Cerpen Horror - Dark Peak | Mayang Saputri
Kepindahan keluargaku kali ini benar-benar membuatku kesal. Ya. Keluargaku memang seperti manusia goa yang hidup nomaden. Berpindah dari kota satu ke kota lainnya. Tapi kali ini, Dad dan Mom benar-benar keterlaluan. Mereka mengajak kami pindah ke pedesaan terpencil yang aku yakin belum pernah terjamah manusia modern. Aku memprotes keras.
“NO MOM! Aku tidak akan mau pindah
kesana! Never…!”
Ku tatap Danny adikku, berusaha meminta
dukungan. Tapi ia hanya menggeleng lemah. Pasrah. Aku menggeram kesal.
“Kau pasti akan suka tempat itu, Jess.”
Mom berusaha merayuku. Ia mulai menceritakan betapa indahnya bukit-bukit di
tempat bernama Dark Peak itu. Namanya saja sudah cukup ampuh untuk membuatku
bergidik ngeri. Tapi percuma. Sehebat apapun tempat itu menurut Mom dan Dad,
aku tetap tak tergoda.
Aku sudah membayangkan betapa
mengerikannya tempat itu. Ah, tak akan terjadi! Apalagi baru minggu lalu aku
mulai berkencan dengan Bill, teman sekelasku. Aku benar-benar frustasi
memikirkan betapa akan kesepiannya aku di sana, tanpa ponsel bahkan mungkin
tanpa listrik.
Aku menyerah. Dad mengancam akan
melarangku keluar rumah jika aku tetap berkeras menolak pergi. Dark Peak..
Semua hampir sama mengerikannya dengan apa yang ada di benakku, kecuali
kenyataan bahwa rumah baru yang aku tempati begitu luar biasa menakjubkan.
Rumah itu besar sekali, jauh lebih besar dari rumah Tiffany -temanku yang
paling kaya dan sombong di kota lamaku-. Wow, dia pasti akan iri sampai gila
melihat rumah baruku ini. Hal itu membuatku sedikit merasa terhibur. Aku
terpekik pelan melihat kamar baruku. Danny berteriak seperti kesurupan di
lantai bawah, melaporkan kepada Dad bahwa ia menemukan ini itu dan hal-hal
hebat lainnya. Tapi perhatianku hanya tertuju ke kamarku. Ya. Kamar ini luar
biasa. Benar-benar cantik. Aku bergegas meraih ponselku, berusaha menelpon Bill
atau siapapun untuk menceritakan ini. Tapi gagal. Aku tak bisa menghubungi
siapapun. Sial!
Kuhempaskan tubuhku ke tempat tidurku.
Perjalanan ke sini membuatku lelah dan membuatku mengantuk. Aku tertidur entah
berapa lama, sampai suara-suara berisik di luar membangunkanku. Di luar
sepertinya sudah gelap. Aku keluar kamar untuk melihat apa yang sedang terjadi.
Di ruang tengah, kulihat Dad bersama
seorang pria sedang berusaha menggeser piano kami. Mereka berisik sekali.
“Hai Jess.. Kau sudah bangun Sayang?”
Mom membawa nampan berisi minuman dan meletakkannya di meja. Seorang wanita
setengah baya duduk di sana sambil tersenyum memandangku.
“Ini Jess anak kami. Jess.. Ini Nyonya
dan Tuan Nick. Mereka tetangga kita.” Mom menunjuk ke arah pria yang bersama
Dad tadi. Aku tersenyum dan mengangguk pelan ke arah mereka.
Danny sedang berlarian kesana kemari
bersama seorang gadis kecil.
“Itu Daisy, anak kami.” Nyonya Nick
menjelaskan padaku. Oh bagus, Danny sudah menemukan teman baru dan sebentar
lagi mereka mungkin sudah akan membakar rumah. Aku lebih memilih keluar rumah,
siapa tau aku bisa menemukan pria tampan seperti Bill, mungkin?
Keadaan di luar sungguh sepi.
Rumah-rumah terletak berjauhan. Hanya sesekali ada orang lewat, memandang
rumahku dan berlalu. Aku menyapa mereka, tapi sepertinya mereka tak
mendengarku. Hebat. Aku akan mati kesepian di sini.
“Mom!!” teriakan Danny membangunkanku
pagi itu. Entah kekacauan apa lagi yang di buat oleh Danny di pagi buta seperti
ini.
“Kenapa sampai seperti ini?” Mom tampak
sedang memeriksa leher Danny dengan seksama. Aku yang penasaran ikut
melihatnya. Oh Tuhan, tampak bekas luka melingkar di lehernya. Seperti luka
jeratan atau semacam sayatan. Danny hanya menggeleng sambil menangis.
“Aku tak tau Mom.”
Saat itu terdengar suara pintu di ketuk.
Tuan dan Nyonya Nick bersama Daisy melangkah masuk. Aneh sekali mereka.
Keluarga macam apa yang sudah bertamu di pagi buta begini?
Seperti sudah tau, Tuan Nick langsung
menghampiri Danny, memeriksa lehernya dan tersenyum.
“Tidak apa-apa. Dia akan baik-baik
saja.” Nyonya Nick lalu mengoleskan sesuatu ke leher Danny, dan ia langsung
berhenti menangis. Bahkan beberapa waktu kemudian ia sudah asyik berkejaran
dengan Daisy.
“Kalian sebentar lagi akan tau.” Tuan
Nick berkata dengan tenang. Dad tampak bingung.
“Maksud anda?”
“Tuan Regy, keluarga anda sebentar lagi
pasti akan terbiasa. Bersiap-siaplah. Ini tak akan sulit.”
Dad memandang Mom dengan pandangan aneh.
Pandangan anak sekolah yang sama sekali tak mengerti ucapan gurunya.
Gila. Pikirku geli. Apa sih yang mereka
bicarakan?
Sudah cukup semuanya membuatku pusing.
Sampai hari ini, aku sama sekali tak bisa menghubungi Bill maupun
teman-temanku. Ponselku hidup, tapi tak dapat kugunakan. Mungkin tempat ini
berada di luar jangkauan. Kualihkan pandanganku ke halaman, tempat Danny dan
Daisy bermain. Daisy tampak memberikan lotion ke tubuh Danny. Aku melangkah ke
arah mereka. Baru beberapa saat aku terkena matahari, kulitku terasa panas dan
memerah. Hey? Sejak kapan kulitku berubah begini sensitif? Daisy menghampiriku.
“Mulai sekarang kau perlu ini. Seperti
kami.” ucapnya riang. Kuambil tabir surya itu dari tangan mungil Daisy.
“Thanks” Jawabku singkat.
“Jess, kau lihat leherku. Kata Daisy,
luka ini tak akan hilang. Dan aku harus terbiasa dengannya.” Danny menunjukkan
bekas lukanya yang sekarang tampak sedikit mengering.
“Kenapa begitu?” tanyaku lebih kepada
Daisy.
“Kau nanti akan tau.” Astaga, kenapa tetangga
baru kami itu semua gila?
Keluarga Nick setiap hari berkunjung.
Aku makin tak tahan dengan sinar matahari, itu membuatku lebih senang berada di
kamar. Luka Danny benar-benar tidak hilang. Dan hari ini, keadaan lebih buruk
lagi. Dad mengeluhkan dadanya yang sakit. Mom tak memperbolehkannya keluar
kamar. Tapi Nyonya Nick bilang kami tak perlu memanggil dokter. Dokter tak akan
bisa membantu.
Malamnya, Danny masuk kamarku dengan
tergesa-gesa.
“Jess.. Kau harus ikut aku! Daisy bilang
ia bisa menyembuhkan leherku dan Dad.”
“Daisy?” Ucapku tak percaya. “Ia anak
kecil Danny. Mana mungkin ia bisa?”
Danny berkeras. Ia menarikku keluar
rumah. Sudah hampir tengah malam. Aku takut Mom dan Dad memarahi kami karena
keluar dari rumah. Tapi Danny meyakinkanku. Di ujung jalan, Daisy tampak sudah
menunggu kami. Kami berjalan mendekatinya. Dan.. Tidak! Ia seperti bukan Daisy.
Wajahnya tampak menyeramkan. Darah menetes dari mulutnya. Aku hampir lari
ketika tiba-tiba ia berkata “Jangan takut. Aku ingin menunjukkan sesuatu pada
kalian.”
ku genggam tangan Danny erat saat kami
berjalan mengikuti Daisy. Gadis kecil itu melangkah begitu cepat. Beberapa saat
kemudian kami sampai di suatu tempat yang tampak seperti jurang. Suasana yang
gelap tak memungkinkan kami dapat melihat jelas.
“Kau siapa? Kenapa kau membawa kami ke
sini?” Danny bertanya dengan gemetar. Daisy hanya tersenyum.
“Bukankah kau ingin tau bagaimana
lehermu bisa terluka? Kenapa ayahmu sakit? Dan kenapa kalian merasakan keanehan
di desa ini?”
“Maksudmu? Apa kau hantu Daisy?” Aku
memberanikan diri bertanya.
“Begitulah. Kami begitu kesepian di
sini. Mom dan Dad, mereka tak punya teman. Aku juga.”
“Lalu, apa hubungannya dengan kami?” Aku
bingung.
“Kalian lihat ke bawah sana.” Ia
menunjuk ke arah dasar jurang. Kami terbelalak. Di sana ada sebuah mobil yang
sudah hancur.
“Itu kalian.” Daisy berkata ringan. Kami
terbelalak. Bagaimana mungkin? Daisy membawa kami lebih dekat ke mobil itu. Dan
benar saja, itu mobil kami. Kami gemetar. Ragu kulihat ke dalam mobil, dan
pemandangannya sunggu mengerikan. Dad tergeletak dengan kayu menancap
jantungnya. Mom sudah tak berbentuk lagi, kepalanya tergencet bagian depan
mobil yang ringsek. Danny terkapar dengan leher tertebas pecahan kaca. Dan aku?
Oh Tuhan. Benarkah itu aku? Aku tergeletak di samping tubuh Danny, dengan
gunting menembus mataku. Aku terhuyung lemas, tak percaya dengan apa yang
kulihat. Danny menangis meraung-raung.
“Kenapa?! Apa yang terjadi pada kami?!”
aku memekik histeris.
Daisy tersenyum samar. “keluargaku
meninggal dalam sebuah kebakaran. Beberapa tahun lalu. Kami kesepian. Dan
bukankah sudah kubilang Jess.? Kami butuh teman. Saat kalian pindah kemari aku
sudah memilih kalian sebagai teman bagi keluargaku. Jadi aku berlari ke tengah
jalan dan membuat ayahmu kaget. Mom membantuku mendorong mobil kalian ke
jurang. Ha ha ha. Apa kalian tidak heran kenapa hanya keluargaku yang
mengunjungi kalian? Kalian kini adalah teman kami. Kalian bagian dari Dark
Peak.”
Daisy tertawa keras, membuatku pusing
dan tiba-tiba mual.
Aku.. Danny.. Mom.. Dad..
Kami kini adalah bagian dari Dark Peak.
Cerpen yang berjudul "Dark Peak" merupakan sebuah cerita pendek karangan dari seorang penulis yang bernama Mayang Saputri. Kamu dapat mengikuti facebook penulis di akun berikut: ayank_bepe[-at-]yahoo.co.id
Posting Komentar untuk "Cerpen Horror - Dark Peak | Mayang Saputri"