Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cerpen Cinta - CLBK (Cinta Larasatiswari Bersemi Kembali) | Triyana Aidayanthi

cerpen cinta lama bersemi kembali

HUJAN LEBAT pagi itu cukup membuat Lara enggan berangkat sekolah. Alasannya: payung satu-satunya sedang di bengkel, jas hujan di pinjam tetangga, dan bertemu dengan Yoga, si tukang ojek payung di halte bus. Jam di dinding sudah menunjukan pukul setengah delapan pagi. Lara masih mangut-mangut di jendela kamarnya. Bolos. Handphonenya berdering. Tukang ojek payung lagi. Batinnya. Lara keluar dari kamarnya, menerobos hujan.

Di depan gerbang sekolah. Masih terbuka lebar. Satpam nyentrik yang selalu memarahinya jika terlambat itu pun tidak menampakan diri. Yang ada hanya Yoyok, si tukang sapu sekolah yang mangut-mangut di post satpam. Setelah menengok ke sana ke mari, Lara masuk dengan langkah meyakinkan. Dan…

“Terlambat lagi…” Yoga muncul dengan keadaan yang sama, setengah basah.

“Lo pasti ngikutin gue kan?” kata Lara sambil menatap sinis Yoga.

“Aku gak mau berdebat pagi-pagi.”

“Terserah lo!” bentak Lara.

Pagi itu tak seperti pagi-pagi sebelumnya. Yoga mulai melancarkan serangan balik meski dalam bentuk yang masih simpel.

Di taman dekat lapangan basket.

“Hai…” sapa seorang gadis yang membawa bola basket.

“Hai Sin, udah sembuh ya? Maaf gak sempet jenguk…”

“Iyaa sante aja.. Niihh…” Sinta menyerahkan bola basket kepada Yoga. “Ganti rugi bola kamu yang aku pecahin itu..”

“Gak perlu repot-repot juga.. bawa aja..” Yoga menyerahkan bola itu.

“Kamu belum maafin aku ya?” wajah Sinta mendung.

“Bukan gitu… Ya udah deh, aku terima… makasi ya..”

“Naaah gitu dong..”

Yoga hanya tersenyum. Ia tak konsen dengan Sinta, tetapi dengan gerak seorang cewek yang baru keluar dari kelasnya. Terlihat sedikit tak biasa. “Aku ke kelas dulu ya, bye.” Yoga melangkah menuju kelasnya. Tapi ternyata berbalik arah. Kelas XII IPA 1. Setelah mencari-cari agak lama, ia melihat Lara berada di balik tangga. Sendiri. “Sakit?” tanya Yoga. Lara memilih diam. “Jawab Ra, jangan diemin gue!” Yoga mulai serius.

“Mendingan lo pergi aja..”

“Kenapa masalah diantara kita gak pernah selesai? Karena gue yang selalu berusaha deketin lo.. tapi lo gak pernah ngerti perasaan gue..”

“Lo punya perasaan?” pertanyaaan dari Lara itu membuat Yoga semakin ingin menungkapkan yang sebenarnya.

“Gue punya perasaan. Perasaan sayang sama lo. Gak perduli siapa yang lo suka, gue tetep sayang sama lo.”

“Terserah lo mau ngomong apa. Gue gak perduli sama perasaan lo. Karena gue terlanjur benci sama lo.” Kata terakhir dari Lara adalah pukulan keras untuk Yoga. Pertahanannya terasa runtuh.

Lara berjalan lemas menuju kelasnya. Air matanya sudah tak bisa dibendung lagi. Kali ini Lara memilih untuk menceritakan semuanya pada teman sebangkunya, sahabatnya sejak kecil, Diana.

“Masalah lo sama dia kan udah lama Ra, masalah sepele lo gede-gedein gini. Tersiksa sendiri kan jadinya.”

“Lo bener…”

“Lalu, kenapa lo masih kayak gini? Coba lo jujur yang sebenernya sama dia. Lo gak kasian sama dia? Dia sering cerita ke gue soal lo yang gak mau nanggepin dia..”

“Kalo dia tau yang sebenernya, lo yakin dia mau maafin gue?”

“Apa sih yang sebenernya lo tutup-tutupin? Seserius apa sih?”

“Ra… ada yang nyariin kamu di luar..” Ussy menyerakan sepucuk surat yang ditujukan untuk Lara. Diana memperhatikan surat itu. Penasaran. Lara berajak dari tempat duduknya.

Senyum dulu… aku tau apa yang terjadi tadi, lupain ya.. Love you..

“Kenapa, Ra?”

“Nothing.. gue keluar dulu ya..” bergegas keluar berharap seseorang bisa membantunya keluar dari masalah ini. Seseorang sudah menunggunya di lapangan basket. Setibanya di sana, dia menyapa Lara. Seperti sudah lama tidak bertemu.

“Do you miss me?” pertanyaan pertama.

“Why not? Udah lama banget kita LDR, gak waras kalo aku gak kangen kamu..”

“Kudengar akan ada acara reuni, ya?”

“Apa kamu pulang hanya untuk menghadiri acara itu?”

“Cemburu yaa..?”

“Iya… kamu bagi cintamu buat buku, penelitian, dan segala macam, lalu sekarang dengan acara reuni yang belum jelas ini?”

Hahahaha.. tawanya.

Lara berdiam diri berbalut dinginya angin malam di teras depan bersama setumpuk buku-buku milik Andika. Ia menitipkannya kepada Lara, karena keisengannya, Lara membaca buku-buku itu satu per satu. Ia merasakan sesuatu yang aneh pada dirinya ketika membuka halaman pertama dari buku tumpukan teratas.

“Aku ingin membuka halaman selanjutnya.”

“Bukankah biasanya dari sampulnya saja aku sudah tak ingin membacanya, membukanya pun aku enggan.”

Ketika ia sampai pada halaman terakhir, ia dikejutkan oleh selembar foto 2 orang cwok yang sangat ia kenal.

“Ada hubungan apa diantara mereka berdua?”

Lara beranjak ke kamarnya, mengambil handphone untuk menghubungi Andika. Namun tak kunjung ada balasan dari Andika. Lalu Lara memutuskan untuk menyambangi rumah Andika. Persis seperti dugaannya, saat ia sampai di depan rumah Andika, ia melihat Yoga sedang duduk santai di teras. Ketika ia memasuki halaman rumah itu, seseorang lagi keluar dari dalam rumah, dan itu Andika. Sontak mereka berdua terkejut melihat kedatangan Lara.

“Lara.. ngapain kamu malem-malem ke sini?”

“Sebenarnya kalian ada hubungan apa?”

“Aku bisa jelasin, Ra..” jawab Andika.

“Dika, lo kenal sama Lara?”

“Tentu. Aku pacarnya!” tegas Lara.

Yoga begitu marah mendengar jawaban itu. Ditariknya kerah baju Andika, lalu dipukulnya beberapa kali kakaknya itu.

“Yoga, cukup!!” bentak Lara sambil menarik tangan yang mengepal itu.

“Apa maksudnya ini?” bentak Yoga. Lalu sebuah pukulan keras melayang di pipi kanan Andika.

“Lo nyuruh gue ngejauhin Lara, tapi kenapa lo lakuin ini?”

“Ini gak adil bagi gue!!”

“Yoga, udah! Biar dia ngasi penjelasan!”

“Arrrgghh!!!! Diem!! Kalian berdua itu sama aja!!” teriaknya.

Yoga berjalan gontai menuju pintu gerbang. Hatinya remuk dan hancur. Di jalan ia bertemu dengan Diana.

“Kamu kenapa, Ga? Seperti habis berkelahi.”

“Ya.. memang tadi aku berkelahi.”

“Seorang Yoga?”

“Ya.. aku berkelahi dengan kakakku, Andika, pacarnya Lara.”

“Apa aku tidak salah dengar?”

“Tidak. Memang seperti itulah kenyataannya. Ya sudahlah.. aku sudah pasrah, Din.”

Lara masih di rumah itu. Memandangi Andika yang mengerang kesakitan dengan beberapa luka di wajahnya.

“Yoga dulu atlit karate. Jadi wajar wajahku jadi begini.”

“Kita putus aja, Dik. Semua sudah jelas. Setelah kelulusan, aku akan kuliah di Amerika. Mungkin aku tidak akan kembali lagi ke sini.”

“Apa ini karena aku?”

“Ini karena kalian berdua. Aku tak ingin menyakiti lebih dalam dari ini. Kau pisahkan aku dengan Yoga, hingga kami saling membenci.”

“Maaf, Ra. Ini semua kulakukan karena aku iri dengan Yoga. Sejak kecil dia selalu mendapat apa yang dia inginkan. Sedangkan aku?”

“Kau tak pernah mendapat apa-apa karena kau selalu ingin merampas milik orang!”

“Ya.. sekarang aku sudah sadar tapi setelah semuanya terlambat. Aku sungguh menyesal.”

“Aku pamit pulang. Banyak yang harus aku persiapkan untuk upacara kelulusan besok.”

Lara mengubah langkahnya pulang ke rumah menuju halte bus. Ia tau Yoga pasti ada di sana.

“Setelah upacara kelulusan besok, aku akan berangkat ke Amerika untuk melanjutkan kuliah di sana.” Sesampainya di halte bus dan mendapati Yoga bersandar di tembok.

Yoga tak menjawab, apalagi melihat lawan bicaranya itu.

“Jaga diri baik-baik ya, mungkin aku tidak akan kembali lagi ke sini.”

“Aku pulang, Ga. Sampai bertemu besok.”

Sang surya begitu cepat menghampiri Yoga yang masih berbalut selimut, Lara yang sudah siap untuk merayakan hari kelulusan, dan Andika yang siap kembali ke Australia.

“Lancarkan hari ini, Tuhan.” Lara berdoa di Gereja dekat kompleks perumahan tempat tinggalnya. Lalu ia berangkat menuju bangku sekolah terakhirnya di Indonesia.

“Hai, Diana, pagi..” sapa Lara saat Diana turun dari mobil jazz merah maroonnya.

“Pagi juga, Larasatiswari…”

“Hai, genk!” sapa Yoga.

Dua cewek itu saling berpandangan, lalu tertawa kecil.

“Hai, juga, Yoga Dwimas.. tumben ganteng.” Ledek Diana.

“Are you ready for today?” Lara

“Why not?”

Lalu tiga serangkai ini menuju Aula, tempat acara perpisahan berlangsung. Mereka tiba saat kursi di jajaran depan masih kosong. Nice! Sepanjang acara, mereka tak ubahnya anak TK, ada saja topik pembicaraan, ada saja bahan tertawaan, dan tentu ada saja kenangan baru. Saat bersama, 1,2,3,4 jam itu tak terasa. Hingga tiba saat pelepasan murid-murid kelas XII yang telah lulus. Tangis tawa bahagia bercampu jadi satu.

“Lanjut kuliah dimana?” tanya Yoga pada Diana yang sedag asyik menyantap nasi kotak.

“Universitas Indonesia, sastra..” jawabnya mantap. “Yoga?”

“Melanjutkan usaha orang tua guna menafkahi istri dan anak kelak!”

“Kok aku gak ditanya sih?”

Mereka berdua tertawa, Lara merasa terkacangi.

“Dimana, Ra?”

“Tetap setia jadi anggota redaksi. Hmm… dan ibu rumah tangga yang baik.” Jawabnya sambil senyum-senyum.

“MAKSUDNYA?”

“Batal!!!” Lara cengir-cengir.

“Beberapa hari lagi kita akan bertunangan, kok, lalu segera married..”

“Jadi, kalian?”

Tiga serangkai itu tertawa dan berpelukan.

Cerpen yang berjudul "CLBK (Cinta Larasatiswari Bersemi Kembali)" merupakan sebuah cerita pendek kehidupan karangan dari seorang penulis yang bernama Triyana Aidayanthi. Kamu dapat mengikuti twitter penulis di akun @_triyanaa.

Posting Komentar untuk "Cerpen Cinta - CLBK (Cinta Larasatiswari Bersemi Kembali) | Triyana Aidayanthi"