Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cerpen Cinta - Late | Windyana Pusparani

kumpulan cerita pendek late

“Lucu kan Ziv, lucu kan jamnya? Warna ungu lagi, warna kesukaan aku banget kan. Kok dia tau sih aku lagi suka MiniWatch? Kemaren tuh tiba-tiba Okta ngasih aku ini, katanya pas kemaren dia jalan-jalan sama nyokapnya dia keinget aku dan kasih hadiah. Dia baik banget ya Ziv? Oh iya, kamu tau gak sih kalo”. Belum selesai cerita Kinan saat itu, tiba-tiba di depan mulutnya sebuah sumpit telah menghadang bibir kecilnya untuk terus bercuap-cuap.

“Iya iya gue tau, lucu kok, lucu banget jam dari Okta. Sekarang makan atau ga lo gue tinggal”. Kinan mengerucutkan bibir mungilnya kesal, Raziv yang memandangnya jadi gemas, dengan lembut diusapnya puncak kepala gadis itu.

”Kinan sayang, nanti kan ceritanya bisa diterusin lagi, sekarang udah mau bel masuk nih, makanannya cepet diabisin yaa” kata Raziv sambil berpura-pura memelototi Kinan.

Raziv dan Kinan. Kedua murid kelas 2 SMA Tunggal Ika ini adalah sahabat dekat sejak tiga tahun lalu. Sifat Kinan yang kekanak-kanakan, cerewet, manja, supel, dan sangat ceria ini sungguh bak bumi dan langit dengan watak Raziv yang cenderung lebih kalem, dewasa, dan tak banyak omong. Mereka seakan diciptakan untuk saling melengkapi satu sama lain. Kinan sebagai pendongeng sedangkan Raziv sebagai pendengar yang setia. Kinan yang mengoceh panjang lebar ini itu diimbangi oleh Raziv yang mendengarkan dengan sabar dan khidmat bagai ‘bak sampah’ yang menampung setiap kata-kata yang keluar dari mulut cewek itu. Kalau kita belum mengenal mereka lebih dekat, pasti akan salah mengira bahwa mereka memiliki hubungan mendalam atau biasa kita kenal ‘pacaran’.

Mereka selalu terlihat bersama di setiap kesempatan, entah itu di kelas, makan di kantin, berangkat dan pulang sekolah pun berdua, disana ada Kinan disana pula akan ada Raziv. Padahal mereka sudah jelaskan bekali-kali, mereka hanya sahabat biasa, tak ada perasaan apapun, tak ada hubungan khusus seperti yang orang lain bicarakan. Walaupun yang orang lain lihat selama ini, bukan seperti itu.

Tapi beberapa bulan ini, diketahui bahwa Kinan sudah memiliki pacar, namanya Okta Herfian murid dari SMA paling elite seJakarta, SMA Tunas Persada. Banyak orang tidak percaya akan kenyataan tersebut. Padahal, hal itu benar adanya, karena di suatu siang, Okta menjemput Kinan pulang dari sekolah.

Suatu kali Aji, kawan Raziv saat duduk di kelas 1 pernah bertanya. “Bro, sebenernya elo sama Kinan tuh pacaran ga sih?” Raziv yang sudah kebal mendengar pertanyaan semacam itu hanya menjawab enteng.

“Kan udah gue bilang berkali-kali, Kinan itu sahabat gue dari SMP, gue sama dia tuh udah kayak sodara”

Aji mendecakkan lidah sambil geleng kepala “Bukan gitu man, kalo gue perhatiin dari cara lo ngeliat dia, merhatiin setiap tingkah laku dia, ucapan dia, ada yang beda gitu. Kayak, lo tuh pingin selalu ada buat dia, ngelindungin dan ngejaga dia, iyakan?” Raziv tersenyum simpul mendengar penjelasan Aji yang sedikit aneh.

“Aduh, segitunya amat lo merhatiin gue” Raziv tergelak “kan emang itu gunanya sahabat bro”

“Bullshit man! Ternyata lo ga sedewasa yang gue pikir sob” Aji menghela napas berat.

“Lo ngomong apa barusan?” ditonjoknya pelan lengan atas kawannya itu, Aji hanya mengedikkan bahu lalu pergi seenaknya meninggalkan Raziv yang sedang bergumul dengan perasaannya sendiri.

“Am I that obvious? Apa gue segitu keliatannya sayang sama lo Nan? Sekarang gue cuma bisa diem, nunggu elo yang sadar tentang perasaan yang gue pendem buat lo hampir setaun ini”

Hari ini, pelajaran terakhir adalah praktek Biologi tentang jaringan tumbuhan. Murid-murid kelas 11 IPA 2 berbondong bondong masuk lab Biologi yang letaknya di lantai paling bawah dengan membawa tumbuhan monokotil & dikotil yang dibawa masing-masing dari rumah. Setelah memberi salam dan mebaca doa, alat-alat yang dipersiapkan diatas meja, mikroskop cahaya, meja preparat, silet, beberapa bagian utama tumbuhan, dan alat-alat lain yang diperlukan pada percobaan tersebut. Beberapa anak sudah memulai tahap awal pengamatan.

“Ibu ada rapat di ruang guru sebentar, setelah kalian amati di mikroskop, gambar hasilnya lalu kumpulkan di meja ibu saat bel pulang sekolah” perintah Ibu Sumi diikuti koor kompak “Iya bu” oleh para muridnya dan beliau pun pergi dengan tenang.

Beberapa menit kemudian…

“Ih, hahaha kok lucu sih bentuknya, bulet gitu ada gelembung-gelembung warnanya ijo! Raziv! Liat!Ini aku ambil dari batang monokotil nih, kamu kan pinter aku takut kurang focus mikroskopnya! Sini liat Ziv!” cerocos Kinan semangat tanpa titik koma tanpa melepas matanya dari mikroskop yang ia pegang erat-erat.

Raziv yang sudah hafal tabiat Kinan saat berhubungan dengan praktek mikroskop tersenyum hangat sesaat sebelum beranjak ke meja kelompok Kinan. Teman-teman meraka yang lain yang awalnya terkejut hanya senyam senyum masam mengetahui perilaku Kinan yang seperti anak umur 5 tahun yang baru melihat burung bermesin (re: pesawat terbang)

“Iya, ini udah bener kok, cuma kurang focus sedikit aja sih” jelas cowok itu kalem

“Kamu tunggu sini dulu, aku fokusin, nanti aku tunjukkin lagi ke kamu, tunggu loh”. Raziv berdiri diam memperhatikan jemari kecil Kinan memutar kenop untuk memfokuskan bayangan. “Andai elo tau apa yang gue rasain ke elo sekarang, apa kita bakal masih tetep kayak gini nan?”

“Nih, nih udah belom? Liat deh, liat” suara cempreng Kinan membuyarkan lamunan akan angan semu yang menari di kepala Raziv, Ia lalu hanya mengangguk kecil.

Bel pulang sekolah tepat berbunyi saat murid kelas 11 IPA 2 selesai membuat laporan.

“Ziv, maaf yaa hari ini kita ga pulang bareng, kamu pulang sendiri gapapa kan?” ujar Kinan pada Raziv sambil menenteng hp nya, seperti habis dihubungi seseorang, Raziv melirik sekilas ke arah hp itu dan mengerti apa penyebabnya.

“Ooh, lo mau pulang bareng Okta? Kalo gitu gue duluan ya” balas Raziv kemudian melenggang pergi keluar pintu lab, ”Hati hati di jalan ya!”

“Nan, kadang gue suka mikir, lo lebih cocok sama Raziv ketimbang sama Okta” Kinan menatap Annisa bingung, tak mengerti akan ucapan Annisa barusan

“Loh, kok kamu ngomong gitu Nis? Aku sama Raziv kan cuma temen”

“Kalo liat dari cara Raziv mandang elo, dia sayang banget sama lo Nan, gue liat itu bukan cara orang mandang sahabatnya, yang gue rasain lebih dari itu. Gue cuma belom bisa deskripsiin, mungkin cinta mungkin juga bukan. Elo aja yang selama ini belom sadar, well, gue pikir kayak gitu” Kening Kinan semakin berkerut mendengar penyataan tersebut yang ia pikir semakin kacau, ga mungkin lah Raziv punya perasaan khusus sama dia.

“Udah ah, kamu ngomongnya kok makin ngaco sih? Raziv sama aku itu gaada apa apa, enggak lebih, enggak lebih dari sebuah ‘persahabatan’, bener deh”

“Terserah apa kata lo deh Nan, yang penting satu hal yang harus lo tau. Raziv sayang banget sama elo” ungkap Annisa lalu ia pergi keluar diikuti Kinan, ucapan Annisa diteruskan dalam pikiran Kinan “Sayang… sebagai sahabat kan? Apa memang… ada yang ‘lain’?”

“…masa aku kemaren liat Okta lagi jalan Ziv sama cewek lain, pegangan tangan lagi, mesra-mesraan lagi. Okta kok jahat banget sih sama aku Ziv? Kenapa Ziv? Kenapa? Apa aku udah gapantes jadi pacarnya? Emang aku salah apa sih sama dia? Dia kok tega-teganya bikin aku sakit hati? … ” curhat Kinan pada Raziv di ruang tamu rumah Raziv siang itu penuh dengan isak tangis. Sudah hampir 15 menit ia meracau, mengucap kata-kata yang sama dengan berlinangan air mata. Raziv yang memandangi sisi kerapuhan dari gadis di depannya itu hanya bisa menahan mati-matian gejolak di hatinya untuk sekadar memeluk Kinan untuk menenangkannya. Maka itu, tindakan yang ia bisa lakukan adalah mengusap punggung ataupun puncak kepala Kinan dengan lembut, seakan takut membuat makhluk di sampingnya ini semakin hancur dan rapuh.

Ia tahan kuat-kuat pula amarahnya yang meluap-luap pada Okta, ia memang sudah curiga dengan cowok itu dari awal. Gosip yang santer terdengar, Okta adalah cowok player yang suka mempermainkan cewek sesuka hati. Ia pikir setelah berpacaran dengan Kinan sifatnya akan berubah, apalagi saat Okta berencana ‘menembak’ Kinan dahulu, Raziv sampai mendatangi rumahnya mengancamnya jangan pernah berani menyakiti Kinan, atau Okta akan tahu akibatnya. Tapi sepertinya, Okta tak mau ambil pusing, buktinya seorang gadis yang paling ia sayangi kini menangis akibat ulah cowok playboy itu.

“…aku telepon bilangnya lagi pergi sama temen-temennya, ternyata apa? Dia malah asik berduaan sama cewek itu. Lagian, siapa sih tuh cewek? Gatau apa kalo Okta itu udah punya pacar? Hati aku sakit Ziv, sakit!! Apa emang dia udah enggak sayang aku lagi?…” ujar Kinan tanpa henti, masih dengan terisak-isak. Tangisan Kinan yang semakin menjadi, semakin membuat Raziv ingin sekali menghajar cowok brengsek itu tepat di depan wajahnya.

Selang beberapa waktu, tangis Kinan mereda, tisu-tisu sudah berserakan di meja, bangku, sampai lantai ruang tamu. “Kita pergi yuk, kemana gitu. Udah lama kan kita enggak pergi bareng?” Kinan mengangkat kepala dari posisinya menelungkupkan kepala sejak awal.

“Ke… kemana?” kata Kinan terbata, sementara Raziv mulai menghapus sisa-sisa air mata yang mengalir di pipi putih pucat Kinan dengan ibu jari.

“Kemana aja boleh, keliling Jakarta juga gapapa. Nanti gue anter pulang, terus besok kita pergi. Sekarang elo istirahat dulu gih, capek kan nangis terus? gamungkin juga elo pulang dengan keadaan kayak gini. Entar dikira gue ngapa-ngapain elo lagi, pulang-pulang mata bengkak gitu” Senyum Kinan perlahan merekah, hatinya mulai terasa tenang dan lega luar biasa. Ia pun mengangguk kecil lalu mencoba tidur selonjor di bangku tak ubahnya rumah sendiri. Sedangkan Raziv ke dapur membuatkan minuman hangat untuknya.

Esok pagi pun tiba, sesuai janji tepat pukul 9 Raziv sampai di rumah Kinan, Setelah turun dari mobil dan berpamitan ke mama Kinan, mereka melesat pergi. ”Siap bos! Let’s go!!” ucap cewek itu semangat 2013.

12 jam setelahnya, mereka baru sampai di rumah. Nyaris keliling Jakarta! Awal tujuan ke Kebun Binatang Ragunan untuk sekadar melihat lihat sekaligus makan siang. Setelah itu berlanjut ke Kota Tua, mengunjungi Museum Fatahillah dan Museum Bank Indonesia, lalu mencoba hidangan kuliner di kafe-kafe di pelosok kota Metropolitan itu, beranjak sore mereka ke Dunia Fantasi, terakhir ke Ancol untuk melihat-lihat panorama alam di pantai itu saat malam. Hari yang melelahkan, lumayan juga buat menyegarkan otak dari segala kepenatan UAS serta rutinitas harian tentang sesuatu bernama ‘sekolah’. Juga melupakan sejenak perisitiwa kemarin yang cukup menguras hati, pikiran, dan tenaga Kinan.

Sebelum pulang, Raziv sempat melihat ada toko bunga di pinggir jalan, hatinya tergerak untuk memberikan beberapa tangkai untuk Kinan. “Lo masuk mobil duluan, gue pingin beli sesuatu” Kinan hanya manggut-manggut sambil menjilati arum manisnya. Raziv pun kembali dan langsung mengangsurkan bunga pemberiannya di pangkuan Kinan.

“Bunga? Tulip kuning? Buat siapa Ziv?” Kinan melihat-lihat bunga itu dengan ekspresi bingung

“Buat lo lah”

“Dalem rangka apanih? Kok tiba-tiba? Tapi kan aku sukanya mawar putih”

“Mawar putih ga ngagambarin perasaan gue ke elo Kinan” jawab Raziv lalu menyalakan dan memasukkan persneling mobil.

Hari ini libur kenaikan kelas sudah mulai memasuki minggu kedua, SMA Tunggal Ika memberi libur 1 bulan penuh bagi murid-muridnya, hal ini tak disiasiakan oleh Raziv. Ia langsung pergi ke Jogja berkunjung ke rumah neneknya sekaligus reuni dengan kawan lama saat ia SD di kota pendidikan itu. Maklum, ia baru pindah ke Jakarta saat kelas 8 SMP dan sekarang baru sempat liburan lumayan lama dan pulang ke kampung halaman.

Sementara Kinan, tepat di monthlyversarry nya yang ke 4 bulan atau hari ketiga di minggu pertama liburan, mereka putus! Tus tus tus! Kinan kapok berurusan lagi dengan cowok tukang main cewek macam Okta, bukannya bikin seneng hati malah bikin capek. Mending diudahin kan? Tapi ia juga tak sanggup menahan air matanya di telepon saat malamnya ia kembali curhat pada Raziv. Raziv yang berada di seberang sana pun hanya dapat menenangkan dengan “Sabar ya nan, keputusan lo udah bener kok mutusin dia” atau “Udah dong ya, jangan nangis, enggak capek nangisin orang kayak dia? ”. Apalagi Okta adalah pacar pertama Kinan, bukan enggak mungkin Kinan menangisinya. Untuk menghilangkan rasa sakit hatinya, ia lalu mengajak teman-teman SMPnya reuni juga. Seenggaknya ada hal yang bisa mengenyahkan jauh jauh Okta dari pikiran cewek itu.

Sayangnya hari ini teman-temannya tak ada yang bisa ia ajak pergi keluar, maka dari itu ia hanya DVD marathon ditemani cemilan. Tak sengaja di atas meja ruang TV, ia menemukan majalah yang terbuka di salah satu halamannya. Mungkin habis dibaca mama nya namun belum dibereskan. Alih alih mengembalikan majalah tersebut ke tempatnya, ia tertarik saat membaca salah satu artikel berjudul “Arti di Balik Sebuah Bunga”

Mawar Putih

Melambangkan ketulusan sepenuh hati.

Bila ada sesorang yang memberikan anda bunga ini, itu

berarti orang tersebut sangat tulus dalam membantu

anda.

Bunga Aster

Merupakan simbol cinta sekaligus keindahan.

Aster berwarna Pink Carnation diartikan ‘aku tidak

akan melupakanmu’, sedangkan yang berwarna kuning

mengandung arti penolakan atau kekecewaan

Daisy Orange

Bunga ini merupakan

symbol kehangatan, sukacita, semangat.

“Tulip Kuning”

Seketika pikirannya melayang ke beberapa hari yang lalu, hari terakhir ia bertemu Raziv sebelum liburan, hari diamana sahabatnya itu mengajaknya pergi nyaris keliling Jakarta. Rasa penasarannya meningkat setelah menyusuri keterangan di bawah tulisan itu. Cinta yang tulus dan tak terbalas. Cinta yang tidak mempunyai harapan. Jika seseorang memberimu bunga ini, dia tidak ingin kau tahu akan perasaannya, ia memilih untuk menutup perasaanya rapat-rapat padamu.

Jadi… Jadi selama ini Raziv menyayanginya? Mencintainya? Tapi… cinta itu tak terbalas karena ada… Okta? Bahkan dia memilih merahasiakan hal itu darinya. Seketika ia merasa bersalah, kenapa ia baru sadar sekarang? Hari ini? Lagipula, sejak kapan Raziv memendam perasaan untuknya? Saat awal mereka bersahabat? atau akhir akhir ini? Seketika pikirannya menemui jalan buntu. Mengapa ia tak menyadarinya sama sekali? Memang, segalanya serba TERLAMBAT.

“Ziv, kamu udah pulang dari Jogja? Udah sampe rumah belom? ”

“Udah kok tadi pagi, ini lagi beres-beres barang. Kenapa nan? ”

“Hmm… Aku… Ke rumah kamu ya? Aku… pingin kasih tau kamu sesuatu”

“Tuhkan, lo aneh lagi. Yaudah gue tunggu ya” Sambungan telepon terputus

Pasca putusnya ia dengan Okta, Kinan mulai berpikir lebih dewasa, mulai lebih memahami perasaan orang lain dan tentu saja, perasaannya sendiri. Sejak mengetahui perasaan Raziv, ia mulai memikirkan cowok itu. Apa apa inget Raziv. Kemana mana inget Raziv. Perhatian-perhatian cowok itu padanya, pertolongan yang selalu ada untuknya, Raziv yang selama ini ada di sampingnya, termasuk ucapan Annisa di lab bio dulu. Gara-gara hal itu, setiap ia sedang berhungan dengan Raziv di telepon misalnya, ia selalu berbicara dengan gugup. Sampai Raziv yang keheranan beberapa kali bertanya “Lo kenapa sih? Kok bawel lagi kayak biasanya? Kesambet setan diem apa gimana sih?”. Ia sadar, ia mulai mencintai sahabatnya, seorang Raziv Satnawijaya.

Sekitar setengah jam kemudian, Kinan muncul di depan pagar rumah Raziv. Setelah dipersilahkan masuk dan duduk di ruang tamu, seketika hening. Tak ada yang memulai pembicaraan, Kinan hanya diam menunduk sambil memainkan ujung renda bajunya.

“Gue ambil oleh-oleh buat lo dulu. Abis itu lo cerita ada apa. Lo aneh. Serius”

Begitu kembali, Raziv menenteng dua plastic bag bertuliskan ‘I LOVE JOGJA’ lalu meletakannya di atas meja, tepat di depan wajah Kinan. Gadis itu terkesiap, tanda ia habis melamun sambil memperhatikan ubin. Kinan mengangkat kepala, lalu menatap Raziv lekat lekat. Memperhatikan wajah sahabatnya dengan teliti. Dari alisnya yang cukup tebal, bola matanya yang hitam yang kata Annisa memiliki tatapan yang berbeda saat melihat Kinan, hidungnya yang mancung, lalu berhenti di bibir tipis milik Raziv.

“Nan, lo kenapa sih ngeliatin gue sampe segitunya? Baru sadar kalo sahabat lo ini ganteng banget?”

“Ih, sotau banget sih. Sejak kapan kamu jadi kepedean gitu?” Kinan mengerucutkan bibir sebal.

Setelah Kinan berkata begitu, Raziv langsung memutar posisi duduk seluruh badannya fokus menghadap Kinan. Cewek itu pun terkejut lalu reflex mundur sampai punggungnya menempel di senderan sofa.

“Terus kenapa hmm? Lo enggak seneng ketemu gue ya? Dateng dateng enggak pake senyum, daritadi gue perhatiin lo cuma ngelamun. Baru gue tinggal beberapa minggu sikap lo udah berubah 360 derajat. Lo kenapa sih? Ada masalah? Biasanya juga kalo cerita enggak pake babibu langsung nyerocos aja” Mimik wajah Raziv terlihat begitu serius, saat ini ia hanya ingin pertanyaannya itu terjawab tuntas oleh gadis di depannya. Semua. Juga keanehan-keanehan saat mereka berkomunikasi kemarin dulu.

“Sebenernya ak-…”

“Permisi.. Assalamualaikum… Permisi” Di suasana genting seperti itu, tiba tiba ada seseorang di luar sana mengusik. Raziv yang merasa masalahnya belum menemui jalan keluar lalu mengacak acak rambutnya kesal, ia mau tak mau meladeni orang tersebut. Sementara Raziv menemui orang itu, Kinan menata nata ulang kalimat yang akan ia tuturkan pada Raziv nanti, bahwa ia sudah tahu perasaan Raziv dan bahwa ia jatuh cinta padanya. Setelah merasa pas, ia duduk dengan rileks menunggu sahabatnya itu kembali.

Ia terkejut mendapati Raziv kembali dengan seorang gadis berparas Jawa asli ada di belakang nya. ”Itu siapa?” katanya dalam hati. Seperti mendengar kata hati Kinan, Raziv mengatakan sesuatu yang bagi Kinan seperti tamparan. Tamparan yang membuatnya jatuh ke jurang penyesalan.

“Gara gara sifat lo yang aneh dari kemaren, gue jadi gaenak buat cerita ini ke elo. Tebak ini siapa? Pacar gue, Ristya” Cewek tadi tersenyum manis. Shocked! Hati Kinan hancur berkeping keping, rasanya pikirannya kosong, saat itu ia bahkan berharap ia tuli, enggak punya kuping kalau perlu. “Pa-pacar? Kok k-kamu enggak cerita dari awal sih? Jahat banget” Sebenarnya saat bertanya itu, ia sungguh berpura-pura, perasaannya campur aduk jadi satu.

“Kan tadi gue udah bilang, sikap lo aja aneh banget akhir akhir ini. Gue jadi segan ngomong ke elonya, guenya lagi seneng tapi lo nya lagi ada masalah. Padahal dari awal ketemu dia, gue mau langsung cerita ke elo” Kinan mencengkeram erat oleh-oleh dari Raziv. Hanya satu yang ingin ia lakukan saat itu. Cepat cepat pergi.

Gadis bernama Ristya tadi berinisiatif menghampiri Kinan duluan, mengulurkan tangan mengajak berkenalan “Hai, aku Ristya. Kinan? Raziv sering banget loh cerita tentang kamu”. Kinan dengan ragu menyalami Ristya, “Haaai, selamat ya buat kalian! Enggak nyangka orang kayak Raziv bisa punya pacar juga, cantik lagi”. Ristya tersipu malu, “Masa’ sih?” Kinan hanya mengangguk sambil tersenyum tipis, padahal ia sedang bersikeras menahan air matanya agar tidak keluar sedikitpun di depan Raziv, ia tak mau cowok itu tau perasaannya saat ini. Ia cuma ingin pergi. Dari situ. Secepatnya.

“Kalo gitu, aku pulang ya Ziv. Makasih loh oleh-olehnya! Duluan ya Ristya! Sekali lagi selamat buat kalian berdua, Ziv traktir nya jangan lupa di sekolah!” Kinan beranjak dari tempat duduknya semula, lalu berlari cepat keluar tak peduli pada Raziv yang meneriakkan namanya, untung Raziv tak mengejar. Mungkin karena ia langsung mencegat taksi begitu sampai di halte dekat rumah Raziv.

Di dalam taksi ia menangis, mengapa hal ini mesti terjadi? Disaat ia justru menyadari perasaan Raziv, juga perasaannya terhadap Raziv, mengapa justru ini yang terjadi? Mengapa? Hatinya bagai tertusuk ribuan jarum saat mendengar kata kata itu meluncur dari mulut Raziv “Tebak ini siapa? Pacar gue, Ristya”. Air matanya meluncur deras, ia menyesal. Kenapa ia TERLAMBAT menyadari nya dari awal bahwa Raziv mencintainya, kenapa ia TERLAMBAT mengutarakan perasaannya sendiri hingga kini ia merana? Mengapa semua serba TERLAMBAT?

Cerpen yang berjudul "Late" ini merupakan sebuah karangan dari seorang penulis bernama Windyana Pusparani. Kamu dapat mengikuti akun twitter penulis di akun: @windywindaay.

Posting Komentar untuk "Cerpen Cinta - Late | Windyana Pusparani"