Cerpen Fantasi - Time Twister | Nyimas Anabella Khairunninsa
“Dasar kalian tak berguna!” bentakan itu terdengar menggema sepanjang lapangan saat jeda istirahat latihan berlangsung. Seorang pemuda berdiri berkacak pinggang dengan kaki dihentakkan keras ke tanah.
“jace, setidaknya maklumilah kami
sedikit, kami sudah berusaha semenjak pagi seperti yang kau sarankan, jangan
selalu menyamakan kemampuan kami denganmu.” seorang pemuda menyela dengan
hati-hati, berusaha ia mengeluarkan tampang senormal-normalnya, menahan
perasaan emosi yang tertumpuk di pikirannya.
“Aku yang terlalu hebat, atau IQ kalian
yang dongkok sih? sudah seharian berlatih tak membuahkan hasil, sama saja
dengan tak punya otak!” Suara Jace menyela tinggi memekik, dibalikkan badannya
menghadap gawang yang berada 10m di depannya. Di putar-putar bola yang terletak
di kakinya, angin siang berhembus seiring dengan ayunan kakinya yang ia ayun ke
belakang.
“Kalian mau contoh? biar kuberikan
sedikit pertunjukan kepada kalian!” bola pun melambung memantul dari sepatu
Nike Jace yang mulus putih, tak lebih dari 5 detik, gawang pun terhempas ke
belakang oleh tendangannya. Ayunan bolanya membuat gawang itu terbalik
menghadap rumput yang sudah mulai memanjang.
Tak ada yang berani berkata apapun,
nafas para pemain klub bola SMA Bina Bangsa itu pun tercekat. mereka tau tak
ada yang dapat menandingi kemampuan jace dalam hal bermain bola,
seegois-egoisnya ia, tak ada yang bisa meragukan kemampuan kapten bernomor
punggung 10 itu.
Hari itu adalah hari yang terik, para
pemain klub sepakbola SMA Bina Bangsa sedang berkumpul di lapangan sepakbola
yang terletak di tengan halaman sekolah mereka. Mereka sedang mengadakan
latihan dan bertanding dengan sekolah tetangga mereka, yaitu SMA Tri Nusantara
yang memiliki kemampuan sepakbola yang cukup megesankan. 2 minggu lagi kan
diadakan pertandingan sepakbola antar provinsi, ajang itu merupakan kesempatan
emas bagi SMA Bina Bangsa yang menjadi juara 4 kali berturut-turut di setiap
generasinya.
Sudah sedari subuh tadi mereka latihan
bersama, dalam segi kekuatan, SMA Bina Bangsa mereka sudah dapat dikatakan
unggul beberapa poin, tetapi kapten mereka, jace, merupakan nominasi pemain
sepakbola junior terbaik di kotanya, hal itulah yang membuatnya menjadi orang
yang menginginkan keperfeksionisan dalam teknik bermain sepakbola.
“Aku mohon dengan kalian, tolonglah
serius sedikit dalam menghadapi pertandingan ini, mentang saja tak ada pelatih,
kalian dapat berleha-leha seperti ini begitu?“ jace melanjutkan dengan nada
datar yang mengejek, ia masih membalikkan badannya menghadap gawang. menatap
puas pada hasil tendangan yang ia lakukan.
Mereka pun mulai bermain kembali, baju
seragam mereka telah membasah terbasuh oleh keringat. Manfred menggiring bola
dari belakang dan mengopernya kepada Jace, Jace maju menyerbu, tertahan oleh
Will dan Billy, melihat kaptennya terkepung, manfred mengayunkan tangannya
meminta Jace untuk mengoper ke arahnya. Jace tidak mempedulikan manfred, ia
memaksakan dirinya untuk terus maju, ditendangnya bola serong ke kanan dan
kiri, tak sadar dengan pancingan Will, Jace pun terperangan ketika bolanya di
rebut oleh Billy, dan gol pun tercetak oleh Billy dengan tendangan sejauh 30
meter dari gawang. Membisu, Jace menghentakkan kakinya ke tanah, di genggam
tangannya keras-keras, dan ia pun berjalan menghentak hentak ke arah gawang
timnya.
“Kenapa kau tidak mengoper bola padaku
tadi? Kau tahu kan bahwa tadi kau sudah terkepung?!” tanya Manfred kepada Jace
“Terkepung? Kau tahu tadi aku berniat
mengoper bola kepadamu tapi kaki kananku sedang sakit, yahh, dan aku salah
menendang sehingga mereka mendapatkan gol, meskipun dengan cara yang licik!”
kata Jace dengan nada yang merendahkan.
“Apa? Cara yang licik, aku tidak salah
dengar kan, bukankah itu hanya alasanmu saja agar kau tidak kelihatan
memalukan,” kata Will ketus.
“Apa? Jadi maksudmu aku ini pembohong,
begitu dan satu lagi keberuntunganmu sudah musnah kau tahu?” kata Jace dengan
nada yang membenci.
“Kau harus tahu Jace keegoisanmu itu
membuat kami semua kesal, dan jika kakimu itu memang benar-benar sakit kau tak
perlu menghentakkan kakimu itu ke tanah, asal kau tahu itu membuatnya terasa
lebih sakit,” kata Billy kesal.
“Asal kalian tahu ya, aku ini tak
seperti kalian yang dilahirkan dikalangan rakyat jelata aku ini keturunan
bangsawan dan itu berarti darah bangsawan mengalir dalam tubuhku,” kata Jace
menghina.
“Apakah kau bisa berhenti untuk menghina
kami tuan yang egois?” kata Manfred dengan nada yang seperti ingin membunuh
Jace.
“Apa kau tidak salah Manfred? Aku hanya
bicara apa adanya, itu adalah perkataan yang jujur, bersih, dan tanpa ada
kebohongan didalamnya.” kata Jace dengan nada yang datar.
“Sudah cukup aku muak dengan tingkah
lakumu Jace, kau terlalu egois, dan satu lagi kau sok mengatur, kami semua tahu
itu, aku keluar!” kata Manfred tegas.
“Apa? Kau tidak bisa melakukannya
Manfred kau adalah wakil dari tim ini, kau tidak bisa seenaknya keluar begitu
saja!” seru Jace kepada manfred sambil mengangkat alis sebelah.
“Baiklah kalau begitu aku menunjuk Billy
sebagai wakil tim ini, aku tak mau ambil pusing lagi yang jelas aku keluar.”
seru Manfred sambil berjalan keluar lapangan tanpa menoleh.
“Apa kau tak bisa begitu, aku kaptennya
dan akulah yang berhak memutuskannya!” teriak Jace kepada Manfred meskipun dia
melihat Billy yang mukanya datar tanpa ekspresi.
“Kurasa aku akan keluar juga, aku bosan
di sini kaptennya tukang ngatur!” kata Will sambil berjalan tanpa menatap
seorang pun.
“Aku juga.” kata Billy sambil berlari
kecil untuk menyusul Will.
Akhirnya satu persatu orang-orang dari
tim itu keluar dan hanya tinggal kaptennya seorang diri yaitu Jace.
“Terserah kalian!!” teriak Jace penuh
amarah.
Setelah sore Jace pun berlatih seorang
diri di rumahnya yang besar dan dikelilingi oleh hutan yang cukup lebat, dengan
penuh emosi dia menendang bola sekuat kuatnya sampai gawang besinya bengkok dan
bolanya melanting ke dalam hutan.
“Sial!!!” katanya kesal.
Jace pun pergi mencari bola, ternyata di
luar perkiraanya, hutan yang dimilikinya ternyata terdapat gua, tepat di
samping gua itu ada bola yang di tendang oleh Jace, dengan penuh rasa penasaran
Jace pun memasuki gua itu dengan ranting dan bola yang siap di tendang jika ada
binatang buas di dalamnya, di dalam gua Jace menemukan batu yang berwarna biru
keungu-uguan batu itu berada tepat di bawah celah dari batu-batu gua Jace
melihat batu itu jace pun mengambil batu itu dan bergegas pergi dari gua itu
karena hari mulai malam dan mulai turun hujan.
Jace terpaksa berlari agar tidak basah,
ternyata hujan telah membasahi sepatu dan pakaiannnya, di depan pintu rumahnya
seluruh tubuh Jace telah basah terkena air hujan, termasuk batu yang baru di
ambil olehnya, dia akhirnya masuk ke dalam rumahnya dalam keadaan basah, dan
dia langsung melempar batunya ke atas meja.
Entah kenapa, Jace yang tadinya ada di
dalam rumah sekarang berada di suatu tempat yang dia tidak tahu tempat apa itu,
Jace tanpa pikir panjang pergi mencari tempat berteduh karena di tempat itu
juga turun hujan yang tak kalah derasnya dengan yang tadi Jace rasakan, karena
tidak tahu tempat apa itu Jace bermaksud untuk bertanya tempat apa ini? Setelah
mencari orang untuk bertanya Jace menemukan seorang gelandangan, gelandangan
itu memakai selembar baju dan celana yang sudah tak layak untuk di pakai lagi,
karena tak tahu lagi orang yang bisa di ajak untuk bicara, dengan terpaksa Jace
harus bertanya kepada gelandangan itu.
“Hei, apakah kau tahu ini di mana?” kata
jace tak niat, sambil melihat pemuda itu yang pakaiannya compang-camping.
“Tolong, berikanlah aku uang, Rp 100,-
saja,” ucap gelandangan itu.
“Hei, ayolah aku ingin tahu tempat apa
ini?” sebut Jace.
Gelandangan itu melihat Jace, terheran,
terkejut, dan kemudian berdiri, Jace mendorongnya, Jace pun terkejut karena
gelandangan itu tiba-tiba berdiri.
“Aku, itu aku, muda sekali, muda
sekali,” kata gelandangan itu sambil berjalan pelan.
“Jangan mendekat, kau sangat kotor!”
kata Jace sambil berjalan mundur.
“Kumohon, aku mohon jangan sombong,
jangan tinggi hati, jangan egois, jangan, jangan, melakukan hal yang membuat
orang lain kesal,” ucap glandangan itu dengan suara yang terisak.
“Apa maksudmu?” kata Jace heran.
“Aku, aku, aku adalah kau, dan kau
adalah aku, ku mohon jangan egois,” kata gelandangan itu
“Jangan mencoba menipuku untuk
mendapatkan uang dariku, dan yang kau katakan sama sekali tak masuk akal!” kata
Jace sambil membuang muka.
Hujan semakin deras, Jace semakin
kebasahan, terpaksa dia harus berdiri di samping gelandangan itu, karena hanya
tempat berdiri gelandangan itulah yang terdekat, meskipun Jace enggan untuk
berdiri di sana karena gelandangan itu masih berdiri menatap Jace dengan mata
berkaca-kaca.
“Bisa kau berhenti menatapku, kau
membuatku jijik,” ucap Jace.
“Ah, iya maaf, tapi jangan pernah
membuat orang kesal, aku adalah kau, dan kau adalah aku,” kata gelandangan itu
serius.
“Maafkan aku tuan pemaksa, tapi kau sama
sekali tidak memiliki bukti!” kata Jace mulai kesal.
“Aku, aku punya!” kata gelandangan itu
serius, lalu gelandangan itupun menunjukkan sebuah tanda lahir, yang berada,
berada di pundak.
“Oh, ya memang aku memiliki tanda lahir
di pundak, tapi bisa saja itu sebuah kebetulan,” kata Jace.
“Aku masih punya yang lain,” kata
gelandangan itu, lalu menunjukkan kalung yang berada di dalam sakunya.
“Itu, itu tak mungkin, kalung itu hadiah
dari ayahku, katanya itu di pesan khusus, dan hanya ada satu di dunia!” kata
Jace terkejut, tapi mulai percaya omongan dari gelandangan itu.
“Aku masih punya, kau bernama Jace
William, lahir tanggal 22 maret tahun 2000, alamatmu jalan noble no, 123,
kakakmu bernama Ana, kakakmu dia orangnya cerewet, tapi dia sukses dalam bidang
bisnis, sedangkan kau bercita-cita menjadi atlet bola profesional, tapi lihat
kenyataan, kau terlalu egois, kau ditinggalkan oleh teman setimmu, dan jangan
pikir kau dapat bermain bola sendirian!” bentak gelandangan itu dengan nada
penuh emosi.
“Baiklah aku percaya, yang kau sebutkan
semuanya benar, seluruhnya tanpa terkecuali! aku tahu aku tidak bisa bermain
sepak bola sendirian, aku tahu itu, tapi mau bagaimana lagi mereka membuatku
kesal, Billy, dia menunjukkan bahwa dia lebih hebat dariku 30 m, siapa yang
tidak akan terkejut?!” katanya dengan nada yang penuh dengan emosi, yang tak
kalah dengan gelandangan itu.
“Jadi berhentilah bersikap sombong, kau
terlalu egois, dan satu lagi, berhentilah membuat orang kesal!!” katanya.
“Aku tahu, aku tahu!” kata Jace menahan
tangis.
Hening, perdebatan antara 2 orang yang
sama kini berhenti, sepertinya tak ada di antara salah satu dari kedua orang
itu yang ingin melanjutkan pembicaraan itu, terutama Jace, dia mulai meneteskan
air mata, wajahnya memerah, bagaimana tidak, dia merasakan bentakan dari dirinya
sendiri, hujan sudah reda, gelandangan itu pun pergi meninggalkan Jace seorang
diri.
Tanpa sadar Jace sudah berada di
sekolahnya, di lapangan yang dia sewa, melihat lagi, mendengar lagi kata-kata
yang teman-teman setimnya ucapkan sewaktu meninggalkannya.
“Sudah cukup aku muak dengan tingkah
lakumu Jace, kau terlalu egois, dan satu lagi kau sok mengatur, kami semua tahu
itu, aku keluar!” kata Manfred tegas.
Hening, Jace terpaku dia menyaksikan dan
mendengar hal yang sama dengan yang terjadi tadi pagi, padahal mestinya
sekarang sudah malam.
“Tunggu Manfred, maafkan aku aku mohon
jangan keluar dari tim ini,” kata Jace yang sudah memahami situasi.
Hening, semua terdiam, bahkan Manfred
yang sudah ingin berjalan keluar pun berhenti dengan keadaan mulut terbuka,
seakan 10 orang di situ sehabis melihat hantu.
“Mohon” kata Billy terkejut.
“Jace bilang mohon” ulang Will.
Tiba-tiba Jace kembali ke kamarnya,
hujan sudah reda, langit kembali menjadi malam, Jace terkejut, mencubit dirinya
sendiri, menganggap dirinya mimpi, dia melihat ke arah tempat dia meninggalkan
batu itu, tetapi batu itu sudah menghilang, lalu dia melihat ke arah ponselnya,
ada SMS dari Manfred, “Hei, Jace bagaimana besok kalau kita latihan lagi, pukul
08:00” dengan tersenyum Jace membalas pesan itu dan menuliskan, “ok, aku akan
sangat bersemangat.”
Cerpen yang berjudul "Time Twister" ini merupakan sebuah karangan dari seorang penulis dengan nama pena Nyimas Anabella Khairunninsa. Kamu dapat mengikuti penulis melalui facebook berikut: Nyimas AnaBella Khairunnisa
Posting Komentar untuk "Cerpen Fantasi - Time Twister | Nyimas Anabella Khairunninsa"