Cerpen Cinta - The Pieces Of Memories | Aurora Rezki
The Pieces Of Memories - Aurora Rezki
KakaKiky - Dingin. Hawa yang terasa di sekitar tubuhku sangat dingin padahal matahari masih menunjukan cahayanya.
“Hosh, hosh.” Ini sangat melelahkan,
mengapa jalan ini terasa sangatlah jauh bagiku.
Terlihat gerbang telah tertutup.
“Untungnya ini bukan masalah bagiku,” segera saja kubalikan badanku dan
kulangkahkan kakiku menuju ke gerbang belakang sekolah. Kunaiki gerbang itu
yang tingginya hanya lebih 2 inci dariku.
“Hap,” oke berhasil seperti biasa dan
kini aku harus cepat masuk ke dalam kelas. Entah angin apa yang membawaku ke
dalam keberuntungan, guru yang sedang mengajar ternyata tidak ada di kelas. Dan
tentu saja kalian tahu apa yang dilakukan para murid saat tidak ada guru.
Anak-anak yang tadinya memiliki fake diligent face akan berubah dalam sekejap
dan mereka akan sibuk pada aktivitasnya masing-masing bahkan mereka bisa saja
tidak menyadari bahwa ada siswa yang telat.
Dan, owh see, i’m true
Aku masuk dengan santai ke dalam kelas
tanpa diperhatikan oleh mereka dan duduk di bangku paling pojok depan, tempat
favoritku. Mungkin kalian akan berpikir aku adalah sesosok anak yang rajin, but
you wrong, aku memilih tempat duduk di depan bukan karena aku ingin lebih
memerhatikan guru ataupun ingin lebih memahami pelajaran yang diberikan,
melainkan aku ingin melihat seseorang. Sesorang yang membuatku penasaran dan
entah mengapa aku ingin mengenalnya lebih dalam.
Kupasang earphoneku untuk mengurangi
suara berisik dari dalam kelas. Dan mataku mulai terpejam beberapa waktu.
Teett
Bunyi nyaring bel sekolah yang memekakan
telinga membuatku terbangun. Kupasang mata ke seluruh ruangan kelas untuk
memastikan kondisi yang terjadi. Dan terlihat anak-anak yang mengobrol dengan
sesama gengnya tetapi ada juga yang melangkahkan kakinya ke luar kelas untuk
mendapatkan makanan mereka di kantin.
Lalu mataku tertuju terhadap seorang
anak berkaca mata yang duduk di baris paling pojok yang berada di sisi lain
dari tempatku duduk, Joe, ia menatapku dengan sangat serius.
Melihat hal itu, aku langsung mengoreksi
diriku. Kuraba-raba baju seragamku kalau-kalau ada yang salah dengan bajuku
atau penampilanku. Tapi tidak ada, semua kancing bajuku terkait, dasi yang
kukenakan juga tidak miring. Tidak juga menemukannya, kulupakan semua itu.
Kuambil kaleng capuccino yang selalu
kubawa dalam tas. Kutatap sejenak pintu yang terbuka melihatkan kondisi di luar
kelas. Para murid yang berlalu lalang dan tiba-tiba mataku terpaku oleh seorang
gadis yang berlalu.
Aku tertegun
“Yap dia” dengan sigap aku berdiri dan
mulai mengikutinya.
Kuberjalan di belakangnya menatap
punggungnya yang ramping dengan rambut pirangnya sebahu.
“Seiraa” panggil seorang perempuan yang
sudah berdiri bersama dua orang perempuan lainnya yang kukira mereka adalah
teman Seira, yah Seira yang dipanggil adalah perempuan yang sedang kuikuti.
Seira pun menuju teman-temannya untuk
bergabung dan langsung menuju kantin.
Karena telah sering mengikutinya maka ku
hafal dengan kebiasaan yang seira lakukan.
Aku memilih meja yang strategis agar
dapat melihatnya lebih jelas, walaupun tidak sampai terdengar pembicaraan
mereka. Hanya saja terlihat dengan jelas dari sini wajah Seira yang berseri-seri
serta ceria yang membuatku melihatnya menjadi damai. Mereka tampak senang
sekali bahkan salah satu temannya ada yang tertawa sampai terbahak-bahak, entah
apa yang mereka bicarakan. Tapi tidak berapa lama Seira bangkit dari tempat
duduknya dan meninggalkan teman-temannya.
Aku pun dengan sigap menjadi stalkernya
lagi secara langsung. Aku tidak peduli jika ada yang menatapku mengikuti
seorang gadis karena memang tidak akan ada yang memerhatikanku. Aku yang sudah
terbiasa dengan sikap orang-orang yang tidak peduli kepadaku.
Yeah, tidak ada yang peduli padaku lagi
saat ini.
Bahkan keluargaku telah pergi
meninggalkan aku sendiri di dunia ini, dan aku tidak ingin tinggal dengan paman
atau bibiku karena itu akan menambah beban mereka.
Mungkin tidak tepat bila kukatakan tidak
ada yang peduli padaku, tapi akulah yang membuat mereka agar tidak peduli
terhadapku. Aku tidak ingin merasa dikasihani dan aku juga tak ingin membebani
orang lain. Maka kubuat semua orang menjauh dari kehidupanku dan dengan begini aku
dapat hidup dengan semauku.
Dahulu aku salah satu orang yang sangat
patuh di dalam keluargaku. Mereka akan dengan senang hati memberikan pekerjaan
mereka kepadaku dan tentu saja dengan ikhlas kukerjakan sampai dimana mereka
semua meninggalkanku saat ada kebakaran yang menimpa rumah yang didiami aku dan
keluargaku dan bodohnya hanya aku yang saat itu berada di luar rumah karena
sedang kerja kelompok.
Diriku mulai lelah, lelah karena
kebahagiaanku direnggut. Semua yang berada di dekatku selalu kuperlakukan
dengan baik. Tapi mengapa, mengapa hanya aku yang ditinggal di dunia yang penuh
drama ini. Aku yang aktor protagonis di sini ingin vakum dari semua drama ini.
Kukeluarkan emosiku dengan menjauhi orang-orang di sekitarku dan mulai hidup
bebas.
Sekian lama aku menjauh dari
orang-orang, tetapi kini aku bertemu seseorang, seorang wanita yang berjalan di
depanku ini, tanpa ia sadari ia telah menghipnotisku sampai bisa mengikutinya
seperti sekarang ini.
Seira berbelok ke kiri ke dalam kelas
dan terlihat menuju ke sebuah tas yang tergeletak di atas meja. Ia membuka tas
dan mengambil note kecil yang seperti diary lalu ingin melangkahkan kakinya
keluar kelas lagi.
Kupikir ini adalah tahap yang baik untuk
pertama kali memulai pembicaraan karena dia akan melihatku yang sedang berada
di dekat pintu kelasnya.
Dan saat dia ingin keluar
“Ngg..” ucap Seira sambil menatap ke..
Arahku sepertinya.
Baru saja ingin kubalas dengan melambai
“Hei, apa yang kau cari?” tanyanya.
“Ngg hmm..” aku baru saja ingin menjawabnya
“Aku mencari Dilan, dia dipanggil bu
Riana di ruang bk.” Kata seorang pria yang ada di belakangku.
“Owh, maaf nik aku tidak melihatnya,
mungkin dia masih di kantin. Kalau begitu aku duluan ya” tersenyum lalu
melangkah menjauh.
Aku sedikit terperangah, kecewa,
bagaimana bisa ia menghiraukanku, tidak lihatkah ia aku di sini, apakah aku
sejauh itu dari orang-orang sehingga tak layak untuk diajak bicara.
Ha ha ha harusnya aku senang dengan hal
ini, aku yang menginginkan semua ini. Tapi rasa sakit di hati ini tak dapat
membohongiku, aku yang memulai semua ini maka akan kuselesaikan semuanya juga.
Dan kupastikan aku mengikutinya lagi dan
akan bicara dengannya kali ini.
Kulangkahkan kaki menuju arah yang Seira
lalui, karena Seira sudah menghilang tak terlihat. Kuedarkan pandanganku
mencari-cari di mana gadis pirang itu berada, sambil sesekali melangkahkan kaki
dengan pelan.
Dan, she’s there!
Di bangku taman belakang sekolah, sedang
memegang buku diary dan mulai menggoreskan buku itu dengan pulpen yang telah ia
bawa. Dan..
Hey, tunggu
Ia mulai menangis, air matanya
berjatuhan membasahi seragamnya. Ada apa dengannya?
Melihat dia seperti itu hatiku terasa
teriris-iris, tanganku terasa dingin, oh bung, tentu saja tanganku terasa
dingin, aku masih memegang cappucino yang sedari tadi kubawa dan belum sempat
kuminum.
Ingin rasanya aku menghampirinya,
kulangkahkan kakiku ke depan dengan sangat perlahan dan aku hanya dapat
berjalan sampai pohon yang menghalangi langkahku. Kakiku seperti tak bisa
melaju lagi. Yang kulakukan hanya terdiam diri di belakang pohon, menatapnya.
Hh kujatuhkan diriku berbalik agar aku
dapat bersender pada pohon, kubuka capuccinoku dan mulai meminumnya.
Meminum capuccino yang lezat ditemani
suara isakan tangis gadis yang kusukai.
Glek gleek kutaruh kaleng capuccinoku
yang sepertinya masih tersisa setengahnya. Sudah muak ku dibuatnya. Kubangkitkan
badanku lalu meninggalkannya.
Kubalik ke dalam kelas
Dan lagi-lagi Joe melihatku dengan
serius, aku anggap itu biasa awalnya, tapi sampai aku duduk di tempat dudukku
ia juga masih melihatku sampai sekarang.
Sebenarnya ada apa dengan anak ini?
Ingin sekali kuhampiri dia dan tonjok
muka sok nya. Tetapi kenyataannya aku hanya menghampiri dia bahkan belum
selesai aku menghampiri Joe. Tubuhnya malah terlihat gemetar dan keringat
bercucuran lalu dia lari terbirit-birit ke luar kelas.
Uwwh dia sangat menghinaku apakah mukaku
seseram setan sampai ia lari terbirit-birit?
Ku balik ke tempat dudukku dan menarik
nafas panjang.
“Hfft. Owh aku sangat tidak
bersemangat.” Batinku. Tetapi tiba-tiba Seira berada di dekat pintu kelasku
seperti mencari seseorang dan yang kutahu pasti bukan aku.
Dan benar saja, ada salah satu anak
perempuan di kelasku yang menghampirinya, Setelah beberapa menit mengobrol yang
tidak kuketahui pembicaraannya. Kulihat raut wajah Seira berubah dalam sekejap
menjadi panik.
Saat aku tidak ingin terlibat dalam
permasalahan baru, aku mulai membenamkan wajahku di tangan yang telah
kurengkuh.
GUBRAAK
Aku terkesiap, kulihat kondisi anak-anak
yang langsung menghampiri arah suara dan terlihat seorang gadis berambut pirang
sebahu yang tengah digendong oleh beberapa anak.
Mataku hampir tak percaya. Seira. Seira
pingsan. Dengan sigap aku berlari ke arah segerombolan anak yang tengah menggendong
seira.
Aku hanya dapat melihatnya, tanpa dapat
berbuat sesuatu untuknya.
Sekarang ia terbaring lemah di rumah
sakit. Ku hanya diam tak bergeming, menatapnya tak berguna, menunggunya hingga
sadar.
Beberapa detik berlalu
Ia terbangun dan lagi lagi meneteskan
air mata. Kulihat ia berbicara kepada orang yang sedari tadi menjaganya. Orang
itu pun terlihat mengangguk tanda setuju.
Seira keluar dari kamarnya tanpa menoleh
ke arahku sedikitpun, ya, sama seperti saat ia mengabaikanku di sekolah.
Dan apakah dia akan selalu seperti itu,
mataku tampak sakit menahan air mata serta sesak di dada.
Tapi entah kenapa
Bertubi tubi ia membuat lubang di hatiku
Menusukkan pisaunya tepat di hatiku
Aku tetap mengikutinya dan merasa memang
itu yang harus kulakukan.
Dengan sigap ku lari layaknya orang yang
tak karuan untuk mengejar dia, dia yang tak pernah memerhatikanku, dia yang
telah meninggalkanku, yang tak pernah menoleh barangkali sedetikpun kepadaku.
Seira memasuki mobilnya dan mulai
melaju. Kubuntuti mobil tersebut dari belakang.
Mobil itu terhenti.
“Inikah tempatnya?” tanyaku dalam hati.
Beribu-ribu Gundukan-gundukan tanah ia
lewati sampai tiba di salah satu gundukan yang terlihat masih gembur tanda baru
digali, kembang segar telah menyebar menutupi gundukan, dan yang terpenting
sebuah papan bersegi panjang. Warna papannya yang putih telah tergoreskan
sebuah nama, Seth gamiruz,
Apa apaan ini
Apa ini lelucon
Ini sungguh tidak lucu, batinku tak
karuan
Keringat dingin pun bercucuran. Hawa di
sekelilingku terasa dingin padahal matahari masih menunjukan cahayanya.
Buku diary yang masih terpegang oleh
seira ditaruh di atas gundukan tanah yang masih basah itu.
Tertiup angin, lembar per lembar mulai
terbuka. Nampak tanggal serta tulisan-tulisan yang dibuatnya tercantum di
dalamnya.
First met, ia selalu menungguku saat
istirahat bahkan ia yang menemaniku saat ku sedang menghirup udara segar di
taman belakang sekolah.
Second met, dia masih juga menungguku.
Tepat bel istirahat berbunyi. Dia akan selalu ada di kantin menatapku. Di
tangannya selalu terggenggam kaleng capuccino.
Third met, kali ini ia memberanikan diri
dengan memberikanku kaleng capuccino dan kumulai jatuh hati. Aku sangat senang
untuk itu dan sekaligus sedih karena aku harus melakukan terapi nanti di rumah
sakit.
Fourth met, dia masih juga menungguku.
Dan aku sangat senang karena kini aku dan dia sudah mulai saling melakukan
percakapan.
Fift met, kita meminum capuccino di
belakang taman sekolah, kutanya mengapa ia sering meminum capuccino. Ia
langsung tertawa terbahak-bahak, ia bilang kehidupan kita seperti capuccino
karena kehidupannya merupakan kepahitan dan ia bilang karena aku hadir dalam
kehidupannya, kepahitan tersebut agak tertutupi dengan kehidupanku yang manis.
Six met, saat kami sudah bertemu di
taman belakang sekolah. Aku mengatakan bahwa diriku mulai menjauh dengan
teman-temanku. Lalu ia bertanya mengapa, dan kujawab entahlah. Dia terdiam
beberapa saat dan mulai membuat lelucon untuk menghiburku. Kupikir ia terdiam
untuk membuat lelucon. 😀
Sevent met, ia tak berada di taman
belakang sekolah lalu kutunggu ia. Tiba-tiba ia datang dengan sedikit
tergesa-gesa. Dia bilang dia telat tadi. Dan dia punya trik agar bisa masuk
yaitu dengan memanjat gerbang belakang sekolah. Aku bilang kepadanya jangan seperti
itu. Tapi ia berbicara aku harus mencobanya. Aku tertawa mendengar itu.
Eight met, dia tidak berada di taman
belakang sekolah lagi, ku tunggu ia. Untuk berapa menit, aku masih memasang
senyumku untuk menyambut kedatangannya. Tetapi sudah hampir setengah jam ia tak
kunjung datang. Bel akan segera berbunyi tanda masuk.
Nine met, ia tak berada di sana lagi.
Mungkin ia terlalu sibuk pikirku atau ia telat sekolah, atau jangan jangan ia
meninggalkanku. Pikiranku mulai tak karuan. Aku mulai meninggalkan taman dan
melaju ke kelas dia. Ku tanya temannya apakah seth masuk sekolah. Dan temannya
berkata ia tidak masuk sekolah. Aku tanya apa sebabnya ia tidak masuk. Temannya
berkata tidak ada kabar dari seth dan temannya bilang ia akan beritahu esok
bila ada kabar yang masuk. Maka aku sangat menantikan hari esok.
Last met, saat ingin ku pergi ke taman,
teman-temanku memanggilku, aku menghampiri mereka dan mengikuti mereka ke
kantin. Tetap saja tidak memperbaiki moodku, aku pergi ke taman belakang. Aku
menangis, menangisi diriku sendiri. Kenapa aku harus mengenal dia. Kenapa aku
harus jatuh hati padanya. Kepalaku mulai pening, karena tangisanku yang sudah
mulai menjadi-jadi. Tercium aroma cappucino, yang membuatku teringat kepadanya,
seth gamiruz, yang telah membuat hidupku berwarna, yang selalu menungguku, yang
selalu menghiburku dan selalu ada untukku. Hari ini aku akan mengetahui dengan
segera apa penyebab seth tak masuk sekolah dan tak menemuiku.
Lembar-lembar diarynya masih
terbolak-balik di tiup angin.
Seira tertunduk sambil menengadahkan
tangannya, dan mulai terdengar suaranya yang serak yang dikarenakan tangisannya
tadi.
“Aku tidak menyangka seth, kau pergi
lebih dulu meninggalkanku.” terdengar isakannya sedikit.
Aku masih diam tak percaya
“Tapi kau tahu, aku akan segera
menyusulmu dikarenakan penyakit jantungku yang takkan bisa bertahan lama.”
Mulai kulihat tubuhku dan kau takkan
percaya yang kulihat adalah seperti gas sitoplasma, sitoplasma yang melekat di
tubuhku bukan daging atau tulang.
Ternyata karena ini, karena ini aku
selalu tak diperhatikan, karena ini dia tak pernah ingin berbicara kepadaku,
karena tubuhku yang telah berubah menjadi sitoplasma.
“Kau ingat saat kita mulai saling
berbicara dan kau selalu membawakanku capuccino kesukaanmu. Dan kau harus tahu
lagi, terkadang masih tercium aroma capuccino yang selalu kau bawakan untukku.”
Terdengar helaan panjang dari Seira
“Segalanya telah kau lakukan untukku.
Kini kurelakan kau agar tenang di sana dan diary ini adalah sebagai pengingat
bahwa kau tak pernah menyerah untuk memperjuangkanku dan kini aku yang akan
memperjuangkanmu. Tunggulah.”
Sekarang ku tersadar kejadian hari ini
merupakan bagian bagian memori yang masih terekam jelas dalam pikiranku. Aku
yang tidak bisa melupakannya akan selalu memikirkan seira walaupun tubuhku
sudah tak nyata lagi.
Hawa dingin yang berada di sekitar
tubuhku perlahan lahan mulai berganti menjadi panas, sitoplasma ini pun tak
bisa menahannya seperti tertarik ke atas dan seperti tak akan bisa kembali lagi
ke dunia yang penuh dengan drama ini.
2 tahun telah berlalu
Acara kelulusan akan diadakan
“Sekarang kalian akan menempuh ke dalam
bidang dunia kalian masing-masing dan selamat kepada siswa siswi yang lulus
dalam ajaran tahun 2016. Tidak lupa kita doakan para teman kita yang tidak
dapat menyelesaikan tugasnya hingga harus ada pengulangan agar mereka mendapat
pengetahuan yang bisa lebih berguna untuk mereka. Dan juga tidak lupa kita
doakan siswa sekaligus teman kalian Seth gamiruz dan siswi Seira bramawira
semoga kedua arwah mereka diterima di sisinya. Dan saat ini kalian harus
menghadapi kenyataannya. Tidaklah mudah untuk mencapai perjalanan sampai saat
ini, semoga bekal yang telah kalian terima di sma ini cukup untuk nanti. Dan
sekali lagi selamat kepada kalian siswa siswi yang lulus tahun ajaran 2016”.
“Yeeaay” sorak anak-anak.
“Selamat ya Joe akhirnya kita akan
memilih jurusan kita” jabat salah seorang anak kepada Joe.
“Yo bro sama-sama. Congrats too yo”
balas Joe sambil membalas jabat tangan temannya.
Joe menatap ke seluruh ruangan dan
matanya terhenti, dan seulas senyuman terukir di wajahnya, di meja yang
terletak di depan pojok nampak seorang lelaki sitoplasma sedang memegang tangan
gadis cantik sitoplasma berambut pirang pendek sebahu. Nampak wajah kedua orang
tersebut ikhlas dan berseri-seri tanda bahagia.
Cerpen yang berjudul "The Pieces Of Memories" ini merupakan sebuah karangan dari seorang penulis bernama Aurora Rizki. Kamu dapat mengikuti facebook penulis di aurorarezki.blogspot.com.
Posting Komentar untuk "Cerpen Cinta - The Pieces Of Memories | Aurora Rezki"