Cerpen Cinta - Under The Osaka Sky | Ajang Rahmat
“Klik, Cekeeetttt, Jeblog…” pintu kamarku terbuka. Spontan aku terbangun dari ranjang, padahal mataku baru saja mau memasuki alam mimpi. Dan lagi-lagi itu Yuuna, dia kembali mengganggu malam indahku.
“Bisakah kau lebih sopan ketika masuk
kekamarku, aku baru saja mau tidur,” cerocosku padanya.
“Pintu kamarmu juga jarang di kunci,
jadi tak masalahkan aku masuk,” jawabnya enteng.
“Kau selalu saja begitu Yuu. Ya sudah
kamu mau cerita apa lagi sekarang, waktumu lima belas menit!” kataku sambil
memeluk guling.
“Tidak! aku cuman ingin kau menemaniku
belanja keperluan besok. Bisa kan Ren?” ajaknya sedikit memelas.
“Sebenarnya bisa sih, lagi pula besok
sekolahku lagi libur. Tapi, kenapa tidak bersama pacarmu saja sih?” dengan
ringan kulepaskan pertanyaan itu.
“Dia lagi sibuk. Lagi pula aku lebih
nyaman denganmu kalau belanja,” jawabnya tersenyum.
“Apa?” tanyaku sedikit heran.
“Tidak apa-apa. Ya sudah aku tidur dulu
ya,” jawabnya dan langsung berlalu setelah pintu itu dia buka, dan menutupnya
dari luar.
Sikapnya memang sedikit menyebalkan.
Hampir setiap malam dia datang kekamarku dan terkadang lebih lama. Ya sekedar
untuk mencurahkan hatinya, perasaannya, bahkan kegundahannya juga dia bagikan
padaku.
Sejujurnya aku tidak pernah
mempermasalahkan itu. Terlebih kamar yang kutiduri setiap malam ini adalah
miliknya. Aku hanya jadi penumpang di sini, bersyukur aku diizinkan tinggal di
rumah ini dengan percuma. Setidaknya waktu itu aku yang menemukan barang
berharganya, bukan orang lain.
Sebelum kembali berbaring dikasur. Aku
buka jendela, kemudian meloncat dan diam di atas genting rumah. Menatap
kelangit Osaka, dan memastikan langit tidak berawan malam ini. Aku tidak peduli
dengan bintang dan bulan, aku hanya peduli dengan matahari besok pagi.
“Hoam,” aku bangun pagi sekali. Segera
saja kuberanjak dan menuju kekamar mandi. Aku bersiap-siap untuk pergi menemani
Yuuna belanja, sesuai ajakannya semalam. Dan sekarang aku sudah benar-benar
rapi. Tinggal menunggunya mengetuk pintu kamarku. Tidak! Dia pasti langsung
nyelonong masuk. Ugh!
Jam 9 pun tiba. Tapi masih belum ada
Yuuna memanggilku. Apa dia lupa dengan rencananya hari ini? Ingin sekali aku
mengetuk pintu kamarnya, kalau berani. Tapi sampai saat ini aku selalu merasa
kalau itu tidak sopan. Walaupun dia selalu berkata jangan sungkan kalau mau
masuk kekamarnya.
Sekarang aku sudah melihat langit cerah
di musim semi ini. Kecerahannya menunjukan kalau sekarang sudah pada posisi
tengah hari. Tapi kok belum ada tanda-tanda dari Yuuna? Apa dia masih tidur?
Ah, lebih baik aku juga tidur kalau begitu.
“Hei bangun-bangun. Ren bangun,” dalam
samar saat mataku mencoba kubuka, kulihat Yuuna sedang teriak. Apa? Ternyata
aku benar-benar tertidur dari tadi.
“Kenapa Yuu? Apa kau membatalkan
rencanamu untuk belanja,” tanyaku sedikit pusing karena bangun tiba-tiba.
“Tidak sama sekali. Ayo sekarang kita
berangkat. Malas sekali kamu, jam segini sudah tidur,” jawabnya tanpa beban.
“Apa? Kau ini aneh. Aku menunggumu dari
tadi pagi. Sekarang sudah mau malam gini, kamu malah mau mengajaku pergi,”
kataku sedikit cemberut dan menggesek-gesek mataku.
“Memangnya siapa yang bilang aku akan
belanja pagi-pagi? Ya sudah buang dulu wajah kusutmu sana ke kamar mandi. Ayo,
nanti pulangnya aku akan masak Sashimi untukmu,” dari senyumnya terlihat kalau
dia sedang membujuk.
“Baiklah. Tapi janji ya Sashimi nya,”
jawabku sambil beranjak dari kamar.
“Iya-iya. Kamarmu juga aku beresin deh.”
Malam itu aku hanya membuntuti Yuuna
dari belakang, mengikutinya mencari barang yang ia perlukan. Jarang sekali aku
bisa jalan berdua dengannya, ini seolah moment yang spesial bagiku. Terlebih
wajah cantiknya, bukan hanya membuatku dan pacarnya saja yang terpesona. Tapi
seluruh laki-laki di sekolah juga sepertinya begitu.
“Seandainya saja kau bisa jadi miliku
Yuu,” hatiku berkata.
Aku mulai melamunkan yang tidak-tidak.
Padahal bagiku, tinggal serumah dengannya saja, sudah sangat cukup membuatku
bahagia. Apalagi tinggalnya hanya berdua. Ya kedua orang tuanya sengaja membuatnya
bisa hidup mandiri, dengan membelikan rumah itu. Dan saat itu dia mengajaku
untuk tinggal bersamanya, saat di mana aku mencintainya pada pandangan pertama.
Dan biarkanlah hanya aku dan Tuhan yang tahu. Yuuna gak perlu tau!
“Hei Ren! Malah melamun kamu. Ayo
pulang.”
“Hah. Apa? Iya baiklah,” Aku tersadar
dari lamunanku.
“Ngelamunin apa sih? Aku kan?” dengan
pede dia berkata.
“Bisa aja kamu. Nggak Aku lagi
melamunkan Sashimi yang akan kau masak.”
“Ahaha… Ya sudah kalau gitu kita
cepat-cepat pulangnya,” tawanya membuatku tersenyum. Manis sekali kamu Yuu!
Kami berdua masih berjalan di sekitar
Kota. Malam yang ramai untuk sebuah Kota sebesar Osaka. Yuuna membelikanku Ice
Cream, baik juga dia. Huft… Aku salah! Karena baru pas gigitan ketiga, dia
mengambil Ice Cream ku dan Kemudian dia jilat dan lahap sendiri. Aku mencibir
dan dia tertawa terpingkal. Menyebalkan!
“Osaka membosankan yah! Padahal kenapa
kamu tak sekolah di Tokyo saja? Mengapa kau malah pindah kesini?” dalam sunyi
tiba-tiba dia bertanya.
“Mmm… Kalau aku tidak pindah ke Osaka,
mungkin aku tidak bisa numpang gratis dirumahmu, Ahaha” aku tertawa saat
menjawabnya. “Lagian orang tuaku juga menganjurkanku untuk sekolah di sini.
Ngomong-ngomong kenapa kamu menanyakan itu?”
“Tidak! Aku cuman ingin merasakan
tinggal di Tokyo saja.”
“Oh… seperti itu ya.”
Setelah itu suasana jadi hening tak ada
obrolan diantara kita. Yang terdengar hanya suara langkah kaki, dan beberapa
kendaraan yang berlalu lalang. Sampai aku beranikan diri untuk menanyakan hal
itu.
“Yuuna… Boleh kutanyakan sesuatu
padamu?”
“Ya mau nanya apa Ren?” tanya dia dengan
eskpresi heran.
“Tapi sebelumnya maaf ya! Apa pacarmu
tau kalau kita tinggal serumah?” tanyaku terbata-bata.
“Tidak! Tidak boleh. Kalau tau, dia
pasti mutusin aku” jawabnya sedikit tersenyum.
“Tau seperti itu. Aku jadi gak enak
Yuu.”
“Ahaha, santai saja Ren. Dia tidak akan
tau kok, aku sudah bilang padanya, kalau aku tinggal sama orang tuaku,”
jawabnya ringan.
Saat itu masih ada yang ingin
kutanyakan, tapi sepertinya dia bertemu dengan teman lamanya. Tepat saat kita
mau berjalan pulang.
“Hai… Kamu Yuuna… Yuuna Yamaguchi kan?”
sapa temannya itu.
Yuuna sedikit kaget dan mereka langsung
berbincang. Karena kupikir akan lama, aku pulang duluan. Dan Yuuna juga memberi
isyarat kalau sepertinya dia memang akan lama berbincang dengannya. Sepertinya
malam ini aku tidak akan jadi makan Sashimi. Ugh!
Pintu rumah itu sudah kugenggam dengan
tangan kanan. Sementara tangan kiriku merayap kesaku mengambil kuncinya.
Astaga! Aku kaget saat terdengar suara berisik di dalam. Dan Ya ampun! Pintunya
juga tidak terkunci. Tanganku mengambil perkakas dan berjalan pelahan.
Suara-suara itu terdengar jelas di dapur.
“Jangan-jangan maling nih,” pikirku.
Tangan kananku perlahan membuka pintu
dapur. Tangan kiriku bersiap dengan perkakasnya. Tanpa pikir panjang, langsung
saja kubuka dan masuk kedalam… Hah! Yuuna!
“Untuk apa perkakas itu kau bawa kesini
ren?” tanyanya heran.
“Bagaimana kau bisa..” aku menarik
napas. “Cepat sekali kau sampai Yuu. Kukira kau maling.”
“Sembarangan! Aku tadi dianterin sama
teman. Lagi pula mana ada maling yang sudi masak Sashimi buat kamu Ren,”
katanya menyunggingkan senyum.
“Hah Sashimi! Boleh aku makan sekarang?”
aku sudah siap sedia di meja makan.
“Langsung makan aja. Itu untukmu kan?”
Indah sekali malam ini. Sashimi buatan
Yuuna begitu enak. Aku juga tak mengerti dengan hubunganku dan Yuuna. Tinggal
serumah berdua, tapi bukan sepasang Suami Istri. Mungkin saja pacarnya juga
belum pernah merasakan masakannya. Beruntung sekali aku…
“Ren?” tiba-tiba Yuuna bertanya.
“Kenapa Yuu?” mulutku masih mengunyah
Sashimi.
“Memangnya kamu tidak bosan. Single
terus,” tanyanya.
“Bosen sih! Tapi ya mau gimana lagi.
Belum laku aku nih, Ahaha.”
“Ah gak mungkin! Sebenarnya kamu malas
ngedeketin perempuan aja kan?” tebaknya.
“Mungkin!” jawabku singkat.
“Ya sudah! Akhir pekan nanti, kamu aku
ajak ke Osaka Castle. Aku ada janji sama teman disana. Nanti aku kenalin,
mungkin aja cocok denganmu,” pintanya.
“Serius Yuu?” tanyaku tidak percaya.
“Iya serius. Tapi syaratnya kamu harus
merubah penampilan dulu,” lanjutnya.
Pagi yang indah, disaat langit Osaka
cerah. Aku bersiap berangkat sekolah lagi. Sesuai tips yang diberikan Yuuna
semalam, aku sedikit merubah penampilanku. Seperti memakai gel rambut dan mengangkat
poniku keatas. Memakai Hazeline yang Yuuna beri. Dan menggunakan jam tangan,
serta perangkat pria keren lainnya. Tampan juga ternyata aku. Percaya diri
tingkat tinggi…
Sampailah di sekolah. Beberapa orang
melihatku kagum dengan wajah baruku. Beberapa lainnya seperti tertawa,
menatapku aneh. Huft.. Biarkanlah!
Selanjutnya ada beberapa perempuan yang
tersenyum diatasku. Aku hanya menunduk, tak mengartikan apa maksudnya.
Sial! Tiba-tiba saja salah satu dari
perempuan itu ada yang jatuh dari atas. Reflek aku langsung loncat dan
menangkapnya. Punggungku benar-benar terasa sakit. Dan kami berdua dilarikan ke
UKS saat itu.
“Makasih yah. Sudah menangkapku tadi,”
dia terbangun.
“Iya tidak masalah,” jawabku dengan
wajah masih kesakitan.
“Oya… Aku Nori Kichida kelas 11 C,”
tangannya sudah berada didepanku.
“Aku Ren Kobayashi kelas 12 A,” langsung
kujabat tangannya yang halus.
Setelah perkenalan itu, aku langsung
banyak mengobrol dengannya. Ternyata dia mudah akrab dan ramah, kebanyakan
topik obrolan berasal darinya. Beberapa kali aku mencuri pandang dengannya. Ya
ampun manisnya!
Keesokan hari dan di hari-hari
berikutnya. Aku jadi banyak menghabiskan waktu di sekolah dengannya. Sekarang
aku seperti mulai tertarik padanya, berharap dia juga sama. Dan sekarang
kupikir, tak perlu pergi ke Osaka Castle dengan Yuuna. Karena aku sudah punya
target pendobrak single’ku, karena Nori kabarnya single juga, dan sebenarnya
dia juga pemalu sepertiku.
Tibalah malam di akhir pekan. Sudah
kubilang aku menolak keras untuk pergi ke Osaka Castle pada Yuuna, tapi tetap
saja dia bersikeras mengajaku. Ya sudahlah. Akhirnya tiba juga aku di sana,
kemudian seperti janjinya. Dia memanggil perempuan yang akan dia kenalkan
padaku. Dari kegelapan taman, perempuan itu menghampiri. Ya ampun Nori!
Aku kaget, sepertinya Nori tidak. Dia
sudah tau ini semua, dan Yuuna yang merencanakan ini. Pantas saja dia sekeras
itu membujuku pergi. Tapi hatiku begitu bahagia malam ini, dan Yuuna sengaja
meninggalkan kami berdua di taman itu. Dia juga punya janji dengan pacarnya.
Kupikir inilah saatnya aku mengungkapkan
perasaan pada Nori, rasanya momentnya begitu tepat. Di bawah langit Osaka,
dengan saksi bintang dan seperempat bulan, aku ucapkan kata-kata itu. Dan
hasilnya…
Aku sudah kembali di kamar, membuka
jendela dan duduk keluar diatas genting, dan menatap langit. Bahagia sekali aku
malam ini, tak kusangka Nori akan punya perasaan yang sama padaku. Akhirnya,
setelah sekian lama, status singleku berubah juga. Seharusnya aku banyak
berterimakasih ke Yuuna, kutau dia yang merencanakan ini. Termasuk insiden Nori
jatuh, sebenarnya dialah yang mendorongnya dari atas waktu itu. Gila juga ya!
Haha.
Sayangnya Yuuna belum juga pulang. Tapi
sekian menit setelah itu, dia masuk kekamarku dan menghampiriku lewat jendela.
Dia menangis dan langsung memeluku saat itu. Apa-apaan nih anak?
“Ren… Aku putus sama pacarku,” dia
terisak saat mengatakan itu.
“Hah… Kok bisa Yuu. Apa karena dia tau
kita tinggal serumah,” aku mencoba menebak dengan perasaan khawatir.
“Iya bener Ren,” jawabnya.
“Maafkan aku Yuu, ini salahku. Mungkin
aku harus segera pindah dari rumah ini,” kataku dengan penyesalan.
“Hatiku akan lebih hancur kalau kau
pindah. Kamu tinggal saja terus di sini gapapa. Lagi pula ini bukan salahmu!”
dia berusaha mengusap air matanya.
Sekali lagi tak kusangka akan berakhir
seperti ini. Kenapa kejadiannya harus bersamaan saat aku baru saja bahagia memiliki
Nori? Kenapa harus malam ini kamu jadi single Yuuna? Apalagi besok aku akan
pulang ke Tokyo dan akan lama di sana. Aku akan bertemu keluargaku, menunggu
kelulusan sekolah. Dan kamu juga bagian keluargaku sekarang Yuu, yang harus
kutinggalkan. Tapi tenang saja, cuman sementara kok…
Begitu bosannya aku di Tokyo, apalagi
sudah hampir sebulan aku disini. Jujur sekali aku merindukan kehidupan di bawah
langit Osaka. Aku rindu pada setiap hal di Osaka. Aku rindu teman-temanku, aku
rindu pada sayangku Nori. Dan aku juga merindukanmu Yuu. Sedang apa kamu di
rumah itu sekarang?
Aku dan Yuuna hampir-hampir Lost
Contact. Jarang sekali aku mengirim pesan padanya. Karena biasanya kita memang
jarang SMSan, ya memangnya perlu SMSan sama orang yang serumah? Aku tersenyum
membayangkannya.
“Tuuttt,” SMS masuk ke Handphoneku. Hah
Yuuna? Bukan itu pesan dari Nori. Hmm… aku kembali meletakan Handphone itu,
setelah membalas pesannya. Mungkin aku harus mengirim pesan ke Yuuna sekarang.
Aku langsung mengambil kembali Handphone, tapi kubatalkan pesan ke Yuuna.
Karena dia telah mengirim pesan dahulu, yang berisi;
“Aku merindukanmu Ren.”
Jariku langsung menari, mengetik
balasan, “Aku juga Yuu! Hei Gimana Kabarmu?”
Masih belum ada balasan dari Yuuna.
Handphoneku terus berbunyi, tapi lagi-lagi itu dari Nori. Ya sudahlah. Atau apa
aku harus pergi ke Osaka sekarang. Gila! Tapi kenapa tidak?
Langsung saja aku berangkat malam itu,
menunggu beberapa kendaraan umum. Dan 1 jam itu tak terasa lama, aku sudah
sampai. Hanya tinggal berjalan kerumah Yuuna.
“Teneeettt,” bell rumah itu kutekan.
Tak harus menunggu lama. Yuuna
membukakan pintu dan langsung memeluku. Pelukannya hampir-hampir membuat
keseimbangan tubuhku kacau.
“Lama sekali sih sampainya” ejeknya.
“Kamu tau ini jam berapa Yuu?” tanyaku
mencibir.
“Ahaha… Ya sudah makasih Ren, udah mau
repot-repot datang,” jawabnya terpingkal.
“Hei… kamu tidak akan menyuruhku masuk
ke dalam Ren?” sindirku.
“Tidak! Aku sudah menyiapkan semuanya di
Taman belakang. Jadi kita langsung kesitu saja,” dia tersenyum seperti
biasanya.
Aku di bawa Yuuna ke taman belakang.
Tempat yang paling jarang kita kunjungi. Dan sekarang. Wow, romantis sekali di
sini. Ada tikar untuk duduk. Dengan lampu pijar yang indah. Dan sudah ada teh
panas di sana.
“Silahkan duduk Ren.”
Kita banyak mengobrol malam itu, Yuuna
yang banyak cerita sebenarnya. Dia juga bilang sudah bisa melupakan pacarnya
sekarang. Sementara dia bercerita, aku masih sibuk meniup-niup teh yang panas
dicangkirnya. Sedikit mencobanya, dan langsung memuntahkannya saat dia
mengatakan hal itu.
“Ren. Aku menyukaimu.” singkat tapi
menusuk yang dia katakan.
“Jangan becanda Yuu,” timpalku.
“Beneran Ren. Kamu juga suka kan padaku,
aku tau kamu gak perlu bilang,” lanjutnya.
Aku hanya diam, menyimpan secangkir teh
itu ke meja.
“Aku sudah tidak single lagi Yuu. Kamu
tau itu kan, aku milik Nori sekarang,” aku memberanikan diri mengatakan itu.
“Aku tak ingin jadi pacarmu Ren. Kita
cukup berteman seperti ini saja. Tapi kamu boleh menganggapku lebih. Kencan
denganku juga boleh Ren. Ya, tolong Ren aku mungkin akan lebih kesepian di
hari-hari berikutnya,” terangnya tulus.
Aku menarik napas. Dan mencoba mencari
jawaban yang tepat dari itu semua, sampai aku bilang padanya.
“Aku juga menyukaimu Yuu! Dari sejak
pertama sudah Menyukaimu,” kataku tanpa memikirkan resiko berkata seperti itu.
Yuuna langsung memeluku, dan membuatku
jatuh terkapar. Dia berbisik ditelingaku.
“Kamu tak perlu mengatakannya Ren. Aku
sudah tau, makasih ya,” kudengar dia terisak saat mengatakan itu.
Sejujurnya aku bingung dengan semua ini.
Aku benar-benar tak tau harus seperti apa menghadapi situasi ini. Mungkinkah
aku harus mendua? Tapi biarkanlah mengalir. Walau aku yakin ini akan semakin
sulit kedepannya. Tapi sementara aku bahagia, dan kembali menatap langit Osaka.
Dan bersama lagi dengan perempuan yang kucintai selama ini.
Tuhan tolong bantu aku, dan jangan
pernah kau cabut kebahagian ini…
Cerpen yang berjudul "Under The Osaka Sky" merupakan sebuah cerita pendek karangan dari seorang penulis yang bernama Ajang Rahmat. Kamu dapat mengikuti blog penulis di link: boytrik.blogspot.com.
Posting Komentar untuk "Cerpen Cinta - Under The Osaka Sky | Ajang Rahmat"