Cerpen Cinta - Cinta Dan Gengsi | Triyana Aidayanthi
Siang hari yang sedikit panas di Pasar
Badung, Denpasar..
Sebuah mobil jazz silver metalic
memasuki area parkir. Seorang ibu keluar dari mobil sambil membawa tas
belanjaan.
“Arka, ayo ikut!” pinta ibu itu kepada
seorang anak muda di dalam mobil itu. Namun yang dipanggil tak kunjung keluar.
“Enggak, Buk. Males. Panas.”
“Kalo minta duit gak ngitung males sama
panas, ya.”
“Mmm.. ada temenku yang jualan di sini,
Buk. Malu nanti aku diledek.”
“Kamu ini..”
“Jangan lama-lama ya, Buk. Aku ada acara
sama temen.”
Ibu itu memasuki area pasar, berbaur
dengan pembeli-pembeli lainnya. Pasar tidak begitu ramai, tapi ia sengaja
berlama-lama di sana. Memancing anaknya menyambanginya di sana. Benar saja,
satu jam kemudian, pemuda itu keluar dari mobilnya dengan headset menyumpel
kedua telinganya.
“Gue udah telat nih ke acara temen.”
Celetuknya. “Masuk aja. Siapa tau ketemu cewek cantik.” Eeeaaaa…
Pemuda itu melintasi satu per satu
pedangang di sana. Hanya lewat saja. Lalu ia memutuskan pergi ke Pasar Seni
Kumbasari yang berada di seberang Pasar Badung. Ia melangkah tanpa menghiraukan
jalan becek yang mengotori sepatu merk Ripcurlnya itu. Ia langsung menuju
lantai dua. Melintasi toko baju, aksesoris, oleh-oleh, art shop, dll.
“Lho, Arka?” sapa seorang ibu yang
tengah memilih-milih souvenir. “Nganter Mamanya belanja, ya?”
“Ii.. ya.. a tante, tante beli apa?”
“Hadiah ulang tahun untuk Yumas.”
Katanya sambil tersenyum.
“Bantuin tante milih, yuk!” pintanya
sambil menarik tangan pemuda itu masuk ke dalam toko.
Arka yang terbiasa dengan suasana distro
pun kebingungan diminta memilihkan pernak-pernik wanita. Berkali-kali
pilihannya ditolak mentah-mentah.
“Kalo yang ini gimana tante? Scrap book.
Tante kan pernah cerita ke aku kalo Yumas suka bikin prakarya.”
“Hmm.. boleh juga. Ini baru satu.”
“Mau ngasi hadiah berapa banyak tante?”
“Yang banyak pokoknya.” Katanya sambil
tertawa. Lalu mereka masuk ke toko-toko lainnya. Sebentar saja tas-tas
belanjaan memenuhi kedua tangan mereka.
Ampun deh. Ibu-ibu kalo udah belanja…
hiih, serem. Batin Arka.
“Tante, pulang bareng aku sama Ibuk,
ya?”
“Gak usah, nanti ngerepotin kamu.”
“Enggak kok, tante, sekalian numpang
minum kopi, hehehhe.”
Lalu beberapa saat kemudian, datanglah
seorang ibu lagi dengan tas belanjaan yang tak kalah banyaknya. Arka bengong.
“Lho, ada besan.” Lalu kedua ibu itu
cipika-cipiki. Kemudian mereka berbincang ngalor ngidul, membuat suasana dalam
mobil lebih ramai dari pasar. Bagi Arka tentunya.
“Cepat sekali sampainya, ya, Jeng.
Padahal masih banyak yang harus kita perbincangkan.”
“Kita bicarakan di dalam aja, Jeng. Biar
lebih leluasa.”
Emang dasar ya, ibuk-ibuk. Batin Arka.
Mereka bertiga memasuki rumah megah itu. Di ruang tamu sedang duduk seseorang
dengan seabreg prakarya di atas meja. Saat menyadari kedatangan tamu,
“Mama kok gak bilang-bilang mau ngajak
tamu.” Keluhnya.
“Yumas, lagi apa?” tanya seorang ibu
dengan lembutnya. Bikin Arka geram. Tak pernah ia dengar ibunya lembut seperti
ini. Biasanya…. ya gitu deh. Lalu ia menghempaskan tubuhnya ke sofa.
“Tante… seperti janji kita.” Ibunya
mecubit lengan Arka. “Aduh, Buk, sakit!”
“Kamu ini.. gak sopan sekali.” Bisik
ibunya.
“Gak apa-apa, Jeng. Anak muda.”
“Maaf, ya, Jeng.”
“Tuh, Ibuk denger kan? Yang punya rumah
aja gak keberatan.”
Yumas tak menyangka ia akan bertemu
dengan makhluk menyebalkan itu. Arka adalah musuh lamanya sejak kecil. Arka
kecil si raja usil selalu mengerjai Yumas kecil yang lugu. Mengingat itu
membuat Yumas ingin membalas semua perbuatan Arka. Ia campurkan bubuk cabai ke
dalam kopi untuk Arka.
“Silahkan menikmati, raja usil!
Hahahaha…”
Tak lama ia sudah berada di ruang tamu
dengan nampan berisi tiga cangkir kopi. Dengan senyum sinisnya, Arka meneguk
kopi itu. Apa yang terjadi?
“AAAAA….” teriaknya. Arka memuntahkan
kopi itu sambil mengipas-ngipas mulutnya yang kepanasan dan kepedesan.
“Kenapa, Arka?” kedua ibu-ibu itu
paniknya bukan main. Sedangkan Yumas tertawa sejadi-jadinya di belakang.
“Panas, tante, ibuk… panas, panas!!”
teriaknya seperti orang kesurupan.
Itu hanya salah satu pembalasan Yumas
terhadap Arka. Yumas kini bukanlah lagi Yumas yang dulu; yang lugu dan lemah.
Kini ia akan membalas semua perlakuan Arka terhadapnya semasa kecil, SD, dan
SMP. Namun keinginannya tak semulus kulit bintang-bintang Hollywood. Kini ada
pasukan yang membela raja usil itu. Mamanya, teman-teman Arka, dan Misca,
seorang murid pindahan dari Surabaya yang kini dekat dengan Arka. Ia
memperlihatkan kesan tidak suka terhadap Yumas saat pertama bertemu di sekolah.
“Kamu bisa pindah duduk di sebelah sana,
kan?”
Apa-apaan anak baru ini. Main rampas
tempat duduk dan main printah-printah aku! Batin Yumas.
“Anak baru, ya? Pantesan gak tau etika!”
katanya kesal. Lalu Yumas mengambil tasnya dan duduk di bangku paling belakang
dekat jendela.
Dari sanalah perseteruan antara Yumas
dan Misca dimulai.
“Arka, bisa antar aku ke perpustakaan,
gak? Aku gak tau dimana tempatnya.” kata Misca saat jam istirahat, saat Arka
sedang berkumpul bersama genknya.
“Dari sini kamu lurus aja, trus belok
kiri di Aula, sampai deh.” Balasnya.
Melihat hal itu, Yumas menertawai si
resek itu dari kejauhan. Kemudian ia mempersiapkan jebakan untuk Misca. Ia
meletakkan kulit pisang di pintu masuk perpustakaan, lalu ia menutupnya dengan
kertas.
“Hahaha.. rasakan ini!”
Kebetulan perpustakaan sedang sepi saat
itu. Bisa dikatakan, Misca satu-satunya orang yang akan masuk ke sana. Memang
perhitungan yang matang. Namun Tuhan tentu mengagalkan niat Yumas itu. Saat ia
berlari ke tempat persembunyiannya, ia menginjak tali sepatunya. Ia jatuh
tersungkur di tanah. Kedua lututnya terluka.
“Aduuhh!!” teriaknya.
“Kamu gak apa-apa kan, Yum?” kata
seorang cowok menghampirinya. Lalu ia membantu Yumas bangun. “Lutut kamu
berdarah, nih! Kita ke UKS, yuk!” ajaknya.
“Enggak! Makasih! Aku bisa ke sana
sendiri.” Balas Yumas sambil berusaha bangun. Namun lututnya masih sangat
sakit, ia hampir saja jatuh lagi, tapi cowok itu dengan cepat memegang lengan
Yumas. Menaikannya ke atas bahunya. Lalu memapahnya ke UKS.
“Arka, lepasin!” pinta Yumas. Namun Arka
tetap tak melepasnya.
“Ini sebagai balasan keusilan kamu sama
aku.”
“Gak salah? Harusnya kamu biarin aku
jatuh tadi!”
“Enggak, kok. Saat seseorang melempar
batu ke arah kita, kita balas dengan melempar bunga ke arahnya.” Katanya sambil
tersenyum. Lalu ia mengambil obat di kotak P3K, dengan cekatan ia mengobati
luka di lutut Yumas.
“Yumas, makasih ya..” tiba-tiba
kata-kata itu terlontar dari bibir seorang Arka yang membuat cewek di depannya
itu heran. “Makasih, kamu sudah merubah aku.” Sambungnya.
Apa aku tidak salah dengar? Apa yang
telah kurubah darinya? Dia tidak semakin ganteng! Dia tidak berubah wujud
menjadi kera, unggas, atau reptil! Yumas bertanya-tanya dalam hati.
“Aku tak tau apa yang telah kurubah dari
kamu. Tapi aku ingin meminta maaf atas segala hal menjengkelkan yang kulakukan
sama kamu!” kata Yumas.
“Aku juga minta maaf. Ini tak akan
terjadi kalau aku tak membawa Misca..”
“Jangan bawa-bawa nama itu!” potong
Yumas dengan kesal.
“Aku dengan jelas merasakan kecemburuan
itu dari kata-katamu barusan.”
“Sembarangan!” balas Yumas.
Peristiwa hari itu adalah kenangan
mengesankan bagi mereka berdua. Segalanya berubah dalam sekejap. Kini di
hadapan lilin-lilin itu Yumas berdoa..
“Tuhan, semoga setelah Yumas meniup
lilin ini, Tuhan bisa menghapus segala gengsi yang ada di hatiku. Aku sangat
menyayanginya!” kemudian ia meniup lilin-lilin itu bergantian. Semua undangan
lalu bertepuk tangan dan acara ulang tahun Yumas semakin meriah. Potongan kue
pertama ia berikan untuk mama tercintanya.
“Mama.. makasih, kadonya banyak banget.”
Kata Yumas sambil memeluk mamanya itu.
“Ini belum seberapa, sayang, masih ada
satu lagi.” Balas mamanya sambil tertawa kecil.
“Apa ya? Aku jadi penasaran, nih.”
Potongan kue terakhir itu kini ia bawa
menuju sebuah bangku dekat kolam. Di sana duduk seorang cowok yang tengah
menantinya.
“Happy birthday, sayang..” kata cowok
itu lembut.
“Makasih, sayang.. aku pikir kue buatan
ibumu tidak akan sampai ke tanganmu.” Yumas tertawa kecil. “Ini untukmu..” ia
memberikan kue itu kepada cowok di hadapannya.
“Kuenya enak sekali. Apa karena di
sampingku kini tengah duduk seorang cewek cantik?”
“Aaa.. Arkaaa, kamu ini…”
Dengan hati-hati ia menempel foto-foto
dirinya bersama Arka di atas scrap book hadiah ulang tahun dari Arka. Lalu ia
menempel hiasan-hiasan lainnya di sana. Scrap book itu kini ia letakkan di
samping prakarya-prakarya buatannya.
Cerpen yang berjudul "Cinta Dan Gengsi" merupakan sebuah cerita pendek kehidupan karangan dari seorang penulis yang bernama Triyana Aidayanthi. Kamu dapat mengikuti twitter penulis di akun @_triyanaa.
Posting Komentar untuk "Cerpen Cinta - Cinta Dan Gengsi | Triyana Aidayanthi"