Cerpen Horror - Penghuni Ghaib Sekolahan | Shinigami
Penghuni Ghaib Sekolahan - Shinigami
KakaKiky - Semburat sinar mentari mulai menyapa bumi dan isinya. Diiringi dengan kicauan burung yang saling bersahutan.
Sungguh senandung pagi yang indah.
Seindah hati Rara yang hari ini akan memulai hari pertamanya menduduki bangku
SLTP favorityang ia idam-idamkan selama ini.
“ Mama, ayo buruan. Rara udah telat nih.
MOS-nya kan mulai pukul 06.30. Berarti Rara harus udah sampai sekolah 15 menit
sebelum MOS di mulai,” ujar Rara begitu semangat.
“ Iya Ra, Mama tadi habis pakein popok
adik. Ya udah, ayo kita berangkat,” sahut Mamanya.
Mereka lalu menyetop angkot yang menuju
sekolah itu. Setelah sampai di sekolah itu, Rara langsung bergabung dengan
teman-teman barunya. Kebetulan ada beberapa teman SD-nya yang juga masuk
sekolah ini sehingga Rara tidak terlalu merasa asing. Setelah bel sekolah berbunyi,
seluruh murid kelas satu berkumpul di lapangan. Mereka mendapat pengarahan dari
kepala sekolah dan ketua pelaksana Masa Orientasi Siswa (MOS).
Saat sedang diberi pengarahan, Rara
sekilas melihat ke barisan pria. Dia sedikit tertegun. Di situ ada pria memakai
seragamhitam-hitam. Dia heran. Harusnya hari ini berseragm putih-putih. Rara
ingin melihat wajahnnya, namun pria itu selalu menunduk. Kalau kakak kelas
sampai melihat, dia pasti di hukum, ucap Rara dalam hati. Lalu dia berbisik ke
Vina, temannya yang berdiri didekatnya.
“ Eh, kamu lihat cowok itu di sana. Dia
kok pakai baju serba hitam sih? Apa nanti tidak dihukum?” Vina mencari pria
yang dimaksud Rara. Namun ia tidak melihatnya.
“ Cowok yang mana Ra? Sejauh mata aku
melihat, semuanya pakai seragam putih putih.”
Rara pun kembali melihat ke arah pria
hitam tadi. Dia terkejut. Ternyata cowok itu sudah tidak ada! Selesai
pengarahan, murid-murid dibubarkan. Mereka menuju kelas sementara yang sudah
ditetapkan oleh panitia MOS. Seharian itu diisi oleh berbagai kegiatan MOS.
Mulai dari baris berbaris, perkenalan setiap ruangan di sekolah, guru guru
bidang studi, hingga penjaga kantin dan satpam di sekolah itu.
Seluruh penjuru yang ada di sekolah itu
diperlihatkan kepada semua murid baru. Sampai akhirnya mereka memasuki ruangan
UKS.
“Adik-adik, ini adalah ruang UKS sekolah
kita. Disini adalah markas daripada kakak-kakak Palang Merah Remaja kalian.
Nah, kalau dari kalian ada yang berminat untuk mengikuti ekstrakulikuler PMR,
ruangan ini akan menjadi sahabat kalian,” ucap kakak pemandu itu.
Rara tak hentinya mengamati secara
detail setiap bagian dari ruang UKS tersebut. Di situ ada foto kakak kelas pada
saat mengikuti lomba PMR, foto saat membuat tandu dan lainnya. Saat Rara sedang
asik mengamati, tiba-tiba ia mencium bau anyir seperti bau darah. Rara sontak
menutup hidungnya.
“ Vin, bau apa sih ini?” bisik Rara
kepada Vina.
“ Iya , seperti bau amis. Mungkin karena
di sini banyak peralatan medis kali,” jawab Vina.
Rara mengangguk. Ia pun sempat berpikir
seperti itu. Setelah dari ruang UKS, mereka semua kembali ke kelas. Setelah
semua kegiatan MOS hari itu djalani, muridmurid dipersilahkan untuk pulang. MOS
masih berjalan selama dua hari ke depan. Rara menunggu mamanya di pos satpam.
Di situ sedang tidak ada satpam yang berjaga, karena sekarang jam makan siang.
Mungkin mereka sedang istirahat, pikir Rara.
Saat sedang asyik menunggu mamanya,
datang seorang satpam. Namun satpam ini bukan satpam yang diperkenalkan oleh kakak
pemandu saat berkunjung ke pos ini. Lalu satpam itu duduk di bangku dalam. Ia
selalu menunduk, mukanya datar sekali, sedikit pucat. Rara menyapanya,
“ Permisi ya Pak, aku numpang duduk,
lagi nunggu dijemput mama.” Satpam itu hanya mengangguk dan tersenyum tipis ke
arah Rara.
Tertera nama Sutoyo pada tanda
pengenalnya. Tidak lama kemudian mamanya datang. Rupanya mama harus mengurus
adik dulu sehingga terlambat. Rara tersenyum dan tidak mempersoalkan hal itu.
Sebelum meninggalkan pos satpam, Rara menoleh ke arah satpam tadi untuk sekedar
berterima kasih dan pamitan. Namun satpam itu tidak ada.
“ Loh Pak satpamnya kemana?” cetus Rara.
“ Satpam? Dari tadi tidak ada orang di
situ,” sahut mamanya dengan heran.
Sampai di rumah, Rara menceritakan apa
yang tadi ia alami di sekolahnya. Mamanya tertegun, ia seperti bisa merasakan
apa yang Rara rasakan. Namun ia berusaha untuk mengalihkan perhatian Rara.
“ Itu cuma kebetulan saja Sayang.
Mungkin juga cuma halusinasi kamu. Sudah sekarang makan yang banyak, terus
tidur ya…” Tapi semua terasa aneh buatku, gumam Rara saat ia sedang tiduran di
kasur.
“Vina…Vina, tolong aku dikejar orang
gila!” jerit Rara di koridor sekolah.
Entah dari mana orang gila itu berasal.
Saat Rara memasuki gerbang sekolah tadi, tiba-tiba orang gila itu sudah berada
di belakangnya dengan pakaian compang-camping dan luka seperti luka bakar di
wajah dan tangannya Orang gila itu terus mengejarnya. Rara lantas memasuki
sebuah ruangan dan menguncinya dari dalam. Ia lalu meringkuk di sudut ruangan.
Ia terlihat kelelahan setelah berlarian
sepanjang koridor sekolah tadi. Ia kesal karena tidak ada satupun yang
menolongnya. Apakah mereka tidak melihat orang gila itu? Perlahan Rara
mengamati ruangan yang terlihat seperti ruang UKS. Tapi terasa berbeda. Warna
dindingnya seperti sudah kusam. Penuh lumut dimana-mana. Tempat tidurnya juga
berubah menjadi tempat tidur usang. Seprainya kusam.
Rara kemudian berjalan melihat lihat
foto yang terpajang. Disitu tertera tulisan: LOMBA PMR ANTAR SLTP se-JAKARTA SELATAN.
Kalau ini bukan ruang UKS mengapa ada foto lomba PMR? gumam Rara. Padahal waktu
kemarin berkunjung kesini, ruangannya masih bagus. Rara terus mengamati satu
persatu isi ruangan. Semuanya benar-benar seperti benda antik. Lalu Rara
menghampiri meja dekat pintu.
Disitu ada sebuah buku tebal bertuliskan
Absensi anggota PMR tahun ajaran
1989/1990. “ Loh kok ada disini? Ini kan
buku absensi tahun 89?” Pikir Rara. Dia lalu membawa buku absen itu keluar.
Mungkin ini arsip untuk pembina PMR, ujarnya dalam hati. Rara lalu membawa buku
itu dan ingin membuka pintu yang tadi di kuncinya. Namun Rara kesulitan untuk
membuka kunci itu.
“ Tidak bisa! Aduuhh.. bagaimana ini?
Tadi sepertinya gampang sekali ketika aku kunci. Kenapa sekarang jadi susah
dibuka?” keluh Rara. Akhirnya ia pasrah. Rara sudah kehabisan tenaga untuk
membukanya.
Rara terus melihat keluar jendela,
barangkali ada teman atau guru yang lewat untuk menolongnya. Benar saja, tak
lama kemudian segerombol wanita lewat. Sepertinya mereka kakak kelas, karena
Rara tidak mengenal wajahnya sama sekali.
Rara kemudian berteriak. Anehnya, suaranya
tidak keluar sama sekali! Lalu ia mencoba berteriak lagi, namun tidak ada
sedikitpun suara yang keluar dari mulutnya. Rara lalu ke dalam mencari benda
keras untuk memecahkan kaca jendela itu. Rara menemukan vas bunga. Segera ia
ambil dan melemparkannya ke kaca jendela. Namun Rara sangat terkejut karena
kaca itu tidak pecah!
Rara bingung, ia tidak mengerti apa yang
sedang terjadi. Ada apa ini? ucapnya dalam hati. Rara lantas menangis bingung.
Perlahan ia mencium bau anyir di ruangan itu. Rara hampir mual karena tidak
tahan mencium baunya. Dengan sekuat tenaga ia bangkit lalu kembali melemparkan
vas bunga. Seperti tadi, meski mengenai kaca jendela, namun kacanya tidak
pecah.
Dalam kondisi putus asa, Rara terus
berteriak-teriak meski suaranya tidak terdengar sama sekali. Tidak lama
kemudian melintas pria berpakaian serba hitam yang dilihatnya saat upacara hari
pertama MOS. Laki-laki itu lewat di depan ruang UKS dengan cara meunduk. Rara
kembali berteriak. Sepertinya laki-laki itu mendengarnya. Dia berhenti dan perlahan
menengok ke arah Rara.
Rara sangat berharap pria itu dapat
menolongnya. Namun Rara histeris saat melihat wajah pria hitam itu. Matanya
merah menyala, mukanya penuh luka bakar yang melepuh. Pria hitam itu
menyeringai ke arah Rara. Ia pun menjerit histeris dan tersadar dari tidurnya.
Mendengar jeritan Rara, mamanya masuk ke kamar dengan tergesa.
“Rara, ada apa? Kenapa kamu teriak-
teriak begitu? Ada apa sayang?” ucap Mama panik.
Rara langsung memeluk mamanya dan
menangis. Ternyata itu semua hanya mimpi. Saat ia melihat jam dinding
menunjukkan pukul 17.30. Ia baru ingat kalau tadi ia tidur siang, namun ia
tetap menangis di pelukan mamanya. Tubuhnya basah penuh peluh. Setelah tenang,
Rara menceritakan semua yang terjadi dalam mimpinya. Ia terlihat sangat
ketakutan.
Rara menjadi takut untuk berangkat
sekolah esok hari. Mamanya berusaha menasihatinyaa bahwa itu hanya bunga tidur,
itu semua tidak nyata. Tapi Rara merasa semua seperti nyata. Esok paginya Rara
terlihat tidak bersemangat seperti biasanya. Ia bahkan tidak mau sarapan.
Padahal mamanya sudah membujuknya, namun Rara tetap tidak mau.
Akhirnya Rara berangkat sekolah tanpa
sarapan. Saat sampai di kelas ia menemui Vina dan menceritakan kembali mimpi
yang dialaminya. Tanggapan Vina pun sama dengan mamanya. Tak lama kemudian bel
berbunyi, seluruh murid berkumpul di lapangan. Mereka kembali mendengar pidato
dari kepsek dan ketua pelaksana MOS. Murid murid mendengarkan dengan khidmat.
Begitupun dengan Rara.
Saat sedang mendengarkan, ia merasa sedikit
pusing, mungkin karena tadi ia belum sarapan. Lama lama pandangannya kabur
sebelum kemudian pingsan. Saat membuka mata, ia bingung ada dimana. Ternyata ia
berada di ruang UKS. Sementara Vina berdiri di sampingnya.
“Kamu tadi pingsan di lapangan,” ujar
Vina tanpa ditanya.
“Syukurlah sekarang kamu sudah baikan.
Sebentar aku belikan teh hangat di kantin….” Rara ingin mencegah Vina.
Namun temannya itu sudah langsung
melesat ke kantin. Rasa takut karena teringat mimpinya itu, kini menyergap
Rara. Ya Allah, lindungi aku. Namun baru sebentar memejamkan mata, Rara
mendengar pintu terbuka.
“Vin, kamu ya?” tanya Rara tanpa
menoleh. Rasanya
Kepalanya sangat berat. Rara mengulang
pertanyaannya karena tidak ada jawaban. Kali ini Rara pun panik. Apalagi ia
mulai mencium bau amis seperti dalam mimpinya. Sementara secara perlahan cat
tembok UKS yang tadinya berwarna putih bersih mengelupas lalu muncul
titik-titik lumut. Lama-lama lumut itu bertambah banyak. Dengan sekejap ruangan
UKS berubah menjadi seperti ruangan tua, persis seperti dalam mimpinya!
“Tolong jangan ganggu aku,” pinta Rara
sambil menangis.
Tiba-tiba ia melihat bayangan di balik
gorden di depannya. Bayangan itu sangat tinggi. Bau amis semakin jelas tercium.
Bahkan Rara hampir muntah karena mual dengan bau amis itu. Rara memberanikan
diri bangkit meski tubuhnya masih lemas. Ia pikir pintu UKS akan sulit terbuka
seperti dalam mimpinya. Ternyata tidak. Ia keluar UKS mencari Vina.
Namun suasana sekolahnya sudah berubah.
Warna catnya, pintunya, bahkan sekolah ini hanya ada 2 tingkat, padahal
seharusnya ada 3 tingkat. Rara semakin panik dan berusaha mencari gerbang untuk
keluar. Seharusnya sekolah ini ramai, tapi mengapa menjadi sepi begini, keluh
Rara. Saat Rara sedang berjalan menuju gerbang, ia melihat Vina sedang berdiri.
Ia menghampirinya dan mengajaknya untuk pulang.
“Vin, ayo kita pulang saja. Ada yang
tidak beres dengan sekolah ini. Kamu lihat kan semuanya berubah?” Namun Vina
hanya menatap Rara.
Wajahnya sedikit pucat. Tiba tiba, Vina
menyeringai dan menatap Rara dengan tajam. Wajahnya begitu menakutkan. Rara
terkejut dan spontan berlari ke arah gerbang. Begitu mencapai gerbang, ia
menengok ke pos satpam di dekatnya dan melihat satpam yang kemarin dikenalkan
oleh pembina MOS ada di situ.
Namun dia tidak sendirian. Satpam
lainnya yang bernama Sutoyo juga ada di situ. Rara terlonjak karena muka
keduanya sangat seram, berlumuran darah dan matanya sangat merah. Keduanya
tengah menatap ke arahnya sehingga Rara menjerit histeris dan langsung berlari
keluar gerbang sekolah.
Braakkkkkkk…!
Tubuh Rara dihantam mobil yang tengah
melintas dengan kecepatan tinggi. Tubuh Rara melayang sebelum kemudian jatuh di
atas aspal. Kondisinya sangat mengenaskan. Rara tewas seketika. Vina yang sejak
tadi mengejar Rara, terpukau melihat pemandangan di depannya.
“Raraaaaaaaaaaaa…!!!” jerit Vina.
Vina tidak kuasa melihat kondisi tubuh
temannya yang hancur bermandikan darah. Beberapa guru dan orang-orang yang
melihat kejadian itu segera melakukan pertolongan dan melarikan tubuh Rara ke
rumah sakit. Namun semua sia-sia. Nyawa Rara sudah tidak tertolong lagi. Mama
dan papanya yang datang ke rumah sakit langsung pingsan melihat kondisi
anaknya. Sampai kemudian jasad Rara dibawa pulang dan dimakamkan, mamanya masih
sering pingsan.
Sebenarnya sudah banyak orang yang tahu
jika sekolah itu sangat angker. Setiap tahunnya pasti ada siswanya yang tewas
dengan cara mengerikan, terutama pada saat MOS. Pada tahun 90-an sekolah ini
juga pernah terbakar dan puluhan muridnya tewas terbakar. Namun pemerintah
merenovasi bangunan tersebut dan sekolah itu kembali berdiri. Sejak direnovasi
tersebut, banyak siswa yang mengalami kejadian aneh. Bahkan pernah terjadi
kesurupan massal, sekitar 2 tahun lalu. Entahlah sampai kapan semuanya terjadi.
Semoga tidak ada korban lagi seperti Rara di tahun berikutnya.
Cerpen yang berjudul "Penghuni Ghaib Sekolahan" ini merupakan sebuah karangan dari seorang penulis dengan nama pena Shinigami.
Posting Komentar untuk "Cerpen Horror - Penghuni Ghaib Sekolahan | Shinigami"