanya ini batak asli sekali. nada bicaranya tinggi padahal belum tentu dia orang jahat.

Belum sempat dina menyambung kalimat si penanya tadi bus yang akan ditumpanginya telah datang, dina segera menaiki bus tersebut, dan meninggalkan si penanya begitu saja.

“pinggir bang!”, sahut dina kepada si supir bus.

”lama amat piginya dek?”, kata si supir yang sudah lumayan hafal dengan dina karena sering menaiki busnya atau bisa di bilang udah langganan.

“iya aku banyak PR bang”, jawab dina singkat.

dina segera menjauh dari angkot itu kemudian mencari jalan untuk menyebrang. Seperti biasa selalu berhenti di depan GOR dan setiap kali berhenti di situ banyak anak-anak preman, tapi untung saja setiap pagi ramai di situ anak SMAN 4 beramai-ramai untuk menyebrang. Jalan merdeka memang selalu padat karena memang jalan itu merupakan lalu lintas yang besar di P. siantar dan SMAN 4 terdapat di antara perimpitan antara jalan merdeka dan sutomo.

“sialan, bakalan terlambat ini!”, keluh dina yang hampir sampai di gerbang sekolahnya. seperti biasa hal yang di lakukan kalau terlambat jalan jongkok dan kutip sampah keliling seluruh sekolah. Itu melelahkan dan uda entah keberapa kali nya dina terlambat.

“pak, pak buka dong tolong hari ini ada ujian loh, masa tega?”, dina memohon-mohon kepada pak satpam. tapi alhasil usahanya sia-sia, dia tetap terlambat dan pak satpam tetap menidakkan kemauannya. Dia membalikkan badannya dan menghembuskan nafasnya bukti kekecewannya terhadap satpam itu.

Cowo ini dari pertama aku terlambat kayaknya ngikut terus deh, dia melihat seorang cowo yang ada di sampingnya yang juga memperhatikannya. saling pandang namun tak saling sapa, dan tak saling memulai.

Setelah menerima hukuman, akhirnya dina masuk ke kelas dengan cucuran keringat. tanpa di sadari dia berjalan berbarengan dengan 2 orang cowo yang tadi juga terlambat. cowo ini asik berbincang-bincang sepertinya mereka sedang menertawakan dina. Tapi dina tidak peduli, dia hanya peduli pada minumannya dan berlari-lari kecil menuju kelas untuk melanjutkan jam pelajarannya yang hampir tertinggal 1 jam itu, padahal dina sempet pengen deket sama cowo yang suka tersenyum padanya itu, tapi karena kelihatnnya mereka menertwakannya, dia urungkan niatnya untuk menyapa lebih dulu.

“ah! capek aku bujuk-bujuk bapak itu tadi!”, kesal dina pada teman dekatnya rifa.

mereka sedang makan di kantin pada istirahat pertama.

”kamu sih, ngapain aja terlambat?”.

”iya, tadi malam aku keasikan online, keasikan main game.”, kata dina sambil menggarukkan kepalanya yang ga gatal sama sekali.

“di kelas aku tadi juga ada yang terlambat, memang sih rumahnya lumayan jauh.”

“siapa? tadi kita Cuma 3 orang yang terlambat aku cewe sendiri.”

“itu tuh namanya Jihan samudra, orangnya item tapi ga item kali lah.”

“oh aku ga inget tuh, soalnya tadi mikirin gimana biar dapet gerbang sih!”

Setelah dina dan rifa menghabiskan waktu di kantin akhirnya bel memanggil agar masuk ke kelas masing-masing. dina kelas ilmu pengetahuan alam sedangkan angrih adalah kelas ilmu sosial, jelas saja angrih lebih jago berbicara dari pada dina, apalagi soal hati.

“ga mau nganterin aku sampe kelas nih?”, sahut angrih.

“ah, ngapain?”

“biar kamu tau yang namanya jihan.”

“dih apaaan gitu aja, ga penting!”

“yakin ga mau? entar nyesal loh”

“aku anterin deh, tapi bukan mau lihat cowo yang kamu maksud ya!”

“ngeles, awas jatuh cinta kalau ketemu ya”, goda rifa pada dina.

Aku sedang jatuh cinta dengan seseorang yang sama sekali belum kukenal sosoknya, bagaimana mau lanjut jatuh cinta dengan yang lain? sedangkan jatuh cinta sama yang ini aja ribet, suka kasih senyuman padahal palsu.

Sesampainya di pintu kelas rifa, tiba-tiba seseorang menyenggolnya di sengaja atu tidak sengaja entahlah. kemudian orang itu menatapnya dalam-dalam seperti ada yang ingin dikatakannya. dina tidak ambil pusing, dia hanya menatapnya sebentar lalu bergeser dari hadapannya kemudian dia menyapa orang-orang yang ada di kelas itu yang kebetulan teman-temannya juga sebelum penentuan jurusan ketika naik ke kelas 11.

“udah tau yang namanya jihan?”, bisik rifa tiba-tiba di depan pintu kelasnya.

“belum, ngapain sih? aku Cuma mau nganterin kamu aja kok bukan mau liat-liat cowo.”

Setelah menghindar dari rifa, dina langsung menggerakkan badannya untuk kembali ke kelasnya. entah apa yang membuat dina malas berbicara tentang cowo kepada sahabatnya itu.

Baru saja memulai langkahnya, dina di berhentikan seorang cowo yang tadi menatapnya dalam-dalam seperti ada yang ingin dikatakannya. jelas saja dina langsung melihat papan namanya dan ternyata namanya adalah “jihan samudra siregar”. inikan yang terlambat selama ini barengan terus sama aku dan ini cowo yang di ceritain angrih dari tadi, batin dina.

“yang terlambat tadi kan?”

“iya, kenapa?”

“hem dari tadi mau ngomong sama kamu kok susah ya. aku Cuma mau ngasih tau kalo tadi botol minum kamu ketinggalan di pos satpam, jadi aku bawa aja. nih.”

“ya ampun aku lupa maaf ya ngerepotin, makasih banyak ya.” dengan rasa malu dia langsung tak menatap jihan lagi.

“iya sama-sama, namanya siapa?”

“dina.”, jawabnya singkat dan langsung meninggalkan jihan.

Entah ada angin apa dina jadi canggung berbicara dengan sosok ini, apalagi dia sempat salah tingkah karena malu kalau dari tadi dia menghindar dari cowo itu padahal ada sesuatu kepentingannya yang harus di sampaikan jihan.

Malamnya dina masih mengingat kejadian tadi di sekolah, rasa malu karena salah tingkah membuatnya ingin memakan botol minumnya itu. kalau besok jumpa dia tak tahu harus pasang wajah seperti apa, senyum, tunduk, atau mentapnya saja? Dan bagaimana jika angrih tau kejadian ini? dia pasti hanya katakan “awas jatuh cinta” padahal aku udah jatuh cinta diluan.

Iseng-iseng dina melihat daftar chat facebooknya, yap dina menjumpai nama anak kelas ips itu tadi. tak lama kemudian ternyata si batak itu mengirim chat pada dina. awalnya dia hanya bertanya tentang acara osis cup sekolah, lama kelamaan cerita jadi panjang dan anehnya dina jadi senyum-senyum sendiri di kamarnya. apakah aku akan jatuh cinta dengan si batak itu? rasanya baru sebentar saling bertatap, secepat apakah nantinya?

Keesokan harinya sepulang sekolah, sembari menunggu temannya dina duduk dibawah pohon cerry yang menghadap kelapangan futsal. baru ia sadari ternyata jihan berada di lapangan futsal itu. dina semakin menatapnya, lalu dia senyum-senyum sendiri. entah apa yang membutnya jadi senyum sendiri melihat sosok itu sedang bermain futsal. sedang asik menatap, tiba-tiba jihan keluar dari lapangan futsal kemudian berjalan kearahnya. cepat-cepat dina menyembunyikan pandangannya. ternyata jihan ingin duduk disampingnya, dengan keringat bercucuran jihan mengajak dina bicara.

“eh, lihat gina gak?”

“enggak, ini aku lagi nungguin.”

“tadi dicariin angrih, kalau liat suruh ke kelas aku.”

“iya, kalau liat ya soalnya aku juga lagi nungguin dia dicariin juga ga keliatan.”

“pantesan sendiri aja.”, singkat jihan dan langsung berbalik badan.

Angin berlalu begitu saja, sama seperti percakapan singkat ini berlalu begitu saja. berbicara tapi tak saling menatap. di sela-sela pembicaraan tadi yang ada hanya dina coba-coba curi pandang karena duduknya bersampingan. lelaki batak itu tak tak tau bahwa orang yang dari tadi berbicara dengannya memiliki genjatan hebat di dalam hatinya saat berbicara dengannya.

Setelah lama duduk bersampingan tanpa kata, tanpa memandang dan perasaan seperti butir-butir kerikil yang akan di buat suatu bangunan yang menghasilkan pondasi yang sangat kuat akhirnya temannya datang.

“udah lama nunggu?”, tanya rifa sedikit mengejek dan mengedipkan matanya ke arah dina.

Tanpa menghiraukan yang membuatnya diam tanpa kata tadi, dia langsung menarik rifa jauh-jauh dari pohon cerry itu. jihan menatapnya heran, namun dina tidak peduli. dina cepat-cepat berjalan menggandeng angrih menuju halte bus di depan sekolah. “tau sesuatu ga?”, kali ini angrih bener-bener menatap dina. dina seperti ingin mengungkapkan sesuatu yang memalukan. “tadi aku di ajak ngobrol sama jihan, tapi aku ga natap dia, aku takut…”, tiba-tiba suara dina merendah. “boleh ga jatuh cinta secepat ini?”. rifa hanya menatapnya perlahan lalu tersenyum kemudian dia menoleh ke arah jihan.

“kamu suka orang batak?”

“suka sekali, selagi dia seiman denganku itu wajar aja.”

“dia item, dia juga bandel, lalu apa yang membuatmu suka padanya?”

“senyumnya…”

“hanya dengan dia memberi senyum padamu, kau terpesona?”

“ya, dia ga Cuma sekali melontarkan senyumnya sama aku tapi berkali-kali selama kami di hukum bareng, dan yang paling penting selama aku suka ke kelasmu.”

“lalu?”

“lalu aku sekarang sadar bener-bener jatuh cinta sama jihan samudra siregar.”

“dulu ga pengen tau orangnya sama sekali, sekarang kok malah jatuh cinta?”

“dulu aku ga pernah tau kalo itu namanya jihan, karena aku sering kekelasmu aku jadi tau sebenernya siapa yang aku sukai selama ini.”

Rifa tersenyum mendengar jawaban dari sahabatnya itu. siapa yang akan mengira sama siapa dia akan jatuh cinta? cinta itu datang karena terbiasa. ya karena dina terbiasa datang ke kelas nya, tanpa ada yang tau kecuali dirinya bahwa dia udah bener-bener jatuh cinta dengan cowo batak itu yang selama ini dina ga pernah tau bahwa lelaki yang disukainya adalah lelaki yang ingin sekali ditunjukkan rifa.

Semenjak kejadian itu dina jadi terbiasa membuka facebook, dia hanya berusaha sabar karena menunggu chat dari si batak yang telah membuatnya gila itu. Sekali lihat dia tak muncul, dua kali dia tak juga muncul, dan akhirnya ketiga kali dia muncul di daftar chat dan dia sepertinya tidak memberi kode sedikit pun kepada dina. Nekat, dina mengirim chat lebih dulu kepada jihan. entah apalah yang bisa dibahas agar obrolan itu terjalin dengan terbiasa.

Satu hal yang paling mengejutkan, tiba-tiba jihan nanya “uda punya pacar mbak?”, jelas saja dina semakin salah tingkah tak karuan, dia menggigit jarinya dan membulatkan matanya sebulat-bulatnya apakah dia salah baca. tak sungkan-sungkan dia menanya balik pada jihan dan jawaban kami sama, kami sama-sama single. Tidak tahu persis apakah dia memang bener-bener memiliki perasaan yang sama pada dina atau dia hanya ingin membuat dina terbang kemudian dijatuhkan gitu aja?

Hari ini pulang sekolah dipercepat karena ada rapat guru. Ini kesempatan anak-anak berlama-lama main di sekolah, misalanya sambil mengunakan wifi sekolah dan ada juga yang menonton futsal.

Dina memilih nonton futsal meskipun sendirian. tiba-tiba pandangannya tertuju pada jihan, ternyata mereka bersampingan dan sama-sama penonton di situ. curi-curi pandang pun terjadi ketika bola memasuki gawang, jihan sibuk dengan teriakannya dengan teman-temannya, sementara dina sibuk curi pandang ke arah jihan. sayangnya jihan tak pernah memberi respon sedikitpun, arti menatap berlama-lama bukankah ingin di tatap balik?

“din, ngapain dari tadi di sini sendirian, cewe sendiri lagi?”, tanya gani yang tiba-tiba memberhentikan pandangannya ke arah jihan. “eh gani, aku Cuma pengen liat aja kok soalanya lagi ga ada kerjaan tadi. sekarang aku bosen ni, aku balik dulu ya!”, shadrak yang sebenarnya tau kalau tujuan dina tadi bukan hanya sekedar menonton tapi karena sesuatu dia hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya.

Setelah menonton futsal akhirnya dina memilih wifi-an di taman sekolahnya.

“sendirian aja?”, tiba-tiba angrih datang menghampirinya.

“iya, ga niat nemenin?”

“niat kok, tenang ajalah. tadi aku lagi ada urusan jadi baru sempat sekarang sorry lah.”

“iya deh. eh terus tasmu mana?”

“astaga aku lupa, tinggal di kantin. sebentar ya tungguin ya.” Rifa langsung bergegas meninggalkan dina kembali, dan ya akhirnya dina sendirian lagi. disampingnya ada temen sebelah kelasnya yang juga lagi menggunakan wifi. jadi dina tidak terlalu sepi. Di saat-saat sendiri begini, dia iseng membuat biodata twitter nya menjadi sesuatu yang absurd : “sedalam-dalamnya sumur, lebih dalam lagi lautan samudra”. yap samudra itu di ambil dari nama belakang jihan sebelum marga. dikesendirian itu dia hanya mengingat-ingat wajah jihan saat di lapangan futsal tadi sehingga menghasilkan inspirasi seperti itu. tiba-tiba sosok itu lewat dan sedikitpun jihan tak memperhatikan dina. kedua kali nya lagi jihan lewat ya masih tidak memperhatikan dina, sepertinya dia memang pemberi harapan palsu. Ketiga kalinya jihan lewat tanpa dina sadari dia melontarkan senyum pada dina, senyum kali ini sungguh lama, dia berjalan sambil mengunjukkan giginya pada dina, hingga telah lewat dihadapan dina dia tetap memutarkan badannya untuk terus senyum pada dina. ini tidak seperti biasanya, biasanya jihan hanya tersenyum tipis lalu berlalu begitu saja.

“fan! aku di senyumin fan!”, setelah jihan lewat dina malah memeluk fany dan teriak sekuat mungkin. fany hanya bisa cengar-cengir melihat teman tetangganya itu.

“oh jadi itu yang disukain selama ini?”

“yap.”

“ha ha ha ha batak ya? selera batak niyeee. itu marganya siregar kan?”

“justru karena dia batak aku suka. iya kok tau?”

“ehem. good luck pokoknya buatmu.”

Dina hanya menggelengkan kepalanya menandakan iya kemudian dia kembali senyum-senyum sendiri. tak lama kemudian angrih datang.

“kenapa senyum-senyum gitu?”

“tadi disenyumi jihan…”

“kyaaa perkara disenyumi aja? buaknnya udah biasa ya?”

“iya dulu biasa aja, saat ini beda.”

“katamu dia pemberi harapan palsu, kok masih berharap?”

“apaan sih, seneng aja ga boleh apa?”

“ha ha ha boleh kok. tadi aku jumpa putri di kantin dan aku di suruh nyampein ke kamu nanti malem datang ke pesta 17 tahunannya, kalo mau kayanya kita pigi samaan aja deh. mau?”

“hem kayanya aku bisa dateng tapi ga bareng gapapa kan? jam berapa gerak?”

“ya uda lah kita ketemu di alun-alun kota aja yah, soalnya kan lokasinya di deket situ. jam 8 ketemu di situ ya.”

“oke. btw, jihan di undang juga?”

“lihat aja nanti, dateng aja nanti biar tau dia dateng atau enggak.”

“kok gitu?”

“ga usah banyak tanya deh… dateng aja dandan yang cantik.”

Dandan yang cantik? apa ini yang namanya harapan asli?, Batin dina.

Malamnya, dina meminta untuk di antar sama papanya. karena dia meras canggung kalau udah berdandan cantik seperti itu harus membawa kendaraan sendiri.

Di alun-alun kota dina bertemu dengan angrih. malam ini mereka merasa seperti cinderella.

“uda mulai acaranya?

“kayanya udah. yuk kita ke sana.”

“sebentar… jihan ada di sana?”

“ya ampun, liat aja sendiri nanti di sana. kita sekarang gerak aja ke sana.”

Dina mengikuti kata-kata sahabatnya itu. mereka mulai berjalan menuju lokasi, perasaan dina mulai acuh tak acuh. dia tak tau harus senang atau apalah.

Memasuki pintu cafe, perasaan dina semakin dihantui perasaan ngeri, entah apa yang membuatnya seperti itu.

Belum lama dia memasuki cafe, tiba-tiba pandangannya tertuju dengan salah satu sosok yang didambakannya, ya itu si batak!

Tapi… siapa cewe yang di sampingnya itu? sepertinya mereka akrab sekali seperti sepasang kekasih. apakah ini yang ingin ditunjukkan angrih sama aku?

Perlahan dina mulai mengundurkan dirinya dari keramaian itu, angrih pun sudah tidak terlihat lagi.

Kenapa rifa tega? kenapa rifa menyuruhku berdandan cantik?

Semakin lama dina memperhatikan mereka akhirnya dina memilih untuk pulang lebih dulu. tanpa pamit dengan siapapun dia pun keluar dari cafe itu. perlahan air matanya menetes. kupikir setelah aku patah hati karena cinta kandas di bengkulu, kota kecil ini akan membawaku cinta yang indah, ternyata dugaanku salah.

Jam menunjukkan pukul 21. 00, dina lebih memilih makan jagung bakar sendirian di pinggir jalan di depan kantor walikota dari pada dia harus berpura-pura tegar di depan semua orang di dalam cafe itu.

“kok matanya bengkak dek? abis nangis ya?”, tanya ibu penjual jagung itu.

“enggak kok bu. jagungnya tambah satu lagi ya bu!”

Tiba-tiba seorang perempuan yang mungkin anak si ibu penjual jagung itu menghamprinya.

“dek cantik-cantik kok nangis kau, sampe bengkak gitu mata kau nampaknya. cewe cantik ga perlu nangis kalau gara-gara laki-laki, masih banyak yang mau sama kau selo aja kau di situ”

Inikan orang yang hari itu nyamperin aku waktu nunggu angkot? kenapa dia selalu ada saat awal hingga akhir aku merasakan dari yang namanya bahagia ke galau?

Malam semakin larut, tapi hati takan bisa berubah menjadi tenang dalam sekejap, orang-orang di cafe sana tertawa bahagia sedangkan dina hanya diam di pinggir jalan dengan lampu kelap-kelip dan lalu lintas kota yang telah menyepi menjelang larut malam. Air mata terus membasahi pipinya, dia tak habis fikir kalau orang yang diharapkannya selama ini hanya akan menancapkan luka sedalam ini, dan sahabatnya yang di kira akan menjaga perasaannya ternyata tidak seperti yang dina bayangkan.

Sepi, sendiri, hanya ditemani jagung bakar dan bintang di pinggir jalan itu. perlahan dia mulai membuang jauh-jauh bayangan jihan dengan menghabiskan jagung 5 biji.

“kok sendirian aja?”, tiba-tiba seorang lelaki berkulit item dan bersenyum manis itu menghampirinya dan duduk disebelahnya.

Jihan?

Sambil menghapus air matanya, dina hanya menatapnya sebentar lalu tersenyum.

“baru nangis? nangis kenapa?”

“aku ga nangis kok, Cuma sedih aja.”

“sedih kenapa? gara-gara aku?”, jihan seolah mengejek dina.

“ih aku ga pernah nangis gara-gara kamu!”, dina berusaha menyembunyikan perasaannya.

“hem ya uda deh… kamu suka dengan orang batak?”

Tiba-tiba terhening, kemudian dina menatap jihan dan berkata, “beberapa menit yang lalu aku sangat suka tapi sekarang aku benci.”

“si batak juga suka sama kamu.”

Kali ini dina bener-bener di buat nyengir oleh perkataan jihan. “kamu tau apa sih?!”, sentak dina.

“aku tau… sedalam-dalamnya sumur lebih dalam lagi lautan samudra.”

“itukan…”

“biodata twitter kamu.”

Kali ini dina bener-bener serius dengan apa yang di katakan jihan dari awal hingga akhir ini, sepertinya dia tau sesuatu yang tidak dina ketahui.

“kamu tau dari mana soal itu?”

“kamu tau dari mana juga kalau aku ga suka sama kamu? hanya melihatku akrab dengan cewe lain kamu langsung beranggapan seperti itu?”

“kamu ga pernah kasih aku kesempatan ngobrol lebih sama aku. kalo ketemu Cuma saling tatap, lalu senyum lalu…”

“tak saling bicara? artinya ada cinta.”

Kali ini dina bener-bener di buat terdiam oleh jihan.

“kamu ingat awal kita ketemu waktu di hukum? itu pandangan pertama buat aku. hari kedua aku semakin yakin pada perasaanku, aku memiliki letak kenyamanan kalo di dekatmu. setelah itu sebenarnya aku ga pernah terlambat, karena pengen deketin kamu, aku jadi sengajain buat terlambat.”

“terus kenapa kalo jumpa aku sok cuek?”

“cuek gimana? aku memang gitu. buktinya aku bisa tau tentang twitter kamu, bisa tau sebutan aku untuk kamu, dan kamu pernah kan sok-sok ikutan nonton futsal kan?”

Lah ini kenapa jihan tau semua? aku kan jadi malu duh.

“wah kayanya kamu tau semua, bantuan siapa sih?”

“rifa.”, sahut jihan sambil tertawa.

“jadi selama ini kalin kerja sama? jadi ini semua udah direncanain?”

“ga usah nyolot gitu nanya nya.”

“jadi…”

“iya seperti yang dikatakan rifa, cinta itu datang karena terbiasa. karena aku terbiasa terlamabat jadi cinta itu datang sama aku…”

Kali ini dina sungguh tidak bisa pungkiri perasaannya. Jihan menatap dina dengan mantap kemudian dia menggenggam tangannya. sekarang Aku merasakan yang namanya cinta, batin dina.

Jam menunjukkan pukul 23. 00, di pinggiran jalan itu hanya ada lampu lalu lintas, angin malam, jagung bakar dan cinta..

Cerpen yang berjudul "Samudera Di Tanah Batak" merupakan sebuah cerita pendek karangan dari seorang penulis yang bernama Dina Agustina. Kamu dapat mengikuti blog penulis di link berikut: Dina Agustina.

Posting Komentar untuk "Cerpen Cinta - Samudera Di Tanah Batak | Dina Agustina"