Cerpen Sedih - Nggak Beli Lotre Pa? | Willy Sitompul
“Nggak beli lotre Pa?” tanya Juariah ketika Joko suaminya baru pulang dari kantor. Joko memandang Juariah dengan tatapan yang sama seperti kemarin dan seperti kemarin lagi dan seperti yang kemarin-kemarin lagi. Sebenarnya Joko bingung kenapa pertanyaan itu terus-terusan diajukan Juariah padanya. Joko bosan. Tapi tak juga Joko meminta penjelasan dari Juariah. Joko hanya memandang. Memilih tak menjawab ketika Juariah terus-menerus mengajukan pertanyaan yang sama hari demi hari.
Juariah hanya melengos. Dilemparnya sapu
rumah itu. Juariah masuk ke kamar. Menangis ala kadarnya. Setiap hari
kejadiannya selalu begitu. Joko hanya diam. Awalnya ketika mereka menikah dulu
semua tampak baik-baik saja. Keduanya menikmati hari-hari kebersamaan mereka.
Hingga suatu hari Juariah mulai minta ini dan itu. Joko mulai pusing. Dia hanya
seorang supir. Supir kantor sebuah yayasan nirlaba. Berapalah gajinya sebulan.
Tak cukup untuk memenuhi permintaan aneh-aneh Juariah.
Awal ceritanya sama seperti cerita anak
muda pada umumnya. Joko memang tak terlalu tampan. Waktu itu Joko sedang
tertarik dengan Juminten. Tapi karena sesuatu hal, Juariah memilih untuk
berkompetisi dengan Juminten. Kompetisi ala perempuan muda. Kompetisi untuk
mendapatkan Joko, seorang supir yayasan. Juminten awalnya bingung kenapa
Juariah ikut-ikutan mencintai Joko. Padahal Juariah jauh lebih cantik dari
dirinya. Juariah langganannya banyak sementara Juminten langganannya terbatas.
Juariah bisa melayani banyak bapak-bapak. Dari mulai bapak rumah tangga hingga
satpam-satpam di kompleks perumahan. Dari mulai pekerja bangunan yang tua
hingga yang muda. Dari ibu-ibu rumah tangga hingga mbok-mbok pedagang keliling
yang menjual sayur dan dagangan lain. Lalu Juminten? Langganannya terbatas. Hanya
ibu-ibu saja. Itupun yang sudah kenal. Juariah dan Juminten adalah pedagang
jamu keliling.
Semuanya berawal dari mimpi. Tak ada
rasa tertarik dari Juariah kepada Joko. Ngapain nikah sama supir? Begitu dulu
ejekan Juariah pada Juminten. Tapi Juminten kekeh. Tetap suka Joko. Tetap
sayang Joko. Tetap memberikan jamu gratis buat Joko. Jamu pegel linu. Jamu
beras kencur. Dan yang paling sering jamu masuk angin. Maklumlah, jam kerja
Joko kadang sampai malam. Joko sering masuk angin. Kalau sudah begitu, hanya
jamu dari Juminten obatnya. Joko paling anti di kerik atau di kerok. Geli,
katanya ketika Juminten pernah menawarkan untuk mengerok punggung Joko.
Mimpi apa? Suatu malam Juariah bermimpi.
Dalam mimpinya dia tampak hidup senang. Tinggal di rumah besar. Perabotan
mahal. Ada kolam renang pula. Juariah jadi nyonya besar. Ada banyak pembantu
yang bisa di suruh-suruh. Ada Inem satu hingga Inem sembilan. Kesembilannya
pembantu Juariah di rumah besar itu. Kemudian samar-samar mimpinya mundur ke
masa sebelumnya. Masa-masa pernikahan. Juariah tampak bersanding dengan seorang
lelaki. Lelaki itu adalah Joko. Tak salah lagi. Jidat jenong dan rambut tipis
itu jelas milik Joko. Mereka tampak bahagia. Para tamu tampak menyalami.
Sepasang pengantin tampak tersenyum menikmati salam dari tetamu kanan dan kiri.
Juariah terbangun. Apa arti mimpi itu?
Apa aku harus nikah dengan Joko? Kalau mau kaya nikah dengan Joko. Kalau mau
rumah besar, nikah dengan Joko. Kalau mau punya kolam renang, nikah dengan
Joko. Akhirnya kesimpulannya hanya satu: Nikah dengan Joko! Sejak saat itu
Juariah mulai rajin menggoda. Setiap bertemu Joko mulai sering bermain mata.
Bukan hanya bermain mata. Segala cara di pakai Juariah termasuk mulai
memberikan jamu gratis dengan tambahan bumbu cinta. Joko mulai tergoda. Apalagi
setiap memberikan jamu Juariah selalu tersenyum. Joko mulai pindah ke lain
hati. Juminten mulai tak menarik. Ada Juariah tambatan hati yang baru.
Mereka akhirnya menikah. Pernikahan itu
cukup ramai. Joko rupanya hampir menghabiskan seluruh tabungannya untuk acara
pernikahan itu. Joko hanya ingin Juariah senang. Maklumlah Juariah cantik
sekali di mata Joko. Joko sering bingung kenapa Juariah memilih dirinya padahal
bisa saja Juariah mendapatkan yang lebih baik darinya. Sehabis menikah mereka
pindah ke sebuah rumah kontrakan kecil. Juariah tak lagi membakul jamu. Dia
jadi ibu rumah tangga. Menunggu Joko pulang ke rumah saja. Dari pagi hingga
sore dan kadang malam juga. Semua baik-baik saja. Juariah berpikir, mungkin
belum saatnya jadi kaya. Mungkin perlu waktu, pikirnya.
Tiga bulan berlalu, kekayaan tak juga
tampak. Juariah mulai kesal. Pernah diajaknya Joko bicara. Setelah sebelumnya
mereka bercinta. Juariah mulai bertanya apakah Joko punya warisan tanah atau
rumah. Apakah Joko punya harta lain yang dirinya tak tahu. Joko bingung. Joko
menjawab apa adanya. Juariah berang. Kesal bercampur marah. Lekas-lekas
berpakaian. Itu adalah kali terakhir mereka bercinta.
Sampai suatu hari Juariah mendapat ide.
Mungkin saja nanti mereka akan kaya. Mungkin suatu saat suaminya kejatuhan
rejeki. Dari lotre misalnya? Atau undian apalah. Yang penting bisa membuat
mereka kaya. Juariah menyampaikan ide itu ke Joko. Joko menolak. Joko anti
lotre. Sejak itu Juariah mulai sering bertanya ke Joko, “Nggak beli lotre Pa?”.
Kali pertama Juariah bertanya, Joko masih menjawab, “Buat apa lotre ma?”
“Biar cepat kaya Pa”, jawab Juariah
singkat. Mukanya cemberut. Joko berusaha membujuk. Dibelainya saja rambut
Juariah yang hitam panjang. Sudah sebulan lebih mereka tak bercinta. Joko juga
lelaki normal biasa. Butuh bercinta juga. Juariah menepis tangan Joko. Masuk ke
kamar. Menangis. Joko menghela napas panjang. Gagal deh bercinta hari itu.
Hari ke hari pertanyaan Juariah itu-itu
saja. Tentang lotre. Joko tak menjawab. Juariah menangis. Sampai suatu ketika
Juariah memutuskan untuk membeli lotre. Beli sendiri. Diberitahunya ke Joko
kalau dia sudah beli lotre. Pengumuman tiba. Nomor lotre tak keluar alias tak
menang. Juariah kesal. Berarti memang harus Joko yang beli. Harus!
“Nggak beli lotre Pa?” lagi-lagi
pertanyaan itu. Begitu terus sampai suatu hari ada kabar buruk untuk Juariah.
Joko kecelakaan. Waktu bawa mobil dari Jogja ke Solo. Rupanya kondisi mobil
tidak baik. Joko kehilangan kendali. Mobil kencang berlari masuk jurang, yang
dipinggirnya dibatasi kawat duri. Joko tewas di depan kemudi. Juariah terduduk.
Tak sanggup dia menangis.
Tamu-tamu berdatangan. Rumah itu mulai
ramai. Doa untuk Joko dipanjatkan. Hanya keramaian sesaat. Juariah kembali
sendiri. Tinggal satu orang tamu yang belum pergi. Namanya Pak Kresna. Dia bos
di yayasan tempat Joko bekerja. Ada sesuatu yang ingin disampaikannya ke
Juariah. Rupanya Joko sudah lama bekerja di yayasan tempat Pak Kresna memimpin.
Sudah dua puluh tahun sejak Joko tamat SMA. Joko selalu mengikuti saran-saran
Pak Kresna termasuk saran menabung untuk hari tua. Joko rupanya ikut sebuah
program investasi. Program investasi dengan proteksi. Proteksinya berupa
asuransi jiwa. Pak Kresna menyampaikannya ke Juariah, Juariah terkejut tak
menyangka. Dia pikir Joko seperti manusia lainnya. Apa yang ada hari ini ya
untuk hari ini. Besok ya tinggal besok. Ternyata Joko tidak begitu. Joko peduli
akan masa depan. Nilai investasi dan asuransi jiwa Joko ternyata banyak sekali.
Samar-samar Juariah ingat mimpinya. Saat jadi kaya hanya tampak dirinya dan
para pembantunya. Tak ada Joko di situ. Rupanya ini artinya. Joko pergi
meninggalkan warisan baginya.
Uang empat miliar itu tidak sedikit.
Juariah menangis sejadi-jadinya.
Cerpen yang berjudul "Nggak Beli Lotre Pa?" ini merupakan sebuah karangan dari seorang penulis dengan nama pena Willy Sitompul. Kamu dapat mengikuti penulis melalui facebook berikut: willysitompul.blogspot.com
Posting Komentar untuk "Cerpen Sedih - Nggak Beli Lotre Pa? | Willy Sitompul"