Cerpen Sedih - Sakura Dan Kamu | Ninabelle
KakaKiky - Alarm dipagi hari membangunkanku, hari ini aku akan melakukan perjalanan jauh. Aku akan pergi ke Negeri Matahari Terbit, Jepang. Pesawat yang kutumpangi cukup penuh dengan penumpang, mulai dari keluarga yang akan berlibur, pasangan baru, sampai orang-orang berjas yang akan melakukan bisnis. Aku memilih kursi paling belakang karena aku berharap aku akan duduk sendirian, lebih nyaman untuk perjalanan yang cukup memakan waktu ini. Tapi harapanku itu pupus keran ada seorang pria yang akhirnya duduk di sebelahku. Pria itu berumur akhir 20an, dia tinggi, jangkung, dia sangat manis dan tampan. Ya, dia sangat tampan.
”Tempat duduk di sini sangat sempit,
mari sini berikan aku barangmu, aku akan taruh di laci kabin, supaya tidak
terlalu sempit,” kata pria itu. Aku tertegun, aku masih terpesona dengannya
“Oh! Iya ini silahkan, memang agak sempit di sini,” Lalu pria itu duduk dan
menyapaku “Halo, namaku Ryan, siapa namamu? Boleh kita berkenalan?”
Aku pada saat itu ragu karena di pesawat
jarang ada orang yang mau berkenalan dan menyapa.
“Tenang, aku bukan penculik atau
pembunuh kok,” jawabnya dengan tertawa. Aku tersenyum karena kata-katanya dan
tawanya. “Namaku Ninabelle, kamu bisa memanggilku Nina,” Aku pun luluh karena
leluconnya tersebut. “Senang berkenalan denganmu, sepertinya kita akan bersama
dalam 8 jam kedepan.” katanya sambil tersenyum.
Dia terus mengajakku mengobrol dan kami
pun mengenal satu sama lain. Ternyata dia adalah seorang dokter dia berumur 28
tahun, umurnya agak jauh denganku yang berumur 18 tahun selain itu kami juga
bertempat tinggal di hotel yang sama ketika nanti kami di Jepang. Kami pun
merencanakan untuk pergi menjelajahi kota Tokyo besama-sama selepas kami sampai
nanti, karena aku maupun dia tidak pernah pergi ke Jepang sebelumnya.
“Kita akan mulai perjalanan kita malam
nanti ya, kita berjalan-jalan dulu di sekitar hotel mencari makan malam, jangan
sampai lupa nanti kamu turun jam 6, jangan buat aku menunggu,” katanya sambil
menulis-nulis rencana kami. “Iya pasti nanti aku akan turun kok, aku juga perlu
makan, hehehe,” jawabku. “Hahaha, kamu itu lucu juga ya? Makanan aja terus yang
dipikirin.” jawab Ryan sambil mengacak-acak rambutku.
Aku tidak mengira aku bisa sedekat ini
dengan dia. Bahkan aku telah mengangap dia sebagai kakakku sendiri, padahal
kami juga baru bertemu. Sesampainya kami di Jepang kami pun memesan satu taksi
untuk berdua, lumayan untuk menghemat biaya transportasi, lagi pula kami juga
menuju ke tujuan yang sama. Kami istirahat dan seperti yang telah kita rencanakan
kami akan berkeliling di sekitar hotel untuk makan malam.
“Kamu udah laper?” tanyanya. “Iya, tapi
kita cari dulu mau makan apa, jangan yang aneh-aneh,” jawabku. “Aku mau cobain
itu ah, tentakel gurita yang dibakar, katanya enak banget,” katanya sambil
tersenyum. “Ih. Gak mau ah mana enak sih, kita makan ramen kalo gak nasi aja,”
kataku. “Ahh. Itu mah banyak di Jakarta juga, makan yang berbeda donk,”
jawabnya. “Ya udah kalo mau makan gurita-gurita itu, aku mau cobain aja gak mau
makan satu porsi,” kataku dengan marah. “Yah gak usah marah gitu, gini aja deh,
kamu pesen dulu aja satu porsi, siapa tau kamu suka, kalo gak suka yaudah,
nanti kamu kelaperan lagi malem-malem.” katanya.
Aku mengiyakan dan mengangguk.
Kami pun makan dan ternyata aku tidak
terlalu suka dengan makanannya, jadi setelah aku makan satu potong Ryan
langsung mengambil piringku dan memakan sisanya.
“Eh, gak usah dimakan yang sisanya,”
kataku. “Gak papa aku makan sayang makanannya, abis ini kita makan ramen aja
lagi.”
Aku pun tersenyum, gak sangka bisa ada
cowok sebaik ini. Kami pun makan lagi di tempat yang lain. Setelah makan kami
pun berjalan-jalan.
“Kamu kenapa pilih jalan-jalan ke sini?”
tanyaku untuk memecah kesunyian “Aku mau meluangkan waktuku dulu sendiri, aku
sebentar lagi mau menikah, aku dijodohin sama orangtua aku, ya jadi sebelum
nikah dan terkekang aku pengen sendiri dulu. Kalau kamu ngapain ke sini?”
tanyanya, “Ini pertama kalinya aku pergi tanpa kedua orangtuaku, aku mau
mandiri, jadi aku pilih ke sini karena aku pengen ini jadi liburan yang
terkenang gak biasa, di sini aku mau mencoba jadi diri aku sendiri tanpa
tekekang orangtua.” kataku.
Malam semakin lama semakin larut, kami
pun kembali ke kamar hotel masing-masing. Sebelum tidur, aku pun berpikir, dia
udah punya pacar bentar lagi nikah. Dia udah mapan, udah sukses jadi dokter,
wajarlah kalau banyak cewek yang mau nikah sama dia. Aku juga ngapain peduli
sama pacarnya dia, gak mungkin kan suatu saat nanti kami bakalan pacaran. Toh,
secara umur kita yang beda jauh aja gak mungkin kan?
Tapi… kalau bisa memilih, aku sih mau
jadi pacarnya dia. Aku pun langsung menutup diriku dengan selimut. Kenapa coba
mikir kayak gitu, logis lah itu gak mungkin, kataku kepada diriku sendiri.
Hari-hari selanjutnya kami tidak memiliki
janji khusus, hanya kalau ketemu aja sempetin untuk jalan, ngobrol dan makan
bareng. Seperti hari ini, kami tidak punya janji dan hari ini aku mau lebih
bersantai.
Aku hari ini mau belanja ah, pikirku.
Aku pun berjalan ke salah satu mall yang sangat besar dan terkenal di Jepang.
Mall di sana tidak jauh beberbeda dengan apa yang ada di Jakarta, kecuali di
sana mallnya jauh lebih besar dari apa yang ada di Jakarta.
Setelah berkeliling dan mencoba memakai
beberapa baju, aku melihat seorang yang familiar, ternyata itu Ryan! Dia sedang
berkeliling di bagian perhiasan dan aku perhatikan dia sedang memilih sebuah
kalung.
“Ryan! Haii ngapain kamu?” kataku
langsung menyapanya. “Hai Nina! Aku lagi nyari hadiah pertungan nih buat pacar
aku. Kamu sendiri ngapain?” jawabnya sambil tersenyun lebar. “Aku cuman lagi
liat-liat baju aja kok. Kamu mau kasih dia kalung ya?” tanyaku. “Iya nih, tapi
aku bingung, kamu kan cewek pilihin donk yang bagus.” mintanya kepadaku.
Aku pun mulai melihat-lihat etalase yang
ada di depanku dengan jejeran kalung emas yang indah di dalamnya. Aku pun
memilih satu kalung dengan design bunga sakura kecil dengan sebuah berlian
kecil di tengahnya, indah tapi sederhana.
“Kamu tunggu di sini ya aku bayar dulu.”
jelasnya. Aku pun mengangguk meniyakan.
Aku berpikir enak ya punya cowok mau apa
dibeliin, bahkan udah jauh Jakarta Jepang aja masih dipikirin, mau dikasih apa.
Aku jadi ngiri sama pacarnya Ryan.
“Ayo kita jalan-jalan lagi,” katanya
memecah pikiranku. “Koko, udah tunangan kok gak pake cincin,” tanyaku sambil
berjalan. “Tumben pake koko, mukai sopan ya sekarang, iya gak apa-apa lah aku
tunangan cuman di mulut aja di hati nggak, jadi kalo lagi sendiri lepasin aja,”
jawabnya. “Kan emang mestinya aku panggil koko, kalo gak mau ya aku panggil
Ryan lagi,” kataku sambil membuang muka. “iya, terserah kamu aja panggil apa,
aku sih lebih suka dipanggil koko.” aku pun mengangguk.
Kami pun berjalan-jalan di sekitar mall,
aku dan dia mencoba-coba pakaian, sambil bergaya- gaya dan tertawa. Enak ya
punya temen buat seneng-seneng bareng, nggak malu satu sama lain. Gak nyangka,
baru 2 hari kenal aku sama Ryan bisa kayak gini. Karena kita udah diliatin sama
pegawainya karena kebanyakan coba baju kita pun kabur dari situ dan jalan-
jalan ke luar.
“Eh aku haus nih kamu mau aku beliin
minum gak?” tanyanya tiba-tiba. “Boleh,” jawabku singkat. “Ya udah kamu tunggu
sini aja aku beli minum ya,” katanya sambil tersenyum. Ketika kembali dia hanya
membawa satu botol minum air mineral. “Loh, kok koko gak beliin aku? Kan aku
udah nitip,” kataku dengan nada meninggi. “Yehh, justru ini buat kamu, aku
nanti sisanya aja, buat berdua aja air mineral di sini agak mahal, sama kayak
25 ribu uang Indo,” jelasnya.
.
.
Aku pun minum dan tak lupa aku
menyisakan untuk Ryan. Walaupun aku cuman sisain sedikit karena aku kehausan
Ryan gak marah-marah atau mengeluh dia malan menerima sisa air aku dengan
senyum. Cowok sejati, kataku dalam hati, jaman sekarang mana ada sih cowok yang
rela kehausan demi ceweknya, cowok bayarin makan aja udah jarang. Aku pun
melanjutkan perjalananku dengan Ryan. Aku bercerita tentang kehidupan mahasiswa
aku yang rumit, banyak tugas dan temen-temennya yang gak bersahabat.
Dia menesehati aku baik-baik dan mencoba
mencari solusi terhadap masalah aku di kampus. Dari situ aku merasa kagum, dia
bisa menjadi sosok yang sangat bijak dan menjadi seorang kakak seperti apa yang
kubayangkan. Dia pun bercerita bagaimana perjodohan dia dengan pacarnya
sekarang sampai akhirnya bertunangan dan nantinya akan menikah, tentang
sulitnya menjadi seorang dokter yang baik, dan tentang pasiennya yang kadang
aneh sekaligus lucu. Aku hanya bisa mangut-mangut, aku gak ngerti soal
percintaan dan aku pastinya gak ngerti bagaimana jadi seorang dokter. Tanpa
sadar hari sudah malam, tapi kami berdua gak ada satu pun yang capek, kami
menikmati kesendirian dan kebebasan yang jarang ada ini.
Jujur, aku merasa nyaman banget sama
Ryan, seandainya dia lebih muda dan belum bertunangan aku pasti sudah
mati-matian agar dia mau jadi pacarku. Iya, mati-matian! Dari semua cowok yang
aku kenal gak ada yang bisa kayak Ryan, mau berkorban buat cewek, apalagi kalau
cuma temen kayak aku. Selain itu dari semua pasangan yang aku tau gak ada yang
hubungannya bisa sampe kayak aku sama Ryan, kebanyakan cewek atau cowoknya
berusaha jaim di depan pacarnya.
“Pulang yuk, udah malem nih,” kataku.
“Temenin jalan-jalan dulu lah sebentar aku belom capek nih,” jawabnya. “Ya udah
istirahat dulu donk capek nih dari tadi jalan melulu,” kataku memelas. “Yahh,
masa jalan baru segitu aja udah capek? Ya udah tuh ada tempat main gitu, kamu
iatirahat tapi aku mau main ya,” katanya sambil tertawa.
Aku mengangguk lemas. Aku pun duduk di
salah satu bangku yang tersedia di sana. Jepang itu keren, masa di pinggir
jalan ada tempat main gini, permainannya sedikit sih, tapi lumayan kalo capek
jalan bisa main dulu di sini. Aku perhatikan, Ryan memilih untuk bermain capit
boneka. Aku pun datang untuk menghampiri dia.
“Hadiahnya pasti buat pacar lagi.”
kataku sambil tersenyum “Lah, katanya capek pas main mah ikut juga,” katanya
dengan nada mengejek, “Mau liat koko berhasil apa nggak, kalo yang mainan kayak
gini kan biasanya susah buat dapetnya, kalo koko bisa dapet berarti hebat,”
kataku sambil mengacungkan jempol. “Nggak, nanti ini kalo dapet hadiahnya buat
kamu kok,” katanya sambil memilih boneka yang menjadi target.
Aku kaget, tapi aku pasti terima kalo
memang dia dapet sih.
Malam semakin larut Ryan tidak menyerah
untuk mendapat boneka itu untukku. Kami sudah sekitar setengah jam di sini,
tapi Ryan gak berhenti-berhenti main.
“Ko, pulang lah udah malem banget ini,”
kataku memelas. “Bentar lagi lah ini udah mau dapet, abis ini janji deh ini
juga tinggal satu koin lagi kok, aku mau
kasih kamu kenang-kenangan.” jawabnya.
Aku pun langsung malu dengan ungkapannya
itu, aku gak sangka dia mau kasih aku kenang-kenangan. Tapi setelah dia tidak
mendapat boneka tersebut terakhir kalinya, dia pun menyerah dan langsung
meminta untuk pulang.
Selama di perjalanan dia meminta maaf
kepadaku karena gagal untuk mendapatkan boneka itu untukku, dan tentu saja aku
memaafkannya, toh aku pun tidak mengharapkan apapun dari Ryan. Jalanan di
sekitar kami licin, karena tadi turun hujam sedikit. Karena keasikan memgobrol
tiba-tiba Ryan terjatuh, aku pun langsung menolongnya untuk bangun, tapi karena
dia terlalu berat aku pun ikut terjatuh.
Ryan, langsung bangun dan menolongku,
kami pun tertawa karena aku yang ceroboh. Ketika dia membangunkanku ternyata
lututku mengenai kerikil dan terluka cukup dalam, aku jadi susah berjalan. Ryan
akhirnya merangkulku dan membantuku berjalan.
“Aduh kamu lama banget sih jalannya,
kalo kamu kayak gini kita besok pagi baru nyampe hotel nih,” katanya sambil
mengeluh. “Yah, abisnya gimana memang kakinya lagi luka kok,” jawabku. Tanpa
sadar dia menariku ke belakangnya dan dia berjongkok. “sini naik aja lebih
cepet,” katanya.
Aku pun berjalan melewati dia. Tapi dia
mengejarku dan berjongkok lagi di depanku. Kali ini dia tidak memintaku dia
langsung menggapai kedua kakiku dan mengapitnya di tangannya. Aku pun tertegun,
tanpa sadar aku sudah digendong olehnya.
“Aduh ko gak usah malu diliatin orang,
lagian aku kan gendut, nanti koko jatuh loh,” kataku sambil bersaha turun.
“Justru kamu jangan gerak melulu nanti jatuh beneran, gak apa-apa lah biar
cepet aku juga udah ngantuk.” jawabnya sambil berjalan dan mengapit kakiku
lebih kencang lagi.
Tak sadar aku tertidur di dalam
perjalanan, ketika sampai di hotel pun aku masih tertidur. Ketika keesokan
harinya aku bangun aku tersadar kalau ini bukan kamarku. Lalu aku pun melihat
Ryan yang sedang tertidur di sofa, aku pun tersadar kalau aku di kamarnya dia.
Aku pun berjalan ke arah Ryan untuk menyelimutinya. Ketika aku berusaha
berdiri, aku teringat luka di kakiku, luka itu sudah dibersihkan oleh Ryan. Aku
pun berjalan dan menyelimutinya, aku segera mengambil tasku dan pergi ke kamarku.
Tak terasa aku harus kembali pulang ke
Jakarta karena aku harus segera memulai kuliahku beberapa hari lagi. Ryan yang
akan masih berada di Jepang sepertinya sangat merasa kehilangan, terlihat dari
raut wajahnya yang sedih. Aku pun memesan taksi untuk pergi ke bandara, Ryan
memaksa untuk ikut mengantarkan aku ke bandara. Di tengah perjalanan Ryan
memberiku sebuah kotak kecil.
“Ini apaan? Kenapa kasih aku?” kataku
kebingungan. “Kenanganku untuk kamu Nin, disimpen ya jangan lupain aku Nin.”
katanya serius.
Aku mengangguk, tiba-tiba kepalaku
ditarik olehnya dan disandarkannya kepalaku di bahunya. Aku yang kaget langsung
refleks untuk mengangkat kepalaku, tapi dia menahannya dengan tangan.
“Udah kamu tidur dulu aja ini sampenya
masih lama.” katanya.
Aku yang tertegun tidak bisa mengatakan
apa-apa, akhirnya aku pun tertidur di bahunya.
Sesampainya kami di bandara dia langsung
membangunkan aku dan membantu mengeluarkan barang-barang yang kubawa. Tak lupa
kami juga mengucapkan selamat tinggal dan dia memberiku pelukan hangat. Saat di
pesawat, perjalananku terasa berbeda tanpa dia. Terasa sepi. Aku akhirnya
teringat dengan kado pemberian Ryan, rasanya tak enak gak ngasih apa-apa ke
dia.
Saat dibuka ada kertas yang berisi surat
dari Ryan kepadaku, di balik kertas itu ada kalung emas sakura. Ya, kalung itu
yang aku pilih beberapa hari lalu untuk pacarnya Ryan. Aku kaget dan merasa
heran. Setelah itu aku buka surat yang ada bersama hadiahnya tersebut. Begini
katanya:
“Bye Nina, jangan lupain kokomu ini ya,
kita emang cuman kenal beberapa minggu tapi jujur aku dalam waktu yang sedikit
itu sayang banget sama kamu. Bukan sayang seorang koko untuk adik tapi lebih ke
dari cowok ke pacarnya. Aku gak tau apa kamu rasain yang sama tapi setidaknya
aku rasainnya begitu. Aku mulai mikir kita jodoh saat kita ketemu di mall itu,
aku emang lagi milih kado buat pacar aku, tapi gak tau kenapa pas liat kamu aku
mau kasih kamu aja, Nin. Karena itu aku minta kamu yang pilih. Nina, jujur kalo
misalnya aku belum tunangan kita pasti udah pacaran sekarang, tapi kalau aku
sampai batalin tunangan aku, aku pasti udah diusir dari rumah. Aku sempet mikir
pengen kawin lari sama kamu, Nin. Tapi aku mikir kamu kan masih kecil, gimana
bisa? Jadi aku mengurungkan niat aku nih buat kamu. Jadi kamu kalo sampe lupa
sama aku sih, keterlaluan ya. Kamu pokoknya jangan lupain aku.”
Isi suratnya membuatku tertawa sekaligus
terharu. Ternyata selama ini dia menyimpan rasa untukku, aku kira dia hanya
menganggapku adiknya. Jujur, kalau memang boleh mengatakannya aku juga
menyimpan perasaan kepadanya, tapi aku mencoba memendam perasaan itu dan
menganggapnya sebagai rasa sayang adik terhadap kakaknya. Aku memandang kalung
tersebut, indah dan penuh memori. Seandainya, dia bertemu aku sebelum
pertunangan itu terjadi, kita tak perlu diam-diam menyimpan rasa seperti ini.
Kita tak perlu untuk berpura-pura dan
berakting. Menurutku, umur kami yang terpaut cukup jauh bukanlah halangan, asal
kami selalu mencintai satu sama lainnya. Mungkin kisahku dengan Ryan hanya
merupakan sebagian kecil dari kisah hidupku, tapi percayalah sebagian kecil itu
mempunyai makna yang besar
untukku. Mungkin ini tidak pantas
dikatakan sebagai kisah cinta, tapi percayalah kalau ini merupajan kisah cinta
paling indah untukku. Mungkin kisah ini hanya sebatas kisah kasih biasa saja
tapi, percayalah kisah ini merupakan kisah kasih yang jauh lebih berarti
dibandingkan kisah kasih tak sampai. Mungkin kami tidak bisa saling mencintai,
tapi percayalah kalau kami memang ditakdirkan untuk bersama.
Cerpen yang berjudul "Sakura Dan Kamu" ini merupakan sebuah karangan dari seorang penulis bernama Ninabelle. Kamu dapat mengikuti facebook penulis di Niinabelle Nathania.
Posting Komentar untuk "Cerpen Sedih - Sakura Dan Kamu | Ninabelle"