Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cerpen Persahabatan - Maafkan Aku Sahabat | Jihan Astriningtrias

cerpen persahabatan judul maafkan aku sahabat

Malam yang cukup cerah. Seperti biasa Aku dan Kawan Karibku, Hanna asyik memandangi bintang-bintang. “Vera, kalau ada bintang jatuh, Apa yang kamu harapkan?” Tanya Hanna kepadaku.

Sebelumnya, aku ingin memperkenalkan diriku. Nama ku Savera Fillyana. Bisa dipangggil Vera. Aku terlahir dikeluarga yang berkecukupan. Aku adalah seorang gadis SMA kelas 1 (Kelas 10). Sama dengan Hanna Kawanku. Kami sekelas sejak SMP dulu. Dan sampai sekarang, masih berkawan baik. Aku suka menghias rambutku dengan berbagai hiasan rambut. Aku juga tipe gadis feminim yang aku rasa cukup gaul.

Berbeda dengan Hanna. Aku rasa dia memang feminim, namun, dia sering dibilang gadis kutu buku oleh anak-anak dikelas. Maklum, sejak dulu, dia memang sudah gemar berteman dengan buku-buku. Apapun bentuknya. Entah itu Novel, Majalah, Buku Pelajaran, Atau buku pengetahuan lainnya. Pokoknya, dia adalah Si Gadis Kutu Buku sejati. Dia juga memakai kacamata lensa tebal. Hampir disetiap aktivitas, Ia membawa sebuah buku didalam tas, dan jika ada kesempatan, Ia akan membuka bukunya, dan membacanya. Yah, namanya juga Si Gadis Kutu Buku.

Aku rasa, tadi Hanna meluncurkan sebuah pertanyaan. Baiklah, harus ku jawab. “Aku berharap kita akan menjadi sahabat selamanya, kalau kamu Hanna?” Tanya ku. Hanna menghadap ke arahku sambil membetulkan posisi kacamatanya yang agak melorot. “Mungkin sama, tapi aku ingin, ada sebuah perpisahan dan sedikit konflik diantara kita, aku ingin tahu, apa kita masih bisa jadi sahabat dengan konflik itu?” Seru Hanna. Kata-kata Hanna sebetulnya cukup membuatku terkejut.

“Apa kamu yakin menginginkannya, Han?” Tanyaku keheranan. Hanna ternyata kurang menghiraukan pertanyaanku. Dia sedang sibuk membaca Novel ‘The Chronicles of Narnia. The Voyage of Dawn Treader’. “Iya, Ver, tadi kamu bicara apa?” Tanya Hanna. “Aku tanya, kamu yakin menginginkannya, Han?” Kataku mengulang pertanyaan.

“Jelas aku yakin, apa jadinya persahabatan tanpa konflik! Tak seru, ah! Disetiap persahabatan itu harus ada permasalahannya, Ver.. Kalau tidak ada, dari mana kita belajar untuk hidup? Bukannya kita bergaul untuk belajar kehidupan, ya?” Kata Hanna menjelaskan. Tepat sekali yang Hanna bilang. Setiap persahabatan membutuhkan cobaan, agar kita bisa belajar tentang sifat orang. “Ya, Hanna, kamu benar! Aku setuju denganmu” Kataku menyetujui perkataan Hanna.

Hanna pun melanjutkan membaca novelnya itu. Aku yang tak bisa berdiam diri terlalu lama, akhirnya pun membuka percakapan lagi. “Semester satu akan segera berakhir, Han, nanti kita akan berlibur, kamu akan liburan kemana?” Tanyaku membuka lagi pembicaraan. “Aku mau pergi ke Pantai Lhok Nga,” Kata Hanna yang lagi-lagi membuatku terkejut. “Wah, kamu serius mau ke Aceh?” Tanya ku seakan tidak percaya.

“Iya, Vera,” Jawabnya singkat. “Nanti bawakan aku oleh-oleh, ya?” Tanyaku gembira. “Bagaimana, ya, Ver… Aku tidak yakin bisa membawakanmu oleh-oleh,” Kata Hanna agak kecewa. “Liburan sekolah nanti, aku akan pergi ke Lhok Nga, tapi aku tidak akan kembali lagi kesini, aku akan tinggal di Lok Ngha dan sekolah disana, karena Ayahku ada pekerjaan, dan akan kembali sekitar 3 tahun lagi! Artinya aku sudah lulus” Kata Hanna menjelaskan panjang lebar. “Bagaimana dengan persahabatan kita, Han?” Tanyaku, Aku jelas tak mau persahabatan kami yang telah dibangun 3 tahun lalu, tiba-tiba terputus begitu saja.

“Aku juga tidak tahu, Ver, itu tergantung mood kita saja, kalau kamu masih mengingatku, kita bisa kontak dengan telepon genggam Ayahku” Kata Hanna menjawabnya dengan bijak. Aku kagum dengan Hanna, setiap pertanyaanku, selalu saja dijawabnya dengan bijak.

“Kau sudah selesai melihat bintangnya?” Tanya Hanna sambil menguap. Tampaknya dia sudah mulai bosan dengan event ini. “Emm… Memang ada apa, Han? Kamu sudah bosan?” Tanyaku. Hanna hanya membalasnya dengan menggeleng dan menguap. “Bukan bosan, Ver, tapi aku sudah mengantuk, Jam berapa, Ver, sekarang?” Tanya Hanna. “Pukul 21:30,” Jawabku.

“Yah, kan, sudah malam… Aku harus pulang, kalau tidak, nanti Ayah dan Ibuku menunggu” Kata Hanna gelagapan merapihkan novelnya yang masih terbuka dipangkuannya. “Minggu depan Ulangan Akhir, kan?” Tanya Hanna yang ingin cepat-cepat loncat dari genting rumahku. “Iya, Hanna, lusa belajar bersama ya?” Kataku sambil memperhatikannya mengambil ancang-ancang menuruni tangga.

“Iya, kamu jangan lupa belajar ya, Ver, biar kita bisa lulus ke semester 2 dengan jaminan peringkat yang bagus,” Kata Hanna sambil menuruni anak tanggga satu persatu. “Tapi, Kalaupun aku lulus, aku tidak mungkin bisa sekelas dengan mu lagi, Hanna, kamu sudah pergi, jadi tidak ada lagi kawan yang bisa menemani ku melihat bintang-bintang, dong?” Kata ku kecewa, Aku benar-benar tak percaya kawan karibku akan pergi meninggalkanku. “Tenang saja, Vera, nanti juga kamu bisa melupakanku, dan akan bisa mendapatkan sahabat baru lagi,” Kata Hanna bijak. Namun, kali ini kata-katanya membuatku terharu. “Aku ingin, kepergianku meninggalkan kesan yang baik darimu, jadi, aku ingin, kamu dapat lulus ujian akhir, supaya aku tenang meninggalkan mu disini,” Kata Hanna melanjutkan pembicaraannya.

“Baik, aku pamit pulang dulu, ya” Kata Hanna setelah berada dibawah. “Iya, Hati-hati dijalan, ya, Han, semoga Tuhan memberkati mu dirumah, disekolah, dan di Lhok Nga,” Kataku sambil meneriaki Hanna yang sudah berjalan ke arah pulang. “Iya, Ver, terimakasih ya, Atas doanya” Kata Hanna berteriak. Akupun tersenyum. Tapi setelah itu, aku masuk kedalam rumah dengan wajah kecewa.

Mentari pagi bersinar terang benderang. Terbit sinarnya disambut oleh kicauan merdu burung gereja liar yang biasanya berada diatas pohon. Aku yang masih tertidur tiba-tiba terbangun karena tersorot sinar matahari yang begitu mencolok. “Huh, ini sudah pagi sekali ya?” Kataku sambil menggaruk kepalaku yang sebetulnya tidak gatal. Aku menyeret handuk dan baju mandiku ke kamar mandi. Setelah aku usai mandi, aku bergegas lari ke arah meja makan dan segera duduk.

“Vera, kok semalam kamu tidur mukanya murung begitu?” Tanya Ibuku. “Iya, Bu, Kata Hanna, nanti semester dua dia akan pindah ke Aceh, dan tidak akan kembali lagi kesini, dia bilang, dia baru akan kembali nanti, 3 tahun yang akan datang, saat pekerjaan Ayahnya sudah selesai, Bu,” Kataku dengan wajah yang benar-benar ditekuk. “Hanya masalah itu? Membuat kamu murung? Itu masalah mudah, nanti juga banyak yang mau menemani kamu melihat bintang-bintang, untuk menggantikan Hanna” Kata Ibuku yang bermaksud menghibur. “Tapi, Bu, Aku kan sama Hanna sudah sangat lama berteman, jadi bagaimana rasanya jika terpisah, apalagi ini, yang satu di Bogor, yang satunya lagi di Aceh” Kata ku.

Aku berangkat ke sekolah dengan diantar mobil Ayah. Aku hanya terdiam dimobil. Akhirnya, sampai juga ke sekolahku. Aku pun keluar dari mobil. Nampak Hanna sedang menenteng sepeda birunya.

“Hanna!” Panggilku. Hanna pun menengok. “Hey, kamu sudah sampai, Vera?” Tanya Hanna. “Iya, kita jadi belajar bersama kan?” Tanyaku kepada Hanna. Hanna hanya mengangguk senang. Mungkin benar kata Ibu, dia sedang memikirkan Lhok Nga, bukan aku.

Kami berdua pun masuk ke kelas bersama-sama.

KRINGGG… KRINGGG… KRINGGG… Bunyi bel tanda pelajaran pertama dimulai. Jam pelajaran pertama dikelas kami adalah Biologi. Bu Donnyta, Guru Biology masuk dengan menggandeng seorang anak yang terlihat tomboy. Dia dikuncir satu, dengan kalung berliontin peace. Dan tas yang berwarna hitam. Entah kenapa, aku benci sekali melihatnya. Dia sepertinya mempunyai perangai yang tidak baik. Dia lebih terlihat seperti preman dibandingkan pelajar.

“Anak-anak, kenalkan, dia adalah siswa baru dikelas kita, Ayo, perkenalkan diri kamu,” Kata Bu Donnyta mempersilahkan dia memperkenalkan diri. “Hai, nama aku Darrel Rachellie, kalian bisa panggil aku Darrel, aku nggak suka sama anak yang suka mengatur, tapi nggak memakai aturan! Aku harap, kalian suka berteman sama aku” Kata Darrel, nama anak baru itu.

“Hah, namanya saja yang girly, anaknya mah preman abis” Kataku menggerutu. Hanna memperhatikanku bingung. “Kok kamu begitu sih?” Tanya Hanna. “Itu loh, Han, aku kurang suka sama dia! Dia terlalu kayak preman kataku, lihat! Pakaiannya, penampilannya… Pokoknya kayak anak brandal deh” Kataku menyempaikan pendapat. “Tapi kan, Ver, kita nggak boleh memandang orang dari fisiknya atau dari penampilannya?” Raut wajah Hanna menandakan dia heran dengan sikapku. “Iya, tapi aku nggak suka aja sama dia, dan aku yakin kok, nggak akan ada yang mau berteman sama dia!” Kataku menjawab dengan panjang lebar.

Ibu Donnyta mempersilahkan Darrel duduk dibelakang kursiku dan Hanna. Aku benar-benar kesal, “Kenapa dia harus duduk disitu?” Tanyaku didalam hati. Tak ku sangka, Hanna langsung menegur Darrel. “Hai, Darrel! Kenalin yah, aku Hanna, yang ini Vera” Kata Hanna menegur Darrel. “Hanna, kenapa sih, kamu tegur dia? Aku nggak suka!” Kataku. Aku fikir aku terlalu mengatur Hanna. “Kok kamu malah marah-marah sih? Suka-suka aku dong, mau berteman dengan siapa, kok jadi kamu yang ngatur?” Kata Hanna dengan nada marah. Kami akhirnya menyudahi perang diantara kami begitu sadar bahwa ini masih jam pelajaran.

KRINGGG… KRINGGG… KRINGGG… Bunyi bel tanda istirahat.

“Hanna, ke kantin yuk?!” Ajak ku dengan baik. “Maaf, Vera, aku mau disini aja sama Darrel, kamu ke kantin duluan aja!” Kata Hanna menolakku. Sejujurnya, aku sangat kesal dengan Hanna. Tapi biarlah. Aku pun memutuskan untuk pergi sendiri, tanpa sengaja Blackberry ku tertinggal dimeja.

Aku kembali dari kantin. Aku dapati Blackberry ku tergeletak di atas meja dengan keadaan hancur. Tentu, aku menyalahkan Darrel. “Darrel, kamu yah, yang merusak handphone aku?” Tanyaku dengan nada menuduh. “Bukan, Bukan Darrel Vera, tapi aku, tadi aku mau balik badan, aku tidak tahu kalau ada handphone mu disini, jadi tersenggol lalu jatuh dan pecah” Terang Hanna kepadaku.

Aku tidak percaya dengan Hanna. “Oh, aku tahu, pasti kamu sengaja membanting handphone aku, karena kamu nggak suka aku melarang kamu berteman dengan Darrel, kan?” Tanyaku. “Aku tidak pernah sejahat itu, untuk apa aku melakukannya, Vera?” Kata Hanna menjelaskan kepadaku. Tapi tetap, aku tidak percaya dengan penjelasan Hanna. “Aku kecewa denganmu, Hanna, pergi saja kamu ke Lhok Nga! Aku tidak peduli!” Kataku. Mungkin aku kelewat kesal.

“Ya sudah!” Kata Hanna kesal. Benar-benar tidak dapat ku percaya. Semenjak kejadian ini, kami berdua tidak pernah bertegur sapa dan berbicara. Bahkan, Hanna pindah tempat duduk. Ini semakin mempersulit kami untuk bertegur sapa. Apa kata-kataku yang kemarin terlalu menyinggung perasaannya?

Benar-benar dua sahabat yang hubungannya terputus hanya karena ‘Blackberry’. Tak ku sangka, permusuhan kami ini bertahan sangat lama, sampai Ulangan Akhir usai pun, kami tak kunjung berbaikkan. Jangankan untuk berbaikkan, bertegur sapa saja, kami tidak pernah. Sekarang, Hanna lebih suka bermain dengan Darrel dan bukunya. Sedangkan aku, tak punya kawan untuk melihat bintang lagi. Bahkan, saat ingin belajar bersama pun, Hanna tidak datang kerumahku.

TENG… TENG… TENG… Yah, waktunya. Pembagian raport pun dimulai. Seperti biasa, Hanna lah yang mendapatkan juara pertama dikelas. Dan aku, hanya masuk sepuluh besar. Yang tak kusangka, Darrel mendapatkan juara 3.

Pulang dari pembagian raport, aku terlihat lemas. Jelas, hanya dapat peringkat 10 besar. Tak ku sangka, tiba-tiba Hanna menghampiriku. “Aku pamit ke Lhok Nga, doakan tak ada apa-apa selama perjalananku, ya?” Kata Hanna dengan nada yang tidak ceria. Aku hanya mengangguk. Ternyata, harapan kami tidak dikabulkan. Ternyata, kami memang dinasibkan tidak mempunyai kesan yang baik di kepergian Hanna ke Lhok Nga.

Hanna sudah dalam perjalanan ke Aceh. Semoga dia selamat sampai tujuannya. Aku tak akan menemukan sahabat sebaik dia lagi. Harapan dia benar-benar dikabulkan Tuhan. Ada perpisahan, dan ada konflik. Untunglah, itu bukan perpisahan untuk selamanya.

Sudah hampir satu tahun lamanya. Tapi Hanna tidak ada kabar. Ternyata dia benar-benar melupakanku. Mungkin aku tidak penting lagi untuknya. Semester pertama dikelas dua pun sudah hampir selesai, benar-benar tidak ada kontak antara Hanna denganku, Andai saja dia menelponku, aku ingin memberitahu bahwa blackberry ku hanya rusak ringan.. Aku sangat merindukannya. Selama satu tahun ini, aku malah jadi senang berkawan dengan Darrel. Suka melihat bintang bersama, dan melakukan hal yang biasanya ku lakukan bersama Hanna.

“Darrel, Ini sudah bulan Desember. Apa Hanna pernah punya kontak denganmu, Rel?” Tanyaku kepada Darrel sambil memandangi bintang-bintang dilangit. “Dia pernah mengontakku sekali, lewat telepon… Tapi setelah itu, kami tidak pernah kontak lagi,” Kata Darrel menjelaskan. “Hufft, andai saja.. Dimalam minggu ini, dia menelpon ku. Maka aku akan sangat senang,” Kataku mengutarakan perasaanku kepada Darrel. Darrel hanya mengangguk.

“Sudah dulu, ya, Vera! Aku sudah mengantuk! Besok kan hari Minggu, jadi kita bisa main lagi besok, nanti aku akan kesini deh” Kata Darrel. “Jadi sekarang kamu mau pulang?” Tanyaku. Darrel hanya mengangguk dengan uapan yang lumayan besar. “Ya sudah, hati-hati dijalan ya, Rel” Kataku. Darrel melambaikan tangannya ke arahku. Akupun masuk ke kamar.

Aku pun mengeluarkan diary ku. Dan menulis diary.

Sabtu, 25 Desember 2004

Dear diary, hari ini aku merasa ada yang mengganjal. Aku ingin sekali bertemu dengan Hanna. Entah kenapa, aku merasa sangat merindukannya. Dan aku punya firasat, tak akan lagi bertemu dengannya. Ada apa dengan Hanna? Apa dia sedang sakit? Ah, mungkin ini hanya perasaanku. Tuhan, bintang, bulan, jaga Hanna ya?

Aku pun menutup diary ku dan bergegas memejamkan mataku.

Mentari pagi berkilau menyambutku. Kali ini aku bangun sangat siang. Aku baru bangun pukul 09:05. Aku pergi keruang keluarga. Ku dapati remote televisi disana. Akupun duduk dan menyetel televisi hitam ku. Tepat disuatu acara berita.

Permirsa, gempa bumi yang terjadi di Aceh tadi pagi pukul 08:00 ternyata menyebabkan tsunami yang besar. Diperkirakan, tsunami kali ini adalah tsunami terbesar di Indonesia selama sejarah. Ribuan orang tewas dalam peristiwa mengenaskan ini. Para peneliti sampai sekarang masih menyimpulkan bahwa daerah yang paling banyak memakan korban adalah daerah Ule Lhee, Peukanabaru, Lhok Nga, Banda Aceh dan beberapa daerah di sekitar pantai Aceh lainnya. Diperkirakan, Hanya sebagian kecil orang yang berasal dari daerah-daerah tersebut yang dapat selamat. Saya, Marcellie Darmanti, dari Bandar Udara Bilang Bintang, Nagroe Aceh Darussalam melaporkan.

Apa? Aceh? Lhok Nga? Tsunami besar? Hanna? Apa dia sudah meninggalkanku? Sudah meninggalkan kenangan persahabatan kami? Dia tak mungkin bisa menyelamatkan diri, pasti Ia meninggalkan kacamatanya. Dia tidak mungkin dapat melihat dengan mata rabun jauh -9,25. Pasti dia sudah diterkam lintingan air besar dari arah utara Aceh itu. Apalagi, Lhok Nga itu kan daerah pantai? Dan dataran rendah. Ya Tuhan… Tak sadar, aku menitihkan air mataku.

Sekarang, aku tahu kenapa firasatku semalam tidak enak. Aku tahu kenapa aku ingin sekali bertemu dengannya. Mungkin, karena jika aku bertemu dengannya semalam, itu akan jadi pertemuan terakhir kami. Dan aku yakin itu akan sangat berkesan. Kenapa kita harus meninggalkan kesan tak baik? Hanna pergi jauh meninggalkan ku. Bukan sekedar hanya ke Lhok Nga, tapi ke surga sana. Tempat yang sangat jauh.

Tiba-tiba… TING NONG… TING NONG… Bel rumah ku berbunyi. Ku bukakan pintunya. Ku dapati Darrel sedang berdiri. “Kamu sudah tahu tentang Aceh, Vera?” Tanya Nya ketika aku membukakan pintu. Aku hanya mengangguk lemas. “Mungkin Hanna sudah pergi, dia ingin kita tabah menerima kepergiannya!” Kata Darrel. Aku tak bisa menghentikkan air mataku. Aku hanya bisa menangis, tidak mungkin Si Gadis Kutu Buku yang dulu ku kenal sangat humoris, ceria dan bersemangat, tiba-tiba meninggalkan kami begitu saja.

“Masuk, Rel” Kataku mempersilahkannya masuk. Aku benar-benar membendung kepedihan. Hanna, kenapa kamu harus pergi? “Sudah lah, Vera, belum tentu dia pergi, sebagian kecil yang selamat, bukan berarti Hanna tak selamat, kan?” Tanya Darrel menenangkanku yang sedang shock berat dengan peristiwa Aceh itu.

Akhirnya, Aku dan Darrel pun bermain dengan perasaan tidak tenang, Channel yang tidak menayangkan acara berita pun kami ganti. Setiap perkembangan dari Aceh sana kami dengar jelas. Kami juga ingin tahu bagaimana keadaan Hanna. Tepat saat aku sedang menekan tombol remote televisi, sekelebat ku lihat Tim Penyelamat sedang menggotong anak seumuran kami. “Yah, Hanna! Dia Hanna, tidak salah lagi!” Kataku kepada Darrel. Pembawa acara televisi pun mewawancarai orang yang tadi menggotong Hanna.

“Pak, bagaimana keadaan gadis ini?” Tanya Si Pembawa Acara. “Dia sudah meninggal, kami prediksikan kepalanya membentur sisi-sisi bangunan, bahkan, denyut jantung dan denyut nadinya pun sudah tidak ada lagi, Medis pun sudah mengatakan bahwa gadis yang berasal dari Lhok Nga Utara ini sudah meninggal dunia,” Kata Tim Penyelamat tadi.

“Semuanya sudah jelas, Darrel.. Hanna sudah meninggal, dia meninggalkan kita berdua, tanpa pamit” Kataku sambil menitihkan air mata. Darrel yang terlihat sangar pun terlihat meneteskan air matanya. Tampaknya dia juga sedih dengan kepergian Hanna.

@@@

3 haripun berlalu. Peristiwa mengenaskan yang menimpa Hanna di Aceh pada hari Minggu lalu ternyata tinggallah kenangan. Namun, Aku masih sangat menyesali kepergian Hanna. Aku melamun di pekarangan rumahku. Tiba-tiba, berdiri didepan pagar rumahku seorang yang berseragam oranye, berkombinasikan warna hitam. Bersepatu dan berhelm. Aku beranjak dari tempatku duduk. Aku pun menghampiri gerbang dan membuka kan pintu gerbangnya.

“Ada apa, Mas?” Tanyaku. “Savera Fillyana nya ada?” Tanya Petugas tersebut, yah, dia adalah seorang tukang pos. “Iya, kebetulan saya sendiri” Kataku. “Ini Mba, ada surat dari Aceh, surat ini dikirim satu hari sebelum bencana tsunami di Aceh terjadi” Kata Tukang Pos tersebut. Hatiku amat senang mendengarnya. Sebetulnya, aku terharu juga. Dengan sigap, ku ambil surat itu. “Terimakasih, ya, Pak!” Kataku sambil mengambil surat yang ada ditangan tukang pos tersebut. “Sama-sama, Mba” Kata Tukang Pos siap mengendarai motornya.

Tak sabar, ku buka surat itu. Yah, tidak salah lagi, surat dari Hanna.

Dear My True Best Fiend, Savera Fillyana

At Bogor City

Lhok Nga, Aceh, 25 Desember 2004

Vera, maaf, aku baru bisa menghubungi mu sekarang. Aku baru mengirimkan mu surat sekarang karena baru sekarang aku mempunyai waktu luang untuk menulis dan mengirimkan surat ku ke kantor pos. Maklum lah, disini aku sangat banyak kegiatan dan jarak antara rumahku dengan kantor pos sangat jauh. Aku tidak bisa menghubungi mu lewat telepon karena aku pikir Blackberry mu yang kemarin masih rusak. Jadi, aku yakin, kamu tidak bisa ku hubungi lewat telepon. Disini juga jarang ada sinyal. Jadi, aku susah menghubungi mu dengan telepon rumah.

Vera, aku ingin minta maaf, karena beberapa hari sebelum aku pergi ke sini, aku agak menjauh darimu. Tapi itu semua aku lakukan supaya kamu tidak terlalu kehilangan aku saat aku pergi kesini. Aku ingin membuat kamu berpikir seolah-olah aku ini tidak begitu penting untukmu. Dan masalah Blackberry mu itu, kapan-kapan aku ganti, ya! Soalnya, disini selain sekolah aku juga kerja sambilan. Meskipun hasilnya nggak seberapa, tapi aku yakin kok, kalau aku kumpulkan terus, lama-lama akan cukup untuk mengganti telepon genggam mu itu.

Aku mengirim surat ini, karena aku yakin… Sampai sekarang, kamu masih marah sama aku soal Blackberry dan Darrel. Aku Cuma mau bilang ke kamu, aku sangat menyesal karena telah menyenggol Blackberry-mu sampai jadi hancur dan rusak. Aku juga mau menyampaikan, kalau aku itu, sayaaaa….ng banget sama kamu. Aku ingin, persahabatan kita bisa sampai tua nanti. Tapi rasanya nggak mungkin, kamu sangat marah dan pasti membenciku. Tapi, meskipun begitu… Aku akan tetap sayang sama kamu kayak dulu, waktu kita masih bersahabat.

N.B. Balas ya, kalau kamu membaca surat ini, tapi kalau tidak mau dibaca, dibakar saja, anggap saja tidak penting.

Salam Sahabat,

Hanna Cempaka Risa

Setelah membaca surat ini, aku pun menangis, aku tak menyangka kalau Hanna masih mengingatku, bahkan masih menyayangiku. Aku kira dia benar-benar marah dengan tuduhan yang kutujukan padanya tentang Backberry itu. Oh, Tuhan… Aku sungguh menyesal, sahabat sebaik dia, yang sama sekali tidak punya rasa dendam ataupun rasa benci kepada orang yang telah dengan jahat memfitnahnya. Tuhan, kenapa aku harus sebodoh ini?

Masalah Darrel… Kenapa dulu aku harus membuat Darrel menjadi masalah? Kenapa? Tega-teganya aku menuduh orang yang sangat sayang padaku, yang masih menganggapku sahabat. Aku benci dengan diriku sendiri. Kenapa aku sebodoh ini Ya Tuhan? Kenapa engkau baru membuat hati ini terketuk saat dia sudah meninggalkan ku, meninggalkan dunia ini?

Tuhan, jika waktu dapat diulang… Aku ingin mengulang waktu. Aku ingin merubah semuanya. Aku akan larang dia pergi ke Lhok Nga sana. Aku ingin mengatakan pada nya, bahwa Blackberryku hanya rusak ringan dan tidak perlu diganti. Aku tidak ingin melarangnya berkawan dengan Darrel. Aku ingin mengatakan bahwa aku juga masih sangat menyayanginya. Aku akan katakan, betapa berharganya seorang ‘Hanna’ bagiku. Dan yang paling ingin aku katakan padanya adalah ‘Maafkan aku, Sahabat…’

Posting Komentar untuk "Cerpen Persahabatan - Maafkan Aku Sahabat | Jihan Astriningtrias"