Cerpen Cinta - Cinta Yang Tak Semestinya | Siti Khaeroni
Aku mulai percaya kalau bahagia itu akan
menyelinap pada jiwa yang senantiasa tidak memaksa, melainkan pada hati yang
ikhlas menerima.
Biarkan aku melepas dengan ikhlas rasa
yang pernah bergemuruh, rasa yang semakin hari semakin membuncah membuat dadaku
sesak. Akan aku ikhlaskan rasa ini berseteru, menderu sebagaimana yang Tuhan
izinkan. Sebab bagaimanapun juga ia harus berselesa rindang di dalam taqwa.
Pandangan mata fokus pada satu lilin,
sumber cahaya satu-satunya malam ini. Selembar kertas dan pena segera aku ambil
dari atas meja lalu menulisnya jelas dengan tinta merah, bertuliskan hijrah.
Lilin yang sedari tadi terus kubiarkan menyala hingga habis meleleh, mematikan
dirinya. Aku menghadapkan muka ke atas langit-langit rumah lalu memejamkan
kedua mata dan membukanya kembali dengan pelan. Terlihat cahaya remang-remang
dari bilik kamar.
Ia, karena malam ini suasana dibiarkan
terasa sunyi, senyap dan gelap. Lampu yang sengaja dimatikan karena ingin
mengoreksi apa yang salah selama ini!. Kutarik nafas panjang dan
menghembuskannya pelan. Sejenak aku tersenyum karena Tuhan masih mengizinkanku
mereguk nafas.
Terbayang kisah silam yang aku jalani
kala itu!.
Benar juga kata sebagian orang, bahwa
“Jangan terlalu percaya manusia yang dengan gagahnya mengatas namakan cinta
jika cinta itu belum dibuktikan dengan ijab dan Kabul.” Ia, biarkan saja garis
tangan ini yang berbicara, menguak semua misteri yang tak mampu terucapkan.
Kutipan tersebut seakan menjawab
keraguanku selama ini kepada seorang lelaki, sebut saja ia Bilo, orang yang
telah membuat air mataku kerap kali bermuara di pelupuk mata setiap kali
mengingatnya.
Aku tidak pernah menyangka, bagaimana
mungkin aku masih menyukai orang yang belum tentu memiliki rasa yang sama
denganku? Bagaimana mungkin aku sendiri merajut indah sebuah harapan sedangakan
Bilo sendiri sudah tidak mengindahkan benang harapan di antara kami!.
Ah, haruskah aku memaksanya menyelami
masa lalu itu, masa dimana janjinya itu ditebar dengan manis!? Haruskah aku
menjadi wanita yang egois yang harus memenjarai jasadnya supaya enggan
tersentuh kasihnya wanita lain! ”Muak… Lelah!” Pekikku kesal di dalam hati.
Bilo yang sudah hilang bagai ditelan
bumi hampir satu tahunan, Orang yang sudah jelas-jelas pergi meninggalkan janji
setelah dia meyakinkanku!. Ya Tuhan belum apa-apa dia sudah memberikan harapan
palsu!.
“Tring … Tring … Tring” Tiba-tiba
seorang lelaki memakai jas putih menghampiri dan membawakan rangkaian bunga nan
indah di hadapanku yang masih tertidur.
Aku tersontak olehnya, “Hai, kamu
siapa?, Ada perlu apa kemari, tanpa seizinku kau memasuki zona kamar Sikha!”
Gertakku geram!.
Tetap saja lelaki yang memakai jas putih
tadi tidak mengindahkan kata-kata yang aku lontarkan. Sembari ku terbangun dari
tempat tidur menghampirinya, tiba-tiba dia memberikan rangkaian bunga yang
dibawanya. Aku memandangnya cukup lama, “Dia tampan juga.” Gumamku dalam hati.
Spontan lelaki tadi menarik tanganku dan
mengajak ke luar. Daun pintu di tariknya “Kreuuk.” Suara pintu terbuka.
Sesampainya di depan pintu, lelaki misterius tadi mengajakku menunggangi kuda
putih. Aku tidak bisa berkata apa-apa, seakan bahasa tak tersisa di memori
otak. Aku pun terasa tersihir hingga terus mengikutinya. Kuda yang kami
tunggangi terus berlari dan masuk menerobos semak belukar hingga masuk ke dalam
hutan. Tiba-tiba aku sudah berada di atas altar merah yang dipenuhi dengan
taburan bunga di sekelilingnya. Aku merasa sudah mendapati diriku berbeda
sesampainya disana!, sangat anggun dengan balutan gaun putih dan hiasan bunga
di kepala tak ubahnya seperti ratu alice.
Suara dentingan lonceng terdengar
berbunyi. Aku bingung, lalu bertanya kepada lelaki tadi.
“Itu suara apa?” Tanyaku!.
“Suara lonceng penyambutan dirimu Sikha
karena hari ini kita akan resmi menjadi sepasang suami istri!” Lelaki tadi
menjawab!.
“Tapi, untuk saat ini aku belum siap
karena aku ingin terjun ke dunia literasi serta memiliki banyak karya!” Balasku.
“Triiiing… Triiing… Triing.” Suara
lonceng penyambutan kedatanganku semakin keras terdengar. Tubuhku sudah
menggigil, wajah pucat pasi, aku ingin berlari namun kaki sudah sulit
melangkah.
“Bruuuukkkk.” Akhirnya aku terjatuh dari
tempat tidur.
“Alhamdulillah ternyata hanya mimpi.”
Lonceng yang semakin keras berbunyi ternyata suara dari jam weker yang aku
taruh di atas meja, jam yang sengaja diaktifkan untuk membangunkanku. Pertanda
sudah memasuki waktu subuh.
Aku tersenyum kecil sembari mengingat
mimpi.
Undangan pernikahan yang semakin hari
semakin banyak di atas meja, pernikahan yang lagi maraknya sampai tidurku di
datangi pangeran yang siap mengajak ke pelaminan.
Ternyata semalam aku ketiduran sehabis
mengulas kisah kala itu, tapi ada hal berharga yang bisa aku petik dari
renungan tadi malam. “Ijtama’a alaihi wa tafarroqo alaihi; Bertemu karena Allah
dan berpisah juga karena Allah”.
Sudah saatnya belajar mengikhlaskan
semuanya karena tak sehelai rambut pun yang jatuh dari kepala kecuali atas
izin-Nya. Ia, aku percaya!. Aku juga dipertemukan dengan Bilo tak lain hanya
untuk mengambil pelajaran dan ketika rasa itu memuncak Tuhan menginginkan aku
kembali kepada-Nya. Yang baik adalah untuk yang baik, karena itu lebih baik aku
berusaha memantaskan diri menjadi lebih baik untuk dipertemukan yang baik pula.
Dan satu hal yang aku percaya jodoh tak akan kemana. Inilah hal yang menjadi
kado istimewa di malam ini, karena aku sadar bahwa hubungan yang aku jalin
selama ini adalah cinta yang tak semestinya.
Ya Tuhan, izinkan aku menikah tanpa
pacaran untuk memantapkan hijrah ini sebagai kado terindah selama aku berkelana
di bumi untuk menebus cinta yang tak semestinya kala itu. Cukuplah di sepertiga
malam tempat rasa ini mengucap rindu.
Cerpen Cinta yang berjudul "Cinta Yang Tak Semestinya" ini merupakan sebuah karangan dari seorang penulis bernama Siti Khaeroni. Kamu dapat mengunjungi facebook penulis di akun: Oniq Permata Hati
Posting Komentar untuk "Cerpen Cinta - Cinta Yang Tak Semestinya | Siti Khaeroni"