Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cerpen Cinta - Sepasang Egois | Ennofira

cerpen cinta
Sepasang Egois - Ennofira

KakaKiky - Ketika aku mengatakan ‘jangan’ aku sungguh tidak ingin kau melakukannya. Ketika aku mengatakan ‘tidak’ maka aku dengan tegas menolaknya. Ketika aku menjadi gadis egois yang menentang semua kesukaanmu berarti aku sangat mencemaskanmu.

Semua sikapku demi kebaikanmu dan kita. Ketahuilah, cintaku bukan seperti mereka yang hanya ingin hidup bersama dalam kebahagiaan dan kenyamanan. Menetaplah di sisiku kapan saja walaupun hidupmu telah hancur. Jangan merasa bersalah karena membawaku dalam kehancuranmu sebab nyatanya semakin kau menjauhkanku dari mereka adalah kehancuranku yang sebenarnya.

Naya berhenti di depan pintu cokelat pekat di dalamnya terdapat manusia yang ingin dia temui. Apakah masih sanggup kali ini Naya menatap wajahnya tanpa menunjukkan kekecewaan? Seberapa kuat seseorang yang sangat sayang mampu melihatnya dalam kebodohan yang membuat hidupnya sia-sia? Naya memutuskan kembali pada sebuah dinding yang menutupi tubuh serta isaknya.

“Naya..” Naya menghapus jejak air di wajahnya. Semoga pria yang baru saja menegurnya tidak menyadari adanya air mata. Meskipun Naya sangat ingin Arga -nama pria itu- mengerti betapa hancur Naya setiap Arga melakukan kebodohan tak berarti. Siang ini tidak terlalu asing bagi mereka. Orangtua Arga dipanggil Komite Pendisiplinan Siswa (KPS) untuk kesekian kalinya. Naya bisa mengetahui perbuatan onar apa oleh kekasihnya setelah melihat bagaimana keadaan Arga kini. Beberapa luka bekas darah mengucur di pelipis dan di ujung bibirnya yang belum kering total serta lebam kebiruan menghiasi wajah tampannya. Apa dia tidak punya waktu untuk mengobati lukanya sendiri? Lalu bagaimana bisa dia mengobati luka di hati Naya?

“Kau sudah selesai? Orangtuamu datang?”

Arga menggeleng. “Tidak. Mereka mengirim pengacara lagi.” Ucap Arga enggan. Naya tahu pasti akan begitu jawaban Arga. Naya memaksakan senyumnya yang malah tampak miris. Karena kisah Arga dan kisahnya sendiri. Sangat memilukan Arga yang berasal dari keluarga serba berkecukupan namun tanpa keharmonisan.

“Haruskah aku bertanya kesalahan apa yang kau perbuat sampai komite memanggilmu lagi?” Arga terdiam. Berusaha terlihat tenang meski hatinya bergemuruh. Dia yakin kemarahan Naya mulai mencuat. Atmosfer di sekeliling gadis itu berubah memerah. Apa pun penjelasan dari Arga tidak akan Naya pedulikan. Gadis itu akan beranjak hangat kembali seiring waktu. Tidak mungkin Naya tidak marah dan tidak mungkin Naya tidak membencinya. Namun Arga tidak peduli yang terpenting Naya ada di dekatnya. Bahkan jika sangat membencinya. “Ini sudah kali kedua komite memperingatkanmu. Sekali lagi, maka aku akan menamparmu seperti tiga bulan lalu.” Naya menegaskan ancaman walaupun dia tahu Arga pasti tak mengindahkannya. Hanya ditampar? Arga bahkan tak segan melukai dirinya sendiri demi menuangkan emosinya.

Setiap sekolah memiliki peraturan masing-masing namun kebanyakan setelah melakukan tiga kali kesalahan besar maka drop out adalah pilihan. Sebenarnya bisa saja menggunakan uang atau kuasa ayahnya namun Arga tidak sudi menerima bantuan orangtuanya. Naya selalu datang saat momen Arga diinterogasi bak tersangka meski mereka sudah bukan teman satu sekolah. Arga baru pindah ke sekolah ini tiga bulan yang lalu. Arga sudah empat kali dipindahkan karena kegiatannya bersama Geng Violent sejak dua tahun lalu. Geng yang membawa perubahan pada hidup Arga, hubungannya dengan Naya, dan sikapnya.

 

“Maafkan aku. Aku tidak akan melakukannya lagi.” Arga memasang wajah menyesalnya. Naya yakin Arga tulus meminta maaf tapi tidak yakin akan menepati janjinya.

“Aku tidak percaya. Kau selalu berbohong.”

“Maafkan aku untuk yang itu juga. Tapi bisakah kau tidak terus memakiku? Suasana hatiku sedang buruk.” Arga mengacak rambut hitamnya. Pasangan yang sudah menjalin hubungan lebih dari tiga tahun ini tidak pernah bisa menunjukkan bagaimana perasaan asli mereka. Sangat khawatir dan sangat menyesal. Namun yang terpancar hanya keegoisan masing-masing. Arga berjalan mendekat, Naya melangkah mundur. Arga mengerutkan dahinya.

“Kau kenapa, Naya?” Arga merasa ada kejanggalan dalam diri Naya hari ini. Dia tidak berlari dan memukulnya setelah Arga ke luar dari ruang komite. Aneh.

“Aku membencimu.”

“Aku tahu.” Arga melanjutkan langkahnya.

“Ku mohon berhenti mendekatiku.” Arga berhenti mematuhi gadisnya. Tidak biasanya gadis itu enggan berada di dekatnya. Arga menatapnya lekat. Mencari keanehan apa yang mengganggu otak Naya.

“Kau mau putus denganku?” Seolah menemukan itu dalam pikiran Naya lewat matanya atau hanya menerka-nerka.

Tubuh Naya membeku. Kata putus terdengar memilukan di telinganya. “Apa bisa..” Mata Naya berair.

“Tidak. Aku tidak akan mengabulkannya.” Arga menyerobot pertanyaan Naya lalu kembali berjalan menuju Naya.

“Apa bisa setelah itu aku hidup dengan baik?” Arga menarik pergelangan tangan Naya. Naya menepisnya kasar lalu menjauh beberapa langkah ke belakang. “Aku akan memberimu pilihan.” Arga tak lagi mendekat setelah berkali-kali ditolak. Naya meneguhkan hatinya. Muncul di memorinya perkataan Amira -ibu Arga- beberapa waktu lalu.

“Ternyata benar yang Arga ceritakan. Naya sangat cantik.” Mata Amira berbinar. Tentu saja ini kali pertama dia melihat Naya dan bisa berbincang secara langsung. Dia pun tak canggung melontarkan pujian pada kekasih putranya.

“Arga pernah menceritakan saya, Tante?” Tanya Naya diatas angin.

“Panggil mama saja seperti Arga.” Amira mengelus rambut Naya. “Setiap mengobrol dengan kami, Arga tidak pernah bercerita tentang sekolah atau teman-temannya. Tapi selalu tentang Naya. Naya yang cantik, juara kelas, juga tidak pernah berkata kasar seperti kami.” Naya tersenyum kecut. Begitu pula Amira yang tampak miris. Putranya sendiri lebih peduli pada gadis lain daripada wanita yang sudah melahirkannya. Namun dia menyadari perubahan Arga karena kehancuran rumah tangganya. Mereka tidak bercerai. Hengki -Ayah Arga- yang seorang politikus populer di provinsinya tidak ingin menghebohkan dunia pers karena konflik keluarganya.

“Boleh Mama minta tolong untuk menjaga Arga? Dia hanya mendengarkanmu. Tolong suruh dia tidak berteman dengan anak-anak badung itu. Mereka merusak masa depan Arga. Mama lebih senang dia selalu di dekat Naya.”

“Tinggalkan geng idiotmu itu atau kita berakhir?” Naya meneteskan satu air dari ujung kelopaknya. Buru-buru Naya mengusapnya. Saat mengancam tidak mungkin bisa terlihat lemah. Sulit memang memaksakan kehendak pada Arga apalagi sadar pria di depannya itu teramat menyayanginya.

“Geng idiot?”

Naya mengangguk yakin. “Karena hanya orang bodoh sepertimu yang mau menjadi anggotanya. Melakukan hal-hal tidak berguna. Berkelahi, balapan liar, merok*k, mabuk-mabukkan..” Naya tersendat isakannya. “Haruskah aku mengatakan semua keburukanmu?” Teriak Naya sambil sesenggukkan. Dia tidak sanggup mengungkap kejelekan Arga dari mulutnya.

Arga tertegun. Beginikah kemarahan Naya yang sesungguhnya? Gadis yang menemaninya sejak sekolah menengah pertama dan gadis pertama yang membuatnya jatuh hati. Biasanya Naya hanya akan diam dan menangis dalam pelukannya. Namun sekarang bukan hanya menangis, Naya berteriak dan menghindarinya. “Pasti mamaku yang menyuruhmu bersikap begini. Dengan apa dia menyogokmu? Aku akan memberimu lebih jadi jangan menurutinya.” Air mata Naya semakin deras. Bagaimana bisa Arga yang pertama kali mereka bertemu sangat manis bisa berkata serendah itu padanya? Arga milikku memang sudah hilang. Batin Naya.

“Kau gila! Kau lupa siapa orangtuaku? Aku tidak butuh hal-hal begitu.” Arga mengangguk paham. Naya memang berasal dari keluarga terpandang sepertinya. Ayah dan Ibu Naya pembisnis sukses hingga mancanegara. Lagi pula Naya bukan gadis yang mudah dipengaruhi apalagi dengan materi. “Apa kau tidak ingat setiap kita berjalan bersama semua orang selalu menatap kita? Kita seperti pangeran dan putri mahkota. Tampan dan cantik, kaya, bintang kelas, saling mencintai dan bahagia.” Naya dipenuhi emosi ketika mengingatkan kenangan yang bahagia dan membanggakan. Dia tidak pernah sengaja jatuh cinta dan ingin membuat kisah cinta bahagia antara dua anak konglomerat. Takdir yang membawa mereka bersama.

“Jadi sekarang kenapa kau ingin berpisah? Karena aku sudah tidak tampan? Tidak kaya? Atau karena keluargaku yang hancur?” Arga mengusap kasar wajahnya. Frustasi. Tidak pernah ada di bayangannya gadis yang dia anggap satu-satunya alasan dia bertahan hidup akan mengatakan perpisahan.

“Karena kita tidak bahagia.” Jawaban Naya sontak menyayat hati Arga. Selama ini dia tidak bahagia saat bersamaku? Batin Arga. Arga menghela napas kasar. Dia mencoba mendekati Naya kembali tapi sebaliknya gadis itu selalu mundur semakin membuat Arga kesal. “Keluarlah dari geng sialanmu itu dan tetap di sampingku.”

Arga menghentikan langkahnya. Tatapannya meredup seolah menggambarkan suasana hatinya sekarang. Haruskah dia menuruti permintaan Naya? Tapi Violent adalah tempat Arga meluapkan amukan karena masalah keluarganya. Dia tidak kuasa kalau Naya harus menghadapi kemarahannya yang kadang di luar akal sehat. Dia tidak ingin menyakiti Naya meski saat dibakar kemarahan sekalipun. Arga kembali berlari ke Naya yang sebenarnya hanya berjarak tiga meter di depannya lalu mendekapnya.

“Jangan pernah mengatakan hal kasar begitu hanya karena kau sedang marah, Naya!” Naya berontak di detik pertama lalu dia tersentuh betapa Arga sebenarnya tidak pernah ingin melukainya. Apa aku terlalu egois? Batin Naya. Naya melepaskan tautan mereka.

“Kau harus memilih, Arga.” Naya menunjukkan ekspresi memohon yang melumerkan Arga.

“Aku penasaran bagaimana ibuku mencuci otakmu agar membangkangku.” Arga menghela napas kasar di wajah Naya. Tak melepas tatapannya dari mata yang menatap iba sekaligus sedih padanya.

“Jangan mengatakan hal buruk tentang orangtuamu, mereka sangat sayang dan peduli padamu.” Naya memukul bahu Arga tanpa tenaga. Arga menyunggingkan senyuman remeh. Sayang? Peduli? Kedua kata langka di telinga Arga sejak keretakan hubungan ayah dan ibunya.

“Kau tidak tahu bagaimana mereka sudah menghancurkanku, membuatku ingin mengakhiri hidup setiap mengingat pertengkaran mereka. Mereka tidak mempedulikanku, Naya.”

“Aku tahu. Seperti kau yang menghancurkan hidupku dan kebahagiaanku padahal kau sangat sayang dan peduli padaku.” Arga bungkam. Kenapa bisa Naya menganalogikan begitu? “Kita lanjutkan setelah kau memilih. Jika pilihanmu tepat kau masih bisa berbicara denganku dan melihat wajahku.”

Arga melepas tangannya dari bahu Naya. Hatinya meluluh hanya karena ketakutan akan kehilangan seorang Naya. Arga yang keras kepala, egois, dan pembangkang kehilangan pendiriannya untuk membenci kedua orangtuanya sebab gadis yang selalu ingin dia lindungi ini. Kebencian Arga pada Amira dan Hengki kalah dengan rasa cintanya pada Naya.

“Ini lebih seperti pemaksaan. Kau tahu aku akan memilih apa.” Arga mengeluarkan senyum pada akhir kalimatnya yang melukis senyum juga di bibir Naya. Dia yakin kekhawatiran Naya pasti beralasan dan seolah terpengaruh Naya pasti memilihkan masa depan yang terbaik untuknya.

Setiap laranganmu aku sadar kau tidak ingin aku melakukan hal tidak berguna. Setiap penolakanmu hanya demi kebaikan kita. Setiap kau menjadi seperti gadis egois aku tidak pernah menyalahkanmu. Aku menyadari aku lebih mementingkan diriku sendiri di saat ku pikir aku mengutamakanmu. Tidak sepertimu yang selalu memikirkan tentang kita dan bisa berpikir jernih. Aku memang bodoh, Naya. Tapi untunglah kau masih mencintai pria bodoh ini. Kau berhak mendapatkanku yang seperti dulu. Arga milikmu seperti di masa lalu. Terima kasih masih bersedia mendampingiku di saat aku baik, jahat, bodoh atau menyedihkan. Serta maaf pernah menjauh saat hidupku hancur dan membuat kehancuran lebih besar dalam hidupmu.

Cerpen yang berjudul "Sepasang Egois" ini merupakan sebuah karangan dari seorang penulis bernama Ennofira.

Posting Komentar untuk "Cerpen Cinta - Sepasang Egois | Ennofira"