Cerpen Cinta - Kenyataan Buat Tarin | Murni Oktarina
Kenyataan Buat Tarin - Murni Oktarina
“Sudah lama menungguku?“ tanyaku yang baru saja sampai di halte tempat bus yang akan membawa aku dan Dika ke kampus.
“Tidak kok, Tarin. Ayo naik, tuh bisnya
sudah hampir penuh.” jawab Dika dengan senyuman.
Kami duduk di kursi paling depan yang
masih kosong. Dika adalah teman sahabatku yang beberapa hari lalu kami bertemu
di salah satu warnet dekat rumahku. Sari mengenalkan Dika padaku. Ternyata aku
dan Dika satu kelas. Dari sanalah aku bisa langsung akrab dan mulai menjalin
persahabatan. Meskipun baru bersahabat, aku dan Dika sudah seperti sahabat yang
telah lama saling mengenal. Setiap hari kami pergi dan pulang kuliah
bersama-sama. Belajar dan mengerjakan tugas juga bersama. Sampai-sampai ada
teman kami yang menyangka kalau kami pacaran. Padahal itu salah besar. Dika
baik dan perhatian denganku hanya sebatas sahabat dan aku pun begitu.
“Rin, pulang nanti aku tunggu di tempat
biasa ya!” kata Dika kepadaku setelah bus sudah sampai di kampus.
“Oke, Ka.” jawabku singkat dengan
anggukan kepala.
Sesampainya di depan pintu ruang kuliah,
Dika langsung masuk dan aku masih tetap di depan karena dari kejauhan kulihat
sahabatku Mimi melambaikan tangan.
“Ehem…ehem… Tetap kompak ya dengan
sahabat spesial, hehe….” cerocos Mimi sambil mengedipkan sebelah matanya.
Pasti tadi dia melihat aku dengan Dika,
“Eh… Apaan sih maksudnya, Mi?” tanyaku pura-pura tidak mengerti.
“Sudah ah, tidak penting. Ayo kita
segera masuk!” jawab Mimi yang langsung menyeret tanganku.
Aku baru saja keluar dari ruang kuliah.
Kulihat jam di handphone pukul 3 sore. Hari ini memang ada mata kuliah umum
sampai sore.
“Dika nunggu di mana, Rin?” tanya Sari.
“Di musholla, kita langsung kesana saja
sekalian shalat ashar, Sari!” jawabku.
Aku dan Dika beda hari untuk mata kuliah
umum. Namun, dia tetap mau menunggu diriku untuk pulang bersama. Dika memang
sahabat yang baik.
Drrt… Handphone-ku bergetar, ada pesan
masuk dari Dika.
‘Rin… udh shltnya? Aku tnggu di bwah
ya…’
Langsung kuketik kalimat balasan.
‘Udh kok Ka, Tnggu ya…’
Aku melambaikan tangan pada Sari dari
jendela bus. Sari tidak pulang bersama karena memang tempat tinggalnya tidak
satu arah dengan aku dan Dika.
Beberapa hari ini aku merasakan sesuatu
hal yang cukup aneh. Perasaan yang selalu ingin dekat dengan Dika, selalu ingin
SMS dan telpon dia. Bahkan aku ingin ia selalu menungguku pulang kuliah. Aku
tidak mau kehilangan dia. Saat aku jelaskan ke Dika, ternyata dia juga
mempunyai perasaan yang sama denganku. Maka dari itu, kami menjadi makin dekat.
Persahabatan kami sangat indah dan aku bahagia memiliki sahabat sebaik Dika.
Tidak kalah baiknya dengan Sari dan Mimi sahabatku.
Setiap hari banyak cerita yang kami
bicarakan, mulai dari mata kuliah sampai hal pribadi. Dika pernah menceritakan
kalau saat ini dia punya pacar tapi mereka berjauhan. Pacarnya tinggal di kota
lain. Aku khawatir suatu saat pacarnya Dika tahu kalau kami sangat dekat walau
dekatnya kami hanya sebatas sahabat, Namun kekhawatiranku sirna saat Dika
bilang kalau pacarnya tidak keberatan jika dirinya dekat denganku.
“Dia tidak marah kok Rin, dia mengerti
kalau kita hanya sahabat saja.” ujar Dika serius.
“Syukur kalau begitu,” balasku dengan
tersenyum.
“Kamu juga harus cari pacar dong Tarin!
Biar kapan-kapan kita bisa saling mengenalkan pasangan masing-masing.” kata
Dika sambil mengacak rambutku.
“Aku tidak mau punya pacar, kan sudah
ada kamu, Ka.” candaku sambil membalas mengacak rambutnya juga dan aku langsung
berlari menjauh.
“Tunggu dong, Tarin…!” teriak Dika.
‘Aq mnyesal shbtn dgn kmu Rin, gak da
trma ksh.’
Pesan singkat dari Dika satu menit yang
lalu sangat meresahkan hatiku. Aku tidak menyangka dia akan bilang begitu.
Padahal penyebabnya sangat sepele, Dika marah saat dia ketemu diriku yang
sedang jalan dengan teman laki-laki. Sebenarnya aku pergi ramai-ramai dengan
teman-teman SMA dulu. Namun kebetulan saat Dika melihatku, aku lagi ngobrol
berdua dan akhirnya Dika jadi salah paham.
“Enak ya bisa jalan dengan cowok dan
ganti ganti terus. Setelah aku dan cowok tadi siapa lagi yang akan jalan dengan
kamu?” kata Dika dengan wajah dingin.
“Kamu kenapa sih ngomong ngelantur
begini, Ka? Jaga omongan kamu!” balasku dengan emosi.
Dika langsung pergi begitu saja
meninggalkanku yang kebingungan tanpa tahu harus berbuat apa.
Aku kesal dan sedih dengan perkataan
Dika beberapa jam yang lalu. Sampai saat ini percakapan kami di jalan tadi
terngiang-ngiang di telingaku. Aku berpikir lebih baik kukirimkan SMS untuk
meminta maaf pada Dika karena aku tidak mau persahabatan kami hancur gara-gara
hal yang kurang jelas seperti ini. Namun aku sangat tak menyangka Dika akan
membalas SMS-ku seperti tadi.
Sudah dua minggu aku dan Dika tidak
bertegur sapa, dia marah sekali denganku. Aku bingung dan menuruti saja
keinginannya untuk tidak saling teguran. Teman-teman yang lain terheran-heran
melihatku dan Dika seperti ini,
Seusai kuliah, aku, Nata dan Mimi
langsung menuju ke kantin dan memesan minuman. Cuaca siang ini sangat terik
sehingga membuat kami kehausan.. Di kantin, kami bertemu dengan Sari dan
mengajaknya untuk duduk di satu tempat. Aku tercengang karena dengan tiba-tiba
Dika telah duduk di sampingku.
“Rin, aku minta maaf ya atas kejadian
kemarin-kemarin. Kita baikan dan sahabatan lagi ya. Kamu mau kan?” kata Dika
lembut sambil menatapku.
Sungguh aku tidak percaya degan sikap
Dika yang tiba-tiba jadi begini. Dika yang kemarin begitu emosian dan marah eh
malah sekarang minta maaf duluan.
“Iya Dika. Aku juga minta maaf ya.”
balasku yang masih bingung, Namun aku bahagia.
“Cie…cie… Sudah baikan nih. Ayo traktir
kami dong, Ka!” ujar Nata seraya mengerlingkan mata dan dibalas Dika dengan
wajah cemberut.
“Hahaha…” aku, Sari dan Mimi tertawa.
Ujian semester sudah selesai. Aku dan
teman-teman satu organisasi mengadakan liburan ke luar kota. Kami sangat
menikmati liburan kali ini, apalagi Mimi dan Sari juga ikut, jadi tambah seru
bisa pergi bersama sahabat dekatku. Satu minggu lamanya kami berada disana.
Bukan hanya liburan namun kami juga mendapat banyak pengetahuan dan ilmu baru.
Selain itu kami juga bisa lebih mengenal dan lebih dekat dengan teman-teman
yang lain juga kakak tingkat yang sebelumnya dikenal cuek dan mau marah-marah
saja ternyata mereka sangat baik dan bersahabat.
Satu kenangan yang membuat diriku
bertambah bahagia adalah saat liburan, aku menjadi dekat dengan seorang cowok
yang selama ini belum terlalu mengenalnya. Kami hanya bertemu jika ada rapat
atau acara di organisasi saja. Namun entah kenapa liburan ini menjadikan kami
begitu dekat dan akhirnya saat pulang dari liburan dia menyatakan cinta. Aku
terima saja karena memang aku juga menyukainya. Raka adalah cowok pertama yang
berhasil mencuri hatiku dan sekaligus pacar pertamaku. Akhirnya dengan dialah
aku berani untuk pacaran. Tiga sahabatku, Sari, Mimi dan Nata pun sudah setuju
dengan hubungan kami
Satu lagi sahabatku yang belum tahu
kalau sekarang diriku sudah memiliki pacar. Dika, pasti dia akan terkejut
karena aku belum cerita ke dia. Namun yang pasti dia juga akan turut bahagia
karena dari dulu dia yang paling cerewet menyuruhku untuk mempunyai pacar.
“Ka, kamu setuju kan?” tanyaku dengan
wajah ceria setelah panjang lebar kuceritakan tentang bagaimana aku bisa jadian
dengan Raka.
“Terserah Rin.” jawab Dika singkat dan
seperti tidak bersemangat. Padahal aku sudah semangat 45 menceritakan semuanya
pada Dika.
“Ya sudah. Tapi kok kenapa kamu seperti
lagi tak semangat, Dika?” tanyaku lagi.
“Tarin, aku pulang dulu ya. Sudah ada
janji dengan temanku.” kata Dika tanpa menjawab pertanyaanku tadi. Dia langsung
beranjak keluar. Aku jadi terheran-heran dengan sikap dia yang tak seperti
biasanya. Dasar Dika suka aneh-aneh dan sering buat bingung.
Dika berubah 180 derajat. Tiba-tiba dia
memutuskan persahabatannya denganku.
“Sekarang kamu sudah punya pacar Rin.
Aku tidak mau nanti timbul salah paham kalau aku tetap dekat dan bersahabat
denganmu. Kita jadi teman biasa saja ya mulai sekarang!”
Aku teringat kata-kata Dika kemarin. Aku
mengerti dengan alasannya tapi apakah persahabatan harus putus? Tanyaku heran
di dalam hati.
Ah… Masa bodoh deh. Jangan terlalu
dipikirin, Dika memang selalu buat aku bingung. Lagian sahabatku bukan hanya
dia. Sekarang aku sudah punya orang yang akan menggantikan untuk memberikan
perhatian khusus ke aku, Raka.
Matahari sudah menyelinap dibalik awan.
Mungkin sudah kelelahan menyinari seluruh bumi. Oleh karena itu, cuaca siang
ini tidak panas seperti biasanya. Sepertinya sebentar lagi matahari akan
benar-benar menghilang dan digantikan awan hitam yang sudah siap untuk
menurunkan hujan ke bumi.
“Tarin, pulang yuk! Sepertinya mau hujan
deras.” kata Raka yang tiba-tiba sudah ada di depanku dengan senyumannya yang
paling kusukai.
“Mimi, Sari, aku duluan ya!” kataku
pamit pada kedua sahabatku yang sedari tadi menemaniku menunggu Raka di depan
ruangan kuliah.
“Tarin, hati-hati pulang dengan Raka ya,
nanti diculiknya loh. Hahaha…” seru Sari bercanda
“Jaga Tarin baik-baik ya Raka, awas
kalau sampai sahabat kami kenapa-kenapa!” sambung Mimi dengan kerlingan mata
jenaka.
“Iya iya! Tenang saja kalian semua. Aku
siap menjaga putri Tarin.” balas Raka sambil memandangku. Aku hanya tertawa
melihat tingkah mereka.
Kami langsung menuju terminal kampus.
Raka memegang tanganku setelah kami berada di dalam bus untuk pulang. Raka
terus memandangiku.
“Kenapa?” tanyaku heran
“Aku sayang kamu, Tarin.” jawab Raka
serius sambil tersenyum.
Aku amat menyukai senyuman Raka. Manis
dan membuatku terus mengingatnya. Mungkin senyuman Rakalah yang membuat diriku
bisa menerimanya untuk jadi pacarku.
“Aku juga Raka.” kataku menanggapi
pernyataan Raka sambil membalas senyumannya.
Satu bulan kemudian, hubunganku dengan
Raka berakhir. Mungkin sudah takdirnya kalau kisahku dengan Raka akan berakhir
sesingkat ini sama halnya dengan kedekatanku pada Dika dulu. Raka mengakhiri
hubungan kami dengan alasan kalau sikap aku ke dia seperti tidak mencintai dan
menyayangi dia. Aku bingung, hal yang sangat aneh untuk dijadikan sebagai
alasan. Tapi aku hanya pasrah. Pasti ini jalan terbaik yang diberikan Allah
untukku.
“Sabar ya, Rin! Walau kamu sudah
kehilangan Raka, kan masih ada kami bertiga. yang akan selalu ada untuk kamu
Tarin.” hibur Mimi yang diiyakan Sari dan Nata saat aku curhat dengan mereka.
“Terima kasih sahabatku.” balasku ke
mereka dan kami berempat saling berpelukan.
Kupandangi langit malam ini. Bulan tidak
terlihat namun bintang begitu banyak bertebaran di atas langit malam yang agak
gelap. Bintang-bintang membuat langit sedikit terang dan menjadikannya sangat
indah, seolah menari-nari dan tersenyum kepadaku.
Mulai besok aku akan menjalani hari-hari
kuliahku sama seperti pertama kali diriku masuk kuliah. Tanpa seorang sahabat
seperti Dika dan tanpa seorang pacar seperti Raka. Biarlah mereka berdua jauh
dari hidupku dan hanya menjadi kenangan indah yang sempat mewarnai hariku.
Besok dan hari-hari selanjutnya akan kujalani hidupku bersama ketiga sahabatku
yang benar-benar setia, baik dalam suka maupun duka. Aku harus tegar dan harus
percaya bahwa kenyataan ini merupakan anugerah buatku. Suatu saat cinta sejati
itu pasti akan datang, namun belum untuk saat ini.
“Aku berjumpa dengan Dika dan sekarang
aku sudah tidak dekat lagi dengannya. Satu bulan yang lalu Raka hadir di
hidupku dan hatiku. Akan tetapi kemarin dia sudah berlalu meninggalkanku.
Cukuplah aku kehilangan mereka berdua ya Allah… Namun jangan kau pisahkan aku
dari sahabatku, Sari, Mimi dan Nata. Aamiin…” doaku dalam hati.
Kenyataan yang sebenarnya tidak kita
harapkan sangatlah pahit rasanya. Namun bagaimanapun kenyataan pahit tersebut
harus kita hadapi, karena di penghujung akhir kenyataan itu akan ada anugerah
terindah buat kita yang mau bersabar.
Cerpen yang berjudul "Kenyataan Buat Tarin" ini merupakan sebuah karangan dari seorang penulis yang bernama Murni Oktarina. Kamu dapat mengikuti penulis melalui blognya di link berikut: www.murnioktarina.com.
Posting Komentar untuk "Cerpen Cinta - Kenyataan Buat Tarin | Murni Oktarina"