Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cerpen Cinta - You And My Umbrella | Nur Cholifah

you and my umbrella cerpen

Tiga Puluh.

Tiga puluh menit sudah aku menunggu teman-temanku di gang depan desaku. Rencananya kami mau bolang ke Surabaya. Sebenarnya yang paling berkepentingan dalam perjalanan kami hari ini adalah Kevin dan Ken. Pasalnya mereka mau kirim hewan ke Sedang gitu… lewat jasa pengiriman Cargo. Maklumlah, dua sahabat kembarku ini punya usaha Petshop kecil-kecilan gitu deh…

Sementara aku nggak ada kepentingan apa-apa. Cuman pengen ikut-ikutan aja. Tapi nggak tau kenapa aku yang paling semangat. Liat aja, aku udah ganti posisi berkali-kali dari posisi duduk, berdiri, trus duduk lagi, berdiri lagi. Udah Tiga puluh menit aku nunggu si kembar belum dateng-dateng. Eh, ralat. Sekarang udah Tiga puluh lima menit.

Tiga puluh lima menit sudah aku menunggu mereka. Huft… Dasar!. Bahkan mereka belum ada tanda-tanda kemunculannya. Misalnya, kayak matahari terbit dari sebelah barat gitu. Oh, nggak itu lain. Bahkan, nomernya mereka pun susah banget dihubungi. Wah… aku curiga. Jangan-jangan mereka pergi tanpa aku. Aaahh!!!… Kog gitu sih?.

Sementara aku bingung dengan fikiranku sendiri, tiba-tiba saja sebuah sepeda motor parkir tepat dihadapanku. Dua anak lelaki berseragam olahraga kebesaran sekolah kami turun dari sepeda motor, lalu menyalami seorang paruh baya yang mengantarkan mereka tadi. Orang itu memutar sepeda motornya dan berlalu pergi setelah sebelumnya tersenyum kepadaku. Kini, saatnya aku marah-marah!.

“Lama banget sih kalian?. Aku udah nunggu lama tau!.” Ucapku kesel. Langsung saja pumpung ada kesempatan.

“Maaf… tadi nyempetin beli keranjang plus wortel nih, buat si marmut.” Ujar Kevin, sambil menyodorkan keranjang berisikan seekor marmut yang tengah hamil lengkap dengan wortelnya. Seketika itu juga rasa kesalku pudar, begitu melihat kelucuan si marmut.

Lima menit kemudian kami sudah berada di dalam angkutan umum menuju terminal. Sesampainya di terminal, aku tercengang karena banyaknya orang yang lalu lalang. Dan aku tidak tau apa-apa. Tiba-tiba saja suara teriakan Ken membuyarkan lamunanku.

Gila!. Aku hampir saja ketinggalan bus.

Dengan kecepatan tinggi, aku berlari mengejar bus. Aku dapat mendengar suara teriakan Ken dan Kevin yang menyuruh sopir bus menghentikan laju busnya.

Setelah bus bergerak perlahan, barulah aku mampu meraih pegangan di pintu bus dan naik kedalamnya. Sambil ngos-ngosan aku berusaha mengatur pernafasanku.

“Aliya… Kamu ngapain aja sih?, sampai-sampai bus jalan kamu nggak tau?.” Marah Ken padaku. Aku cuman bisa manyun. Padahal aku tadi udah nunggu lebih dari setengah jam aku nggak marah?. Sekarang kenapa dia harus marah hanya gara-gara aku ketinggalan bus?. Uh… Dasar!.

Karena baik aku, Kevin, maupun Ken nggak kebagian tempat duduk, terpaksa kami harus berdiri. Aku berpegangan erat pada pegangan yang memang di sediakan khusus bagi orang-orang yang tidak beruntung seperti kami. Dalam tanda kurung orang yang nggak kebagian tempat duduk.

Aku cukup menikmati perjalanan dengan bus ini, walaupun keseimbanganku payah sekali. Kenampakan sungai brantas di sepanjang jalan menambah indah perjalanan kami. Aku menoleh menatap Kevin dan Ken. Kedua sahabatku itu membalas tatapanku dengan tersenyum. Walaupun kami sering berantem tapi kami cocok satu sama lain sebagai sahabat. Kami punya Chemistry.

Tiba-tiba saja, karena tidak fokus dengan pegangan yang tadi, aku oleng kedepan dan kepalaku terbentur bangku di depanku. Aku nyengir kearah Kevin dan Ken. Mereka geleng-geleng. Maklum.

Sambil menunggu Ken dan Kevin yang kebelet pipis, aku dan si Marmut duduk ditaman yang terletak di seberang jalan terminal Bungurasih. Terminal yang kata Ken dan Kevin adalah terminal terbesar se asia tenggara. Aku memperhatikan sekelilingku, sambil sesekali menggeleng pelan saat ditawari taksi.

Ken yang pertama kali menghampiriku. Ia mengambil alih keranjang berisikan marmut yang dari tadi kupegang. Ia menuntunku bergabung bersama Kevin yang menunggu di samping Damri. Sebuah kendaraan umum menuju Bandara Juanda.

Aku dan Ken duduk di depan sementara Kevin memilih duduk sendirian disamping kami. Jujur baru pertama kali ini aku pergi ke Bandara Juanda, makanya aku langsung terkagum-kagum begitu melihatnya.

Katrok banget ya, aku?.

Aku menikmati saat-saat berjalan di trotoar yang indah dan bersih menuju logistik bandara. Aku begitu menikmati pemandangan sampai-sampai aku tidak menyadari handphoneku bergetar beberapa kali. Ternyata sms dari Putri, sahabatku.

From : Putri

“Aliya, Kamu kog nggak bilang-bilang sih

kalau mau ke Surabaya sama sikembar?”.

Kubalas saja asal-asalan.

Tak kusangka Putri terus membalas smsku yang asal-asalan dengan kalimatnya yang aneh-aneh. Sampai akhirnya, ketika Aku, Kevin dan Ken beristirahat dibawah naungan pohon kupu-kupu, Putri mengirim pesan agak panjang.

From : Putri

“Kamu itu ya, terlalu fokus sama kembar.

Sampai-sampai kamu nggak tau khan kalau ada temen kamu

Yang juga ingin diperhatikan?.

Kamu nggak tau kan kalau sebenarnya Adrian itu suka sama kamu?.”

Kubaca berulang-ulang sms dari Putri. Aku berusaha mencerna kata-perkata. Ken yang melihat perubahan mimik di wajahku, tiba-tiba saja mengambil handphoneku. Ken membacanya dan menatapku dalam diam. Begitu pula Kevin.

Sebenarnya kami terbiasa berlima. Kami sahabat karib yang bertemu saat kelas dua SMA. Aku, Putri, Kevin, Ken dan Adrian terbiasa bersama. Yang pada akhirnya, kami terbagi jadi dua grup, dikarenakan kepribadian dan hobby yang sama aja sih. Aku dan Si Kembar sementara Putri dengan Adrian. Tidak ada yang protes atau saling benci sebelumnya. Hanya saja kali ini aku dan si Kembar pergi ke Surabaya bersama. Aku mengantar mereka mengirim marmut lewat cargo dan mereka mengantarkanku ke toko buku, begitu rencananya. Aku fikir tidak masalah jika aku pergi tanpa harus bilang ke Putri dan Adrian. Karena mereka juga terbiasa, mereka juga bisa leluasa pergi kemana saja tanpa bilang aku atau si Kembar.

Sekarang apa yang mesti kuketik untuk membalas sms putri?.

Ken mengembalikan handphoneku. Aku menerimanya.

“Sudahlah, mungkin Putri dan Adrian marah karena kita pergi tanpa mereka. Makanya Putri sms kayak gitu. Udahlah, palingan marahnya mereka Cuma sesaat.” Ujar Ken mencoba mencairkan suasana.

“Lupakan dulu masalahmu. Hari ini ayo kita bersenang-senang.” Tambah Kevin

Iya benar.

Lupakan dulu masalahku. Hari ini aku akan bersenang-senang.

Kevin dan Ken membantuku berdiri karena sudah ada Damri. Aku kembali ceria begitu menaiki Damri dan melihat pemandangan. Tapi seketika itu juga, badmood melandaku. Rasanya pengen cepat pulang.

Kami tiba di toko buku yang ada disalah satu mall. Aku langsung membeli buku tanpa memilih lebih lama. Kami singgah sebentar di pom bensin untuk sholat Dhuhur dan Ashar di mushollanya. Setelah itu kami langsung mencegat bus dan pulang.

Ternyata tidak mudah mencari bus jurusan Mojokerto. Kami harus menunggu lama juga. Dan pada saatnya ketemu bus sudah penuh. Terpaksa kami harus berdesak-desakkan. Ken memegang tanganku erat-erat. Dan dengan sekali terobos kami sudah dapat tempat duduk untuk berdua. Aku duduk dengan Ken sementara aku tidak tahu Kevin ada dimana.

Saat kami pulang hari sudah senja. Langit berwarna jingga kemerah-merahan. Aku memandang Ken yang tengah mengantuk. Kepalanya hampir oleng beberapa kali. Aku tertawa kecil melihatnya. Bagiku Ken adalah tumbuhan Putri Malu.

Ia terlihat begitu berwarna dan ceria. Dia juga punya duri yang menyakitkan ketika menusuk kulit. Dan duri itu tidak hanya digunakan untuk melindungi dirinya. Tapi juga sahabatnya. Dia adalah sosok pelindung yang manis. Setidaknya itulah yang kurasakan.

Sementara Kevin adalah Awan. Awan yang begitu memukau dilangit. Dia tampak keren dan tegas. Tapi seperti Awan, Kevin itu misterius sekali. Terkadang mendung tapi juga terkadang terlihat begitu cerah.

Sedangkan Putri dan Adrian…

Entahlah, tiba-tiba yang terlintas di otakku adalah pasir putih dan bunga dandelion.

Dan Aku?

Benda apa yang cocok untukku?.

Besoknya di Sekolah.

“Aliya…!!!” Teriak seseorang begitu aku menginjakkan kaki di gerbang sekolah. Eh salah, dua orang. Dua orang yang sangat aku hafal suaranya.

“Apaan sih, Ken?, Kevin?.” Kesalku.

Kevin dan Ken langsung mengapit tanganku dan menggiringku ke halaman masjid.

“Ada apa sih?.” Tanyaku sekali lagi.

“Udah deh, ikut kita aja.” Kata Ken lalu mendudukkanku di teras masjid sekolah.

“Emangnya ada apa?.” Kejarku.

“Pokoknya jangan masuk kelas …” Ken keceplosan.

Aku memandangnya curiga, lalu beralih memandang Kevin. Kevin membuang pandangannya kearah gedung yang dalam proses pengerjaan.

Tanpa basa-basi aku langsung beranjak dari dudukku dan menuju kelas. Ken berusaha mencegahku namun dapat segera kutepis. Begitu menginjakkan kaki di tangga menuju kelas, feelingku sudah nggak enak. Dan ketika sudah mencapai puncak tangga, telingaku dapat dengan jelas mendengar suara yang juga sangat kukenal.

“Dasar wanita gampangan. Liat aja tuh kelakuannya, sok-sokan berlagak alim.

Tapi kelakuannya, sama aja kayak cewek jalanan.”

Cewek jalanan…

Dan suara itu…

“Perhatiin aja… masak anak cewek bisa-bisanya jalan sama dua cowok sekaligus. Apanya kalau bukan cewek gampangan.”

Cewek jalanan?.

Cewek Gampangan?.

Siapa?.

Dan suara itu…

Yah, itu adalah suara Adrian. Dan siapa wanita yang ia maksud…

Hampir saja aku mundur, tapi tangan Kevin menahanku. Setelah Kevin dan Ken berdebat singkat. Perdebatan yang tidak bisa kudengar. Lengan Kevin mengapitku dan membawaku masuk kedalam kelas. Ken mengikuti dibelakang.

Begitu pintu kelas dibuka, suara berisik sahut-menyahut menertawai dan mengejek kami. Terutama aku dan… Kevin?. Kenapa?. Apa masalahnya?.

“Sudah anggap saja kamu tuli. Nggak usah didengerin.” Bisik Kevin ditelingaku.

Tapi aku tidak tuli Kevin?.

Aku bisa mendengar semua ucapan mereka.

Tapi aku tidak bisa melawan.

Kevin mendudukkanku di bangkunya. Sementara Ken menyeret bangku yang biasa kutempati dan duduk disampingku. Wajahku tertunduk dengan sendirinya. Berusaha meredam ucapan-ucapan Adrian yang makin lama makin keterlaluan. Apa yang sebenarnya terjadi selama aku bolos sehari?.

“Alliya.. Risih deh, lihat kamu duduk diapit dua cowok kayak gitu…” Celetuk salah satu temanku. Biasa, komplotannya Adrian.

“Diem deh loe… Emangnya gue nggak risih apa liat muka loe…”

Baru saja aku mau buka mulut, tiba-tiba saja Kevin udah nyeletuk duluan. Aku belum pernah mendengar Kevin berkata sekasar ini.

“Ken, ajak Alliya keluar.” Bisik Kevin kepada Ken yang dapat kudengar dengan jelas.

Ken menarikku keluar kelas. Sebelum menuruni tangga, aku sempat mendengar Adrian berkata:

“Liat aja, bentar lagi pasti si Alliya itu hamil. Tau deh, sama si Kevin atau kembarannya.”

Setelah itu aku tidak dapat mendengar apa-apa lagi. Kecuali kata-kata kotor yang dikeluarkan Adrian.

Ken mendudukkanku di pinggir sungai yang ada di samping kiri sekolah. Tempat kami biasa bermain saat pelajaran kosong. Seperti sekarang. Ken berusaha menceritakan hal-hal yang indah. Tapi tidak satupun yang masuk ke otakku. Yang ada hanya kata-kata kasar dari Adrian.

Cewek jalanan.

Cewek Gampangan

Dan Hamil?.

Kenapa dia bisa berkata seperti itu. Dan, komplotannya juga tuh.

Adrian. Sebelum jadi teman kami berempat, dia memang sudah terkenal. Punya banyak teman dari berbagai kalangan. Jadi nggak heran, kalau ada masalah kayak gini, banyak teman yang membantunya. Nggak peduli dia benar atau salah.

Sementara Kevin..

Dengan sifatnya yang cuek dan angkuh itu… Dia susah banget dideketin. Lagipula dia juga biasa sendiri walaupun punya saudara kembar.

Yah, Kevin terbiasa sendiri.

Sendirian.

Oh. Astaga..!

Kevin sendirian dikelas bersama Adrian dan komplotannya?.

“All.. Feelingku nggak enak nih, aku cabut dulu ya?.” Ujar Ken kalang kabut.

Kayaknya Ken punya fikiran yang sama dengan aku.

“Aku ikut.”

“jangan. Kamu disini saja sama Putri.” Kata Ken dan langsung pergi.

Aku memandang Putri heran. Sejak kapan dia ada disini?. Putri duduk disampingku. Ia menarik kepalaku dibahunya. Sempat aku ingin menangis, namun dapat segera kukuasai diriku. Aku bangun kembali.

“Putri tolong jelaskan apa yang terjadi kemarin. Selama aku ke Surabaya?.” Ucapku.

Putri menggeleng pelan.

“Aku sudah bilang ke kamu kan kalau Adrian suka sama kamu?.”

Aku ingin membuka mulut, namun dengan segera Putri menambahi.

“Dan, Adrian tahu kalau kamu dan Kevin udah jadian.”

Oh… Aku mengerti.

“Aku bisa paham bagaimana perasaan Adrian. Dari kita berlima, dia saja yang nggak tau kalau kamu udah jadian sama Kevin. Dan begitu dia tau… Dia juga menyadari kalau dia suka sama kamu.”

Aku diam seketika.

“Lagian kamu juga terlalu asyik sama Kevin dan Ken tanpa sedikitpun peduli kalau kami juga sahabat kalian.” Tambah Putri

Mulutku membuka ingin protes. Tapi tidak ada sepatahkatapun yang mampu kuucap.

Sekarang aku harus bagaimana?. Sementara difikiranku saat ini hanya ada Kevin.

Kevin…

“Aku pergi dulu.” Ucapku begitu saja. Aku bergegas sebelum Putri sempat menahanku.

Sewaktu aku berlari hujan hanya rintik-rintik, namun begitu kaki ini menyentuh batas antara pintu keluar dan pintu masuk sekolah, hujan bagaikan air yang menggenang dan ditumpahkan dari langit. Benar-benar kuasa Allah. Sungguh dramatis sekali.

Dan aku muak melihatnya. Hujan. Walaupun hujan adalah rahmat tapi aku tidak suka melihatnya kali ini. Karena ini akan menghambatku mencari Kevin. Aku sudah berhasil mencapai masjid, tinggal sedikit lagi aku mencapai kelasku dan Kevin.

Tiba-tiba saja tangan seseorang menarik lenganku. Aku berontak, namun aku kalah. Tangan itu menarikku ke sisinya dan melepaskanku. Entah mengapa, aku menurut. Aku menurutinya dengan diam dan tidak berusaha lari. Karena dia. Dia yang menarikku dan membawaku kesisinya adalah Kevin. Kevinku.

Kevin mengeluarkan payung lipat dari tasnya dan memayungiku. Ia memegang tanganku dan menggegamkannya di pegangan payungnya. Hal itu terjadi begitu saja tanpa aku sempat berkedip.

“Ngapain sih ujan-ujan kayak gini?. Sok dramatis banget.” Ujarnya.

Aku memandang wajahnya yang masih sama dengan pertama kali aku bertemu dengannya di perpustakaan dulu. Hanya saja sedikit guratan kedewasaan tampak diwajahnya. Tapi bukan itu yang kucari.

“Biasa aja kali mandangnya?.” Ucap Kevin sambil menggerak-nggerakkan tangannya didepan mukaku.

“Apa?. Kamu kecewa, karena nggak ngelihat wajahku babak belur biru-biru kayak anak yang habis berantem?.” Imbuhnya sambil mengusap kepalaku.

“Kamu nggak habis berantem kan?.” Tanyaku.

“Tadinya.”

Aku memandangnya tak berkedip.

“Sudahlah. Putri lebih membutuhkanmu saat ini.”

“Kamu gimana? Aku anterin sampai gerbang ya?.”

“Sudah nggak usah.”

Kevin mengalungkan tasku dibahuku. Aku tersenyum memandangnya. Memandang bahunya yang makin menjauh ditengah-tengah hujan. Saat ada masalah gini, Kevin terlihat romantis sekali. Bukan berarti aku selalu ingin ditimpa masalah.

Mataku menatap sekelebat wajah Putri di antara payung-payung yang terbuka.

“Putri bareng yuk?.”

Iseng aku buka facebook. Dan jegreng… Di wall facebookku, status Kevin terletak dideretan paling atas. Aku tersenyum membacanya. Lalu aku comment di bawahnya.

“Dalem amat?.”

Kevin membalasnya dengan chatting.

“Itu untukmu Alliya.”

“Aku tau.”

“Perbaiki persahabatanmu dengan Putri dan Adrian. Kamu nggak mau kan liat wajahku jadi biru?.”

“Ya…ya…ya…”

“Tidak peduli Adrian atau siapapun yang salah. Kamu harus tetap minta maaf.” Chat terakhir Kevin.

What?.

Aku yang dikatain Cewek jalan, Cewek gampangan, Hamil duluan?

Trus aku juga yang harus minta maaf?.

Lagian Kevin mau digebugin anak sekelas, aku juga yang harus minta maaf?.

Teringat akan ucapan Putri saat pulang sekolah.

“Adrian kayak gitu ke kamu Alliya, itu cuman karena dia cemburu. Dia juga ingin diperhatiin kayak kamu memperhatikan Kevin. ”

Bo-Do.

Apa kayak gitu caranya mengungkapkan rasa cemburu?.

Mungkin tawuran aja sekalian. Eh, aku kog sadis ya?.

Teringat lagi akan ucapan Putri.

“Mau nggak mau kamu yang harus ngeakhiri ini semua. Kamu nggak mau kan, Adrian dan Kevin berantem gara-gara kamu?. Ingat Alliya, kita ini sahabat.”

Lalu ucapan Kevin.

“Tidak peduli Adrian atau siapapun yang salah. Kamu harus tetap minta maaf.”

Oh… Wow!

Begitu kerennya ya aku?. Bisa direbutin oleh dua cowok?. Aku mulai berfikir untuk ngelirik Ken. Dan aku sudah gila kalau sampai melakukan hal itu.

AaarrrggHHH… Udah ah!. Aku mau tidur.

Kututup laptopku begitu saja, tanpa kumatikan lebih dahulu.

Aku GALAU.

Berangkat sekolah dengan galau. Yah, akulah orangnya. Dan sialnya, pagi ini turun hujan. Untung aja, aku bawa payungya Kevin yang kemarin. Walaupun aku dan Kevin hari ini terpisah. Tapi aku dan payungnya akan selalu bersama. Ah… Norak!.

Kalau seandainya aku ketemu Kevin pas lagi kehujanan, aku akan menyanyikan petikan lagu Umbrellanya Rihanna yang..

“Now that it’s raining more than ever

Know that we still have each other

You can stand under my Umbrella”

Dan memayunginya dengan paying ini. Ah.. Norak.. Norak…!

Segera kutepis pikiran norakku barusan. Gila, galau juga bias bikin otakku konslet juga.

Entah karena tidak mujur, sial, atau tidak bejo aku ketemu sama si nyebelin? Adrian yang tengah berlindung di bawah pohon mangga dengan baju basah kuyup. Antara tega nggak tega. Antara Ikhlas dan dongkol aku nyamperin Adrian. Dan adegan romantis yang ingin kulakukan dengan Kevin kulakukan dengan Adrian. Menyebalkan.

Aku memayungkan separuh payungku ke kepala Adrian. Ia menatapku.

“You can stand under my Umbrella.”

Yah.. akhirnya kalimat itu yang dapat terucap oleh mulutku.

Tanpa memperhatikan arti kalimatku yang tadi. Entah itu stand-kek, move-kek aku dan Adrian berjalan bersama bernaungkan payung Kevin. Sungguh tragis.

“Alliya, maafin aku ya?.” Ucapnya

Maaf-maaf… Nggak usah ada UUD 1945 kali kalau semua bisa diselesein dengan kata maaf.

Aku cuma nyengir.

“Kemarin Kevin udah cerita panjang lebar ke aku. Aku juga udah lega dengan ngeluarin semua uneg-uneg yang ada di hatiku ke Kevin. ”

“Kapan?.” Tanyaku cepat.

“Saat kamu ditarik keluar sama Ken. Saat itu Kevin ngajak ngomong baik-baik. Walaupun caraku menerimanya kasar. Tapi well, Kevin adalah temen yang baik bagiku.”

Oh…jadi, saat aku ngira Kevin digebugin sama anak sekelas itu ya?. He..he.. jadi malu.

Aku tersenyum.

“Adrian. Kalau disuruh milih antara sahabat atau pacar kamu pilih yang mana?.” Tanyaku lirih. Tentu saja, Adrian nggak denger.

“Apa?”

“Nggak kog.”

Sebagai bentuk permintaan maaf kami kepada Putri dan Adrian, kami berlima bolang lagi

ke Surabaya dengan tujuan nggak jelas. Yah.. yang penting mereka seneng aja.. Disela-sela percakapan kami, aku berusaha mendekati Ken dan berbisik ditelinganya.

“Ken waktu aku galau di pinggir sungai itu, kamu kan ada feeling nggak enak tuh, trus kamu kemana?.”

“Jangan bilang siapa-siapa ya?.”

Aku mengangguk. Ken menempelkan mulutnya di telingaku.

“Aku ke WC kebelet pup.”

Hah???..

Udah deh, tawaku keluar dan nggak bisa ditahan. Sampai-sampai temen-temen ngira aku kesurupan. Bagai nyanyian pengundang hujan. Begitu aku tertawa hujan langsung tumpah dari langit. Teman-teman sibuk mencari tempat berlindung. Sementara aku dengan santainya mengeluarkan payung dari tasku dan menggaet tangan Kevin.

“Kevin tenang. Ada aku dan payungmu. Kita nggak akan kehujanan.”

Akhirnya moment yang kutunggu-tunggu. Aku bisa memayungi Kevin!. Namun begitu aku meletakkan payung di atas kepala Kevin tiba-tiba saja teman-temanku pada ikut nimbrung. Sialan.

“Ndag mau, ini payungku dan Kevin saja.” Teriakku.

“When the sun shines We’ll shine together

Told you I’ll be here forever

Said I’ll always be your friend

Took an oath

I’mma stick it out ’till the end

Now that it’s raining more than ever

Know that we still have each other

You can stand under my Umbrella”

Jika kau tanya padaku diantara sahabat atau pacar aku pilih yang mana. Aku akan menjawab dengan statusnya Kevin.

“Didalam persahabatan selalu ada cinta. Karena cinta itu adalah persahabatan. Dan persahabatan adalah cinta. Tinggal bagaimana kita memanage cinta itu. Kalau bisa aku akan merangkul keduanya.”

Cerpen yang berjudul "You And My Umbrella" merupakan sebuah cerita pendek karangan dari seorang penulis yang bernama Nur Cholifah. Kamu dapat mengikuti facebook penulis di akun: www.facebook.com/Iefhamoea

Posting Komentar untuk "Cerpen Cinta - You And My Umbrella | Nur Cholifah"