Cerpen Keluarga - Please Remember | Apri Dwi Jayanti
Semilir angin sore membuat seorang gadis cantik betah untuk berdiam diri di taman sebuah rumah sakit. Berulang kali bibir tipis dan nampak pucat itu tersenyum saat melihat beberapa anak kecil bermain bola dengan tingkah mereka yang sangat menggemaskan. Sesekali gadis berusia 21 tahun itu bertepuk tangan saat melihat ekspresi gembira dari anak-anak kecil yang berhasil mengalahkan temannya itu.
Tapi tiba-tiba saja raut wajahnya
menjadi sedih dan murung saat pandangan matanya teralih pada seorang wanita dan
pria yang sedang mengajak bermain seorang anak laki-laki berusia sekitar 6
tahun itu. Entah kenapa tiba-tiba ia juga ingin seperti anak laki-laki itu,
ingin merasakan di dampingi oleh orang tuanya dan bisa bercengkrama dengan
orang tuanya.
“Jullie…” Ucap seseorang sambil menepuk
pelan pundak gadis itu yang membuat gadis itu terkejut. “Ahh maaf, apa aku
mengejutkanmu?” Tanya seorang pria muda yang mengenakan kemeja putih yang di
balut dengan jas putih serta celana bahan panjang berwarna hitam yang membuat
pria itu nampak tampan dan membuat para wanita di rumah sakit itu sangat
mengaguminya. Gadis itu, Jullie hanya mengagukkan kepalanya sebagai jawaban
atas pertanyaan pria di hadapannya itu.
“Sedang apa kamu disini? aku dan suster
Rina mencarimu sejak tadi tapi ternyata kamu berada disini” Ucap pria itu Adit,
yang membuat Jullie menolehkan kepalanya memandang pria itu.
“Aku bosan berada di kamar terus” Ucap
gadis itu sambil sedikit menggembungkan pipinya yang membuat siapa saja ingin
sekali mencubit pipi gadis itu karena tingkahnya yang masih lucu walaupun
usianya sudah dewasa.
“Ya sudah sekarang kembali ke kamar ya!,
ini sudah sore dan di sini terlalu dingin nanti kamu bisa sakit lagi pula ini
waktunya kamu minum obat kan?” Ucap Adit yang seketika langsung membuat Jullie
menggelengkan kepalanya.
“Aku masih ingin di sini dokter, lagi
pula aku ini tidak sakit jadi aku tidak mau meminum obat-obat itu lagi” Ucap
Jullie lalu kembali mengalihkan pandangannya ke depan, menatap seru objek yang
ada di hadapannya itu.
“Tapi Jullie…”
“Sssttttt dokter diamlah, aku sedang
asyik memperhatikan anak-anak kecil itu jadi diamlah. Jika dokter bicara terus
nanti aku jadi tidak fokus dan nantinya aku tidak akan tahu siapa yang akan
menang” Ucap Jullie sambil tersenyum memandangi anak-anak kecil yang sedang
bermain bola di hadapannya itu. Pria itu, Adit hanya bisa memandang gadis di
sampingnya itu dengan tatapan yang sulit diartikan. Baru saja ia akan berkata
kepada gadis itu tapi niatnya harus terhenti saat ia merasakan getaran ponsel
di saku celananya. Adit memperhatikan sejenak Jullie yang masih asyik
memandangi anak-anak kecil itu lalu ia segera mengambil ponselnya dan menerima
panggilan masuk itu.
“Hallo… iya, hmmm baiklah aku akan
segera kembali keruanganku” Ucap Adit dan menyudahi sambungan telfon itu dan
kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya.
“Ya sudah kalau kamu masih ingin di
sini…” Adit menghentikan ucapannya sejenak yang membuat Jullie menolehkan
kepalanya kearah pria itu. “Tapi setelah itu kamu harus cepat kembali ke kamar,
oke?” Ucap Adit sambil tersenyum lalu mengusap lembut puncak kepala gadis yang
menjadi pasiennya itu. Setelah itu Adit pergi dari taman yang membuat Jullie
kembali menatap pemandangan dihadapannya dan lagi bibir mungilnya mengembangkan
senyum saat melihat keceriaan anak-anak kecil di hadapannya.
“Emmm… boleh saya duduk di sini?” Ucap
seseorang yang membuat Jullie menolehkan kepalanya ke arah kiri. Gadis itu
mengerutkan keningnya saat melihat seorang wanita berusia sekitar 45 tahun itu
sedang menatapnya dengan tatapan memohon. “Bolehkan saya duduk di sini?” Ucap
wanita itu lagi yang membuat Jullie langsung mengalihkan pandangannya pada
tempat kosong di bangku yang sedang ia duduki itu. Jullie menatap ragu wanita
asing yang ada dihadapannya sebelum akhirnya ia mengangguk dan membuat wanita
itu tersenyum. Jullie menggeser sedikit tubuhnya dan tak lama wanita itu duduk
di samping Jullie yang membuat gadis itu sedikit resah karena ia duduk satu
bangku dengan orang yang tidak dikenalinya.
“Apakah kamu pasien disini?” Tanya
wanita itu yang membuat Jullie menatap wanita disampinya itu. Entah mengapa, ia
merasakan kehangatan dan kedamaian saat melihat mata indah disampingnya itu.
Jullie menganggukan kepalanya lalu kembali menatap ke depan tapi seketika ia
merasa kecewa saat ia sudah tak melihat anak-anak kecil tadi bermain bola.
“Memangnya sudah berapa lama kamu di
rawat di sini?” Tanya wanita itu. Jullie menolehkan kepalanya dan ia sedang
menginggat sudah berapa lama ia di rawat di rumah sakit.
“Aku… aku, ahhh aku sendiri lupa sudah
berapa lama aku di sini dan terkadang aku juga bingung kenapa aku bisa di rawat
di sini” Ucap Jullie sambil menundukkan kepalanya dan meremas jemari tangannya.
Tapi seketika ia mendongakan kepalanya dan menatap wanita disampingnya itu.
“Kalau ibu, apa yang sedang ibu lakukan di rumah sakit ini? apa ibu di rawat
juga di sini?” Tanya Jullie antusias.
“Saya? ahh tidak saya ke sini karena
ingin menemui anak saya yang menjadi dokter di sini tapi karena dia sedang ada
operasi jadi saya harus menunggunya selesai melakukan operasi” Ucap wanita itu
yang membuat Jullie menganggukan kepalanya pelan. Jullie kembali menatap ke
depan dan raut wajah sedih itu kembali terlihat di wajah cantiknya saat melihat
seorang ibu yang sedang mendorong kursi roda seorang gadis seusianya dan
melihat ibu itu mengajak bicara anaknya dan sesekali mengusap lembut rambut
anaknya itu.
Wanita disampingnya itu mengikuti arah
pandang Jullie dan seketika juga membuat wanita itu sedih saat melihat raut
wajah gadis disampingnya itu.
“Apakah kamu ingin seperti itu?” Tanya
wanita itu yang membuat Jullie menolehkan kepalanya dan mengikuti arah pandang
wanita itu.
“A.. aku ah tidak tapi aku hanya… hanya
iri saja melihat itu” Ucap Jullie sambil menundukkan kepalanya sedih. Gadis itu
kembali meremas jemarinya yang membuat wanita disampingnya itu menatapnya iba.
Wanita itu mengelus lembut rambut gadis itu yang membuat Jullie mendongakan
kepalanya.
“Apa ibumu tidak menjengukmu?” Ucap
wanita itu lembut lalu menatap gadis itu dengan tatapan sedih.
“Eh… ? ibu… ibuku?” Ucap Jullie sedikit
bingung lalu sedetik kemudian ia menggelengkan kepalanya lemah.
“Boleh saya memelukmu..?” Ucap Wanita
itu yang membuat Jullie menautkan kedua alisnya bingung dengan permintaan wanita
disampingnya itu. “Hmm aku hanya sedang rindu dengan putriku, kebetulan putiku
juga seusia denganmu dan sekarang dia sedang kuliah di luar negeri jadi
sekarang saya merindukannya”. Ucap wanita itu lagi saat melihat raut wajah
kebingungan dari gadis disampingnya itu. Jullie nampak sedang berpikir apakah
ia harus mengijinkan wanita disampingnya itu untuk memeluknya atau tidak tapi
saat ia melihat mata wanita itu entah mengapa ia menjadi luluh dan membuat ia
menganggukan kepalanya pelan. Wanita itu tersenyum lalu merentangkan tangannya
dan membawa tubuh gadis itu ke dalam pelukannya. Wanita itu mengelus rambut
gadis itu lalu mengusap pelan punggung gadis itu yang membuat matanya sekarang
sedikit berkaca-kaca karena menginggat putrinya.
“Apa ibu terlalu merindukan putri ibu?”
Tanya Jullie yang masih berada dalam pelukan wanita yang sedang memeluknya itu.
“Iya… akhir-akhir ini dia tidak
memberikan saya kabar dan sepertinya dia kini tengah melupakan saya… mungkin
karena tugas-tugas kuliahnya jadi dia melupakan saya” Ucap wanita itu dan tanpa
terasa air matanya menetes membasahi pipinya tapi wanita itu buru-buru
menghapusnya karena takut gadis yang masih ia peluk itu mengetahui kalau ia
sedang menangis.
“Aku juga merindukan ibuku…” Ucap Jullie
pelan lalu ia mengusap pelan punggung wanita itu. “Aku yakin pasti putrimu
tidak melupakanmu, mungkin benar dia sedang sibuk dengan… emmm dengan kuliahnya
dan aku yakin pasti dia akan segera menghubungi ibu” Ucap Jullie. Wanita itu
melepaskan pelukannya lalu menatap gadis disampingnya itu dengan senyum yang
mengembang dibibirnya.
“Jullie…” Panggil seseorang yang membuat
Jullie menolehkan kepalanya ke kanan dan mendapati seorang wanita dengan
seragam putihnya itu sedang memandangnya dengan cemas. “Kenapa kamu tidak
kembali ke kamar juga? suster khawatir denganmu, ayo sekarang kita kembali ke
kamar ini sudah sangat sore” Ucap suster itu yang membuat Jullie sedikit
mengerucutkan bibirnya. Wanita disampingnya itu tersenyum lalu mengusap rambut
Jullie dengan sayang.
“Kembalilah ke kamarmu, benar kata
suster ini sudah sangat sore nanti kamu bisa tambah sakit” Ucap wanita itu.
“Hmm kalau begitu aku pergi dulu bu..
dan emmm dan terima kasih karena sudah menemaniku di sini” Ucap Jullie lalu
bangun dari duduknya.
“Iya sama-sama… dan semoga kamu bisa
cepat keluar dari rumah sakit ini” Ucap wanita itu yang membuat Jullie
tersenyum lalu meninggalkan taman itu bersama dengan suster.
Wanita itu menatap sendu punggung Jullie
yang semakin menjauh dan setelah punggung itu menghilang dari jarak pandangnya,
air mata yang sedari tadi ia tahan akhirnya tumpah begitu saja. Wanita itu
terisak kencang dan langsung menutup mulutnya dengan telapak tangannya agar
isakannya tidak terlalu terdengar. Bahu wanita itu bergetar hebat, ia merasakan
dadanya teramat sakit saat harus menerima kenyataan pahit. Kenyataan pahit yang
harus ia terima bahwa putri tunggalnya itu semakin hari semakin melupakannya
dan tidak mengingatnya sama sekali. Ya Jullie, gadis itu adalah putri
tunggalnya yang harus menderita karena di vonis terkena penyakit Alzheimer.
Sebuah penyakit yang membuat jaringan otak mengalami penyusutan dan penurunan
dan menyebabkan menurunnya daya ingat dan kemampuan mental. Penyakit yang
membuat putrinya itu kehilangan memori terus menerus dan membuatnya mengalami
kesulitan progesif dalam memahami dan mempertahankan informasi dan bahkan
nantinya akan membuatnya kesulitan untuk makan, bergerak, dan berbicara serta
bisa menyebabkan kematian.
Wanita itu semakin terisak jika
memikirkan hal-hal yang lambat laun pasti akan di alami putrinya, bahkan kini
gadis itu sudah tidak mengingatnya setiap kali ia mengunjungi putrinya itu.
Bahkan ia masih ingat kapan terakhir kali putrinya itu memanggilnya mama. Hari
itu, hari di mana putrinya itu mengajaknya untuk pergi bertamasya bersama tapi
dengan bodohnya ia justru mengorbankan permintaan putrinya itu dan memilih
pergi ke luar kota untuk urusan pekerjaannya.
“Ma… Jullie ingin pergi bersama dengan
mama. Sepertinya bertamasya di puncak seru ma” Ucap Jullie saat itu.
“Aduh Jullie mama banyak kerjaan sayang,
bagaimana kalau perginya setelah mama pulang dari luar kota saja” Ucap wanita
itu yang membuat Jullie saat itu langsung menunduk sedih.
Rasa penyesalan yang sangat besar itu
kini datang menghampirinya. Saat itu setelah ia ingin mengajak Jullie pergi
bersama, wanita itu harus mendapatkan kabar buruk bahwa Jullie jatuh pingsan
dan di bawa ke rumah sakit. Hingga saat ini, putrinya itu masih di rawat di
rumah sakit dan bahkan kini putrinya sudah mulai melupakannya karena
penyakitnya itu. Sakit, itulah hal yang ia rasakan dan selama ini wanita itu
berusaha tegar untuk putri tunggalnya, berusaha untuk tidak mengeluarkan air
mata di hadapan putrinya.
“Tuhan, aku mohon kembalikan putriku
seperti dulu” Ucap Wanita itu dengan suara bergetar dan semakin tenggelam dalam
isakan tangisnya.
Suster itu nampak terkejut saat melihat
dokter muda itu sudah berdiri di depan pintu saat ia baru keluar dari kamar
rawat inap itu.
“Apa dia sudah tidur?” Tanya dokter itu,
Adit kepada suster dihadapannya itu.
“Sudah dokter… kalau begitu saya permisi
dulu dokter” Ucap suster itu lalu pergi dari hadapan Adit.
Pria itu, Adit menghela nafas beratnya
sebelum akhirnya ia mulai memasuki kamar tersebut. Adit berjalan menghampiri
seorang gadis yang sudah lelap tertidur di tempat tidurnya itu. Cantik, satu
kata itulah yang ada di otak Adit saat ini. Walaupun gadis itu terlihat pucat
dan tubuhnya semakin kurus tapi aura kecantikannya itu tidak pernah lepas dari
wajahnya.
Adit berhenti tepat disamping tempat
tidur gadis itu, menatapnya lekat lalu pandangannya teralih pada cincin yang
melingkar di jari manis gadis itu. Cincin yang sama dengan cincin yang
dikenakannya dan cincin yang menjadi pengikat bahwa gadis itu adalah tunangannya.
Adit menengadahkan kepalanya berusaha untuk menahan air mata yang mendesak
ingin keluar dari matanya. Dadanya teramat sesak karena harus mengetahui
gadisnya itu menderita karena penyakit yang dideritanya dan juga merasakan
sakit karena gadis itu melupakannya sebagai tunangannya dan hanya mengenalnya
sebagai dokter yang merawatnya. Adit mencium kening gadis itu lama lalu
mengusap pelan pipi tirus gadis itu.
“Selamat tidur Jullie, mimpi yang indah
sayang… Cepatlah sembuh… aku merindukanmu” Ucap Adit lirih lalu mencium kening
Jullie pelan dan seiringan dengan itu air mata yang ia tahan jatuh mengalir
membasahi pipinya.
Cerpen yang berjudul "Please Remember" merupakan sebuah cerpen cinta sedih karangan dari seorang penulis yang bernama Apri Dwi Jayanti.
Posting Komentar untuk "Cerpen Keluarga - Please Remember | Apri Dwi Jayanti"