Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cerpen Romantis - Smile Like An Ice Cream | Rinsabluesky

cerpen romantis
Smile Like an Ice Cream

KakaKiky - Sentuhan hangat mentari di taman bermain, membuat senyuman di wajah pemuda yang semangat menjajakan es krim pada malaikat-malaikat kecil yang ramai memesan es krim bentuk kesukaan mereka. “Kakak, aku mau es krim Hello Kitty ini,” ucap gadis cilik membenamkan wajahnya dalam etalase melihat es krim beraneka macam bentuk boneka dengan mata berbinar-binar.

Ryo tersenyum seraya mengambil es krim dan menyodorkan kepada gadis cilik yang bertepuk tangan senang menyambut es krimnya. Gadis cilik merogoh saku roknya dan menyodorkan pecahan uang ratusan ribu. “Harganya hanya sepuluh ribu. Apakah Nona kecil mempunyai uang pas?”. Gadis cilik tampak kebingungan dengan penolakan lembut Ryo. Dia mengacak-acak semua saku roknya dengan raut wajah kecewa. Mata bulatnya menatap Ryo, menggeleng pelan.

Gadis cilik itu menundukkan kepala sedih. Tidak ada uang untuk membayar, itu artinya dia tidak bisa mendapatkan es krim kesukaannya. Matanya berkaca-kaca. Ryo tak tega melihatnya. “Hari ini langit cerah, kamu tidak boleh bersedih. Karena kamu sangat suka Hello Kitty ini, kakak berikan es krim ini sebagai hadiah untukmu,” ucap Ryo membuat gadis cilik tersenyum mengembang.

“Terima kasih, Kak,” gadis itu melompat kegirangan. “Siapa namamu?” Ryo mengusap puncak kepala gadis cilik lembut. “Adela,” jawab Adela singkat. “Panggil kakak, Kak Ryo. Sekarang tersenyumlah!”. Adela tersenyum lima jari dengan polosnya. Dalam benaknya, gadis cilik itu mengingatkan dirinya ketika dia masih disekolahkan di taman kanak-kanak ini juga.

Sekitar sepuluh tahun lalu, entah mengapa, dia merasa takut melihat perempuan menangis. Seolah dunia akan berguncang seperti yang pernah ia lihat dalam film anime tontonannya. Bola matanya beralih menatap gadis di samping Adela yang telah lama terdiam menyaksikan perkenalan singkat dia dengan gadis cilik itu.

“Apa kau mau beli es krim juga?” Ryo melihat sorot bingung dari gadis itu. “Aku mau satu es krim manusia salju”. “Hah?” Ryo mengeryitkan kening.

Es krim manusia salju sudah lama sekali tidak dijual karena ayahnya yang ahli membuat sudah tiada. Dan es krim itu sempat terkenal ketika dia masih berada di taman kanak-kanak. Sudah berapa tahun berlalu

“Maaf, es krimnya…” belum sempat Ryo meneruskan kalimatnya, gadis itu segera menepis, “Kalau begitu tidak usah,” ucapnya seraya melenggang pergi menggendong anjingnya. Gadis itu menggeleng cepat, “Pasti bukan dia,” ucapnya berbicara dengan anjingnya. Anjing di pelukannya hanya menggongong lembut.

Itulah awal dimana Ryo sering melihat gadis itu mengunjungi taman tersebut. Selama ini, tak ada hal istimewa yang dilakukan gadis itu selain datang, duduk, diam di ayunan sambil melihat jam tangan dan mengawasi anjingnya. Yah, hanya itu. Tetapi sesuatu yang membuat Ryo penasaran dengannya yakni kebiasaan gadis itu melirik jam tangan dengan raut wajah cemas kemudian melihat ke arah dirinya. Ia merasa tengah diawasi selama ini. Apa yang sebenarnya dia cari?

Hati Ryo bergemuruh mengingatkan perasaan terpendam sepuluh tahun lalu. Bahkan dia sudah lupa bagaimana rasanya. Dan sekarang dia mendapatkan perasaan yang sempat hilang itu. Tidak mungkin gadis itu, batin Ryo. Ini sudah sangat lama semenjak tak ada koneksi di antara keduanya. Semuanya sudah hilang ditelan waktu dan hanya menjadi file kenangan dalam otak. Seandainya gadis itu, benar gadis itu, Ryo tidak tahu apa yang akan dia sampaikan.

Sepuluh tahun lalu….

“Hei, kamu kenapa menangis?” tanya Ryo dengan hati-hati mendekati gadis yang tertunduk mendekap kedua kakinya sambil menangis keras. Air matanya tak mau berhenti mengalir seiring dengan suara tangisnya yang pecah. “Hei, jangan menangis. Aduh, bagaimana ini? Hmm.. Lyo (Ryo) halus (harus) bagaimana?” Ryo berjalan mondar-mandir sambil berceloteh tak jelas.

“Ryo, apa yang kamu lakukan? Kenapa gadis itu menangis?” teriak ayah dari kejauhan tengah menjaga gerobak es krim. Ryo berlari menghampiri ayahnya. “Kamu membuatnya menangis?” tanya ayah Ryo. “Lyo (Ryo) tidak tahu,” bocah itu menggeleng cepat. Kemudian ayah mengambil sebuah es krim berbentuk manusia salju dan menyerahkannya pada Ryo. “Berikan ini padanya. Pergilah!”. Meski sedikit tidak mengerti maksud perkataan ayahnya, Ryo berangkat, berlari menghampiri gadis itu.

Gadis itu masih bersikeras menangis, bahkan tangisannya makin pecah. Sungguh Ryo ingin kabur sambil menutup telinganya. Seolah dunia akan berguncang dan terjadi gempa. “Hei, Lyo (Ryo) tidak tahu kamu kenapa, tetapi telimalah (terimalah) ini dan belhentilah (berhentilah) menangis!” ucap bocah itu seraya menyodorkan es krim kepada gadis itu. “Makanlah!” Ryo menyodorkan es krim hingga mengenai pipi gadis cilik itu dan sontak gadis itu pun tersentak kaget. Dia memandang es krim itu dan beralih menatap Ryo yang sudah tidak sabar ingin beranjak pergi.

Tangisnya pun kini sudah mereda. Ia diam sambil menkmati es krim pemberian Ryo. Namun, entah mengapa bocah itu masih berada di sana dan duduk bersama. “Kamu kenapa menangis? Ibumu malah sama kamu? Atau kamu dijahilin sama teman kamu?” tanya Ryo. Gadis itu menggeleng pelan sambil menikmati es krim yang mencair di mulut. “Lucky mati,” ucapnya singkat. Kemudian dia berhenti menyesap es krimnya dan kembali merenung mengingat anjingnya. “Siapa Lucky?” tanya Ryo. “Anjing kesaynganku”. Tak lama gadis itu bangkit dan melangkah pergi. “Terima kasih untuk es krimnya. Aku suka,” ucapnya kemudian berlari meninggalkan Ryo yang tidak diberi kesempatan mengetahui nama gadis itu dan wajahnya. Dia membelakangi dirinya.

Ryo memberikan es krim kepada gadis cilik yang menangis karena ulah jahil teman laki-lakinya. Gadis cilik melambaikan tangan senang. Hari ini cukup cerah. Kebetulan ini hari libur banyak anak-anak yang bermain ke taman bermain sehingga tidak membutuhkan waktu lama untuk menghabiskan es krimnya.

Ryo menyipitkan matanya menangkap objek di tengah taman tersebut. Ketika gadis itu terdiam memandangi hamparan rumput dan anjingnya, dia tak lebih hanya seorang gadis yang menyembunyikan sisi perempuannya. Ryo melihat gadis itu berlari menghampiri anjingnya yang terkapar di tengah rumput hijau. Sontak ia pun tersentak. Gadis itu menangis memanggil nama anjingnya. Sayup-sayup terdengar suara, “Tolong!” .

“Apa yang terjadi?” tanya Ryo melihat mata gadis itu basah karena air mata. Gadis itu memangku, memeluk erat tubuh Hiro, anjingnya. Ryo menekuk lututnya mensejajarkan posisinya dengan gadis yang membelakanginya. Matanya menelisik nametag jatuh bertuliskan ‘Kyla Maura’, milik gadis itu.

“Tenanglah, Kyla! Anjingmu hanya pingsan,” ucap Ryo. Gadis itu menoleh mendapati Ryo memegang nametagnya. “Kau?!” Kyla menatap nametag dan Ryo bergantian. Kemudian dia bangkit dan meraih nametagnya dari tangan pemuda itu. “Jangan sok kenal!” ucap Kyla ketus melenggang duduk di ayunan sambil menggendong anjingnya. Kasar sekali gadis ini, batin Ryo.

Ryo menatap kecewa pada sosok gadis itu. Ia pun menghela napas dan melenggang pergi. Tetapi, sejenak dia sempat terpikirkan bahwa gadis itu menangis sekarang. Tubuhnya bergetar memeluk anjing di pangkuannya. Mengapa ada sesuatu yang mengganjal dalam pikiran Ryo?

Kyla menangis sambil mengguncang pelan tubuh anjingnya yang tertidur di pangkuannya. Kesalahan ini terulang kembali. Akhirnya, luka masa lalu kembali terbuka. Sendiri menangis menanggung dosa kecil yang membuatnya tak mampu memaafkan dirinya sendiri. Ryo tersentak dan berbagai dugaan ia lempar terhadap pemandangan di depan matanya yang membuat dadanya perih. Gadis itu menangis, apa yang dipikirkannya? Apa yang harus ia lakukan?

Csssh.. rasa dingin menjalar di pipi Kyla yang sontak membuat gadis itu terbelalak. “Hei, kamu kenapa menangis?” suara bocah laki-laki terngiang-ngiang di pikirannya, membuatnya teringat sesuatu yang selama ini hilang dari hidupnya. Wajahnya terangkat cepat menangkap sosok Ryo yang menyodorkan es krim. Ia tersenyum.

“Jangan menangis…!?” Ryo menatap ragu raut wajah gadis itu. Sinar mata gadis itu menatap bingung dan sepertinya ia masih mencerna dengan apa yang tengah terjadi. Detik berikutnya, bola matanya berkaca-kaca. Hal terindah terjadi terlalu cepat, Kyla menghambur ke dalam pelukan Ryo menumpahkan segala emosinya. Aliran darah Ryo meningkat begitu cepat, memompakan darah ke jantung hingga memacu detak lebih cepat dan membuat wajahnya memerah.

“Aku tidak yakin mengatakan ini tetapi apakah kau gadis cengeng sepuluh tahun lalu?” tanya Ryo. Gadis itu mengangguk dan berkata, “Aku mencarimu,” Kyla membenamkan wajah basah karena air matanya di pundak Ryo. Entah mengapa perasaan Ryo merasa begitu lega. “Akhirnya, aku menemukanmu!?” gumam Ryo memandang burung pipit bertengger di ranting pohon sambil berkicau seolah turut gembira menyaksikan dua insan saling dipertemukan.

Cerpen yang berjudul "Smile Like an Ice Cream" ini merupakan sebuah karangan dari seorang penulis bernama Rinsabluesky. Kamu dapat mengunjungi blog penulis di www.rinsabluesky.blogspot.com.

Posting Komentar untuk "Cerpen Romantis - Smile Like An Ice Cream | Rinsabluesky"